Stok Cukup, Tak Perlu Impor Gula

Kamis, 28 November 2013 – 08:54 WIB

jpnn.com - SURABAYA - Stok gula kristal putih dalam negeri hingga musim giling 2014 diyakini masih mencukupi. Karena itu, kalangan petani tebu menilai tidak perlu impor untuk mengisi suplai gula nasional.

Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Soemitro Samadikoen mengatakan, berdasar hasil taksasi Dewan Gula Indonesia (DGI) per 17 Oktober lalu, stok gula dalam negeri untuk konsumsi hingga menjelang giling tahun depan masih mencukupi.

BACA JUGA: Target Raup 15,2 Juta Peserta

Dia memperkirakan, pada Juni 2014 stok gula nasional masih sebanyak 350 ribu ton. Stok tersebut mencukupi untuk kebutuhan selama 1,5 bulan dengan rata-rata konsumsi nasional per bulan 220 ribu ton. Stok itu merupakan sisa dari giling pada 2013 dan hasil giling pabrik gula pada awal tahun.

"Jadi kalau dihitung pada Juni 2014 nanti, stok dalam negeri masih mencukupi, makanya tidak perlu impor. Kalaupun impor untuk mengamankan buffer stock, Bulog dapat memberi gula petani yang saat ini jumlahnya 150-200 ribu ton. Cara beli harus menggunakan sistem tender," ujar dia.

BACA JUGA: Industri Otomotif Bergairah, Subsidi BBM Bisa Jebol

Saat ini, petani tebu kebingungan lantaran stok gula di tangan masih tinggi. Itu disebabkan keengganan pedagang membeli gula petani. "Pada tender RNI di PG Kebon Agung dan Krebet, gula petani tidak ada yang menawar. Begitu pula di PTPN X, tidak ada yang menawar. Bahkan ada wacana, gula petani dihargai Rp 8.700 per kg, tapi pada akhirnya mundur," terangnya.

Keengganan pedagang membeli gula petani dipicu rencana Bulog melakukan impor gula untuk buffer stock. Makanya, pihaknya memastikan rencana tersebut pada Kementerian Perdagangan. "Dari hasil penjelasan pada kami, Kementerian Perdagangan belum memberikan izin. Jadi belum ada keputusan menggunakan gula impor sebagai buffer stock," tandas Soemitro.

BACA JUGA: Dorong Revisi Kesepakatan Perjanjian Perdagangan Bebas

Soemitro menyebutkan, harga ideal harga gula tender Rp 11 ribu per kg. Menurut dia, itu disesuikan dengan ongkos produksi yang terus membengkak. Seperti musim sekarang, curah hujan tinggi sehingga lahan menjadi becek. Dampaknya biaya tebang naik. Selain itu, untuk mendapatkan tenaga kerja harus bersaing dengan para petani yang memasuki musim tanam.

"Ditambah rendemen terus menurun. Sepanjang 2012 lalu tidak dijumpai rendemen enam, tapi sekarang malah di bawah lima juga ada. Padahal, target Jatim rendemen tahun ini bisa delapan. Justru target tersebut memberi dampak psikologis di kalangan tenaga kerja, sehingga ongkosnya naik," keluhnya.

Terpuruknya petani tebu tidak hanya itu, gula rafinasi juga banyak membanjiri pasar. Dia memperkirakan, tahun ini gula rafinasi yang seharusnya untuk industri makanan minuman tersebut terjadi kelebihan suplai 800 ribu-1 juta ton. Kalau diakumulasi dengan sisa 2012, kelebihan bisa mencapai 1,4 juta ton. "Ini perlu ada audit dari Kementerian Perdagangan," ungkapnya. (res/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kadin Minta Pemerintah Paksa Swasta Endapkan Devisa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler