jpnn.com - JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menggandeng UOP LLC untuk melaksanakan bankable feasibility study (BFS) pada Rencana Induk Pengembangan Kilang Pertamina (RIPKP). Kerja sama dengan anak perusahaan teknologi manufaktur berbasis di AS, Honeywell, itu diharapkan menjadi landasan bagi modernisasi kilang-kilang BUMN energi tersebut.
UOP merupakan perusahaan penyedia teknologi kilang minyak dan petrokimia terkemuka di dunia. Perusahaan tersebut sudah menjadi licensor utama teknologi kilang-kilang Pertamina empat dekade terakhir. Karena itu, UOP dipilih untuk mengembangkan rencana induk untuk meningkatkan nilai aset hilir Pertamina.
BACA JUGA: Menteri PU Dukung Gagasan Tol di Atas Laut Jakarta-Surabaya
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan alokasi dana dari United States Trade and Development Agency (USTDA) senilai USD 1,07 juta. Dana grant tersebut bakal digunakan untuk membiayai sebagian program BFS.
"Rencana ini akan menjadi landasan bagi Pertamina untuk menjadi world class downstream business (pemain bisnis hilir migas kelas dunia)," ujarnya di Jakarta, Senin (7/10).
Dia menjelaskan, industri hilir memang harus digenjot seiring meningkatnya kebutuhan produk turunan migas. Misalnya, konsumsi bahan bakar di Indonesia yang telah meningkat rata-rata 8 persen per tahun. Pertumbuhan yang terjadi dalam lima tahun terakhir itu disebabkan perekonomian nasional yang membesar.
BACA JUGA: Penumpang Keluhkan Tas Hilang di Kabin Lion Air
"Kami memperkirakan tren tersebut terus berlanjut pada lima tahun mendatang. Rata-rata pertumbuhan permintaan minimal 5 persen per tahun," tambahnya.
Selain itu, kebutuhan produk petrokimia di tanah air terus meningkat. Faktor yang memengaruhi, antara lain, lahirnya pusat-pusat industri manufaktur selain Jakarta. Dengan begitu, pasar petrokimia diperkirakan berkembang beberapa tahun ke depan. Nilai pasar petrokimia Indonesia diprediksi mencapai USD 30 miliar pada 2018. Dari perkirakan tersebut, Pertamina menargetkan penguasaan pangsa pasar 30 persen.
BACA JUGA: 673 Penerbangan Dibatalkan Selama KTT APEC 2013
"Untuk itu, Pertamina perlu memodernisasi infrastruktur hilir guna memenuhi permintaan yang terus meningkat, baik energi maupun produk petrokimia di Indonesia," jelasnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, Pertamina dan pemerintah memang gencar mengembangkan kilang. Hal tersebut seiring prediksi kebutuhan BBM yang mencapai 77 juta kiloliter (kl) pada 2018. Padahal, kapasitas kilang saat ini hanya 40 juta kiloliter. Hal itu berpotensi Indonesia harus mengimpor 37 juta kl pada 2018.
Untuk mengatasi hal itu, Indonesia membutuhkan setidaknya tiga kilang baru dengan kapasitas masing-masing 300 ribu barel per hari pada 2018. Dengan begitu, pemerintah dapat mengurangi kebergantungan pada impor BBM. Saat ini Pertamina mengoperasikan lima kilang besar dengan total kapasitas 1,035 juta barel per hari. Volume tersebut menjadi kapasitas terbesar di Asia Tenggara dan terbesar kelima di Asia. (bil/c2/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jasa Marga Prioritaskan Tol Jakarta-Surabaya
Redaktur : Tim Redaksi