jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah masih berjuang keras untuk melepaskan diri dari neraca dagang yang defisit.
Angka defisit neraca perdagangan 2018 yang mencapai USD 8,7 miliar adalah yang terbesar sejak Indonesia merdeka.
BACA JUGA: Kualitas Lulusan Vokasi Rendah, Darmin Nasution Dorong UT Genjot Pelatihan Online Besertifikat
Defisit neraca dagang juga terus berlanjut dengan catatan USD 1,94 miliar pada paruh pertama tahun ini.
BACA JUGA: Upaya Bank Jatim Perkuat Layanan Syariah
BACA JUGA: Neraca Perdagangan Surplus, Cari Pasar Ekspor Baru
Menko Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk mendorong ekspor maupun menekan impor.
Namun, hal tersebut tentu butuh waktu yang tak sebentar. Apalagi, pelaku usaha juga masih aktif melakukan bisnisnya sehingga risiko kenaikan impor tak terelakkan.
BACA JUGA: Darmin Tunggu Usulan Formulasi Dasar Penurunan Harga Tiket Pesawat
’’Sebenarnya mereka beli bahan baku dan lain-lain, itu tanda-tanda ekonomi kita masih tumbuh. Namun, ya, memang dampaknya akan susah di neracanya,’’ jelasnya akhir pekan lalu.
Kondisi manufaktur yang belum menjadi barang utama pendongkrak ekspor juga menjadi salah satu kelemahan Indonesia.
Indonesia lebih banyak bertumpu pada ekspor komoditas. Hal tersebut turut memengaruhi nilai ekspor Indonesia.
Indonesia sendiri mengalami penurunan ekspor 8,57 persen secara year-on-year (YoY) sepanjang semester I 2019 menjadi USD 80,32 miliar.
Sementara itu, impor turun 7,63 persen (YoY) menjadi USD 82,26 miliar. Hal itu turut dipengaruhi faktor perang dagang yang sudah terjadi sejak tahun lalu.
Geliat perdagangan terpengaruh sehingga tiap-tiap negara berjuang keras untuk menjaga pertumbuhan ekonominya. (rin/c22/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemilu Lancar Salah Satu Faktor Penunjang Tumbuhnya Perekonomian
Redaktur & Reporter : Ragil