jpnn.com, JAKARTA - Studi Cisco menunjukkan sebanyak 70 persen karyawan khawatir soal keamanan data pribadi saat bekerja jarak jauh alias work from home (WFH) di masa pandemi.
"Sebagian besar dari organisasi atau perusahaan sebetulnya cukup mengalami perubahan secara tiba-tiba untuk mempersiapkan work remote. Tantangan yang dihadapi adalah keamanan akses dan privasi data," kata Managing Director Cisco Indonesia Marina Kacaribu, dalam konferensi pers virtual, Kamis.
BACA JUGA: Anak Gadis 12 Tahun Tuntut TikTok Soal Perlindungan Data Pribadi
Selain perlindungan data pribadi, akses yang aman ke jaringan dan aplikasi juga menjadi tantangan keamanan siber di peringkat atas dengan 70 persen.
Kekhawatiran lain yang dirasakan oleh perusahaan di Indonesia termasuk perlindungan terhadap malware, yakni 63 persen.
BACA JUGA: Ini Tablet dengan Desain Minimalis dan Layar HD, Cocok untuk WFH
Laporan perusahaan solusi keamanan siber itu menunjukkan 78 persen responden mengatakan mereka pernah mengalami peningkatan ancaman atau peringatan siber sebesar 25 persen atau lebih, sejak dimulainya COVID-19.
Jumlah tersebut dinilai signifikan, terutama karena sebagian besar perusahaan yang terdampak COVID-19 tidak siap untuk mendukung sistem kerja jarak jauh secara aman.
BACA JUGA: Kelakuan Paman dan Keponakan Ini tak Patut Ditiru
Mayoritas perusahaan di Indonesia percaya perubahan kebijakan keamanan siber diperlukan untuk mengatasi situasi saat ini.
Namun, kemungkinan besar perubahan tidak dibuat permanen atau dilanjutkan setelah pandemi selesai.
Sebanyak 53 persen responden menyatakan perubahan kebijakan keamanan siber yang permanen hanya sekitar 30 persen, atau kurang dari keseluruhan kebijakan yang dibuat saat ini.
"Perusahaan harus menyadari ketahanan siber itu merupakan sesuatu yang harus dilakukan sejak awal, dan bukan sebagai akibat dari peristiwa yang akhir terjadi pelanggaran siber," ujar Cisco Director of Cybersecurity untuk ASEAN, Juan Huat Koo.
Lebih lanjut lata Juan Huat Koo, ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam meningkatkan keamanan tersebut.
Pertama, mengadopsi strategi zero trust untuk memverifikasi identitas pengguna sebelum memberikan akses ke aplikasi perusahaan, atau dengan kata lain strateginya ialah untuk melindungi tenaga kerja, beban kerja dan tempat kerja.
"Kedua, otentikasi multi-faktor. Kebanyakan Cisco menemukan pelanggaran keamanan siber terjadi dimulai dari kehilangan password. Karena itu, penting mengimplementasikan otentikasi multifaktor," pungkasnya. (antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 2 Mucikari Dibekuk di Jakarta, Layanannya Sampai Tarakan, Ada Paket Bertiga
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha