jpnn.com - Pengobatan dengan stem cell di Indonesia mulai banyak diaplikasikan. Sayangnya, fasilitas dan dukungan untuk mengembangkan pengobatan itu masih terbatas. Itulah sebabnya, RSUD dr Soetomo perlu belajar dari Royan Institute Iran, salah satu pusat pengembangan stem cell terbaik di dunia.
TITIK ANDRIYANI, Surabaya
BACA JUGA: Kisah Para Karyawan Merpati Setelah 3 Bulan Tanpa Gajian
MESKI masih diembargo dari berbagai negara Barat, tidak menjadikan Iran pasif dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Setidaknya untuk pengobatan dengan stem cell. Di negara tetangga Iraq tersebut, stem cell mempunyai prospek yang cemerlang.
Karena itu, RSUD dr Soetomo perlu mengirimkan tim ke Royan Institute, Teheran, Iran. Tujuannya mempelajari stem cell secara lebih dalam. Royan Institute bukan lembaga di bawah pemerintah seperti halnya RSUD dr Soetomo yang merupakan rumah sakit milik Pemprov Jatim. Royan Institute berdiri sendiri dan menjadi besar lantaran dukungan para donatur sehingga kini menjadi lembaga yang established.
BACA JUGA: Taipei Cycle 2014, Tempat Membuka Mata Melihat Inovasi Sepeda
Royan Institute termasuk salah satu institusi yang sudah cukup lama mengembangkan model pengobatan stem cell Mereka memulainya sejak 1990. Pengembangan pengobatan ini dimulai untuk kasus infertilitas (ketidaksuburan).
Dalam kunjungan singkat pada 20-22 Februari lalu, RSUD dr Soetomo mengirimkan enam dokter ahli. Yakni, ahli laboratorium stem cell Prof Dr drh Fedik Abdul Rantam dan dr Purwati SpPD, serta dokter pengguna stem cell, seperti Dr dr Ferdiansyah SpOT (K), dr Asra Al Fauzi SpBS, dr Joni Wahyuadi SpBS (K), dan Dr dr Kohar SpAn KIC KAP.
BACA JUGA: Banyak Belajar saat Berada di Amerika
Dalam kunjungan itu mereka langsung disambut Presiden Royan Institute Hamid Gourabi PhD dan Director of Royan Institute for Stem Cell Biology and Technology Hossein Baharvand. Menurut Dr dr Ferdiansyah SpOT (K), ketua Pusat Kedokteran Regeneratif Stem Cell RSUD dr Soetomo, banyak capaian di bidang stem cell yang dimiliki Royan Institute. Itulah yang menjadi alasan tim RSUD dr Soetomo memilih studi banding ke sana.
Ferdiansyah mengungkapkan, riset yang dilakukan Royan Institute di bidang stem cell terbanyak nomor tiga di dunia. “Selain belajar lebih dalam tentang stem cell, kami melakukan penjajakan kerjasama,” ucapnya.
Rencananya, pihak RSUD dr Soetomo meneken memorandum of understanding (MoU) dengan pihak Royan Institute di bidang riset dan pengembangan pendidikan. Kedua pihak bakal saling belajar. Tenaga medis Royan akan belajar di Surabaya, sedangkan RSUD dr Soetomo mengirimkan tim dokter, teknisi, dan laboratoris ke Teheran.
Namun, yang utama, RSUD dr Soetomo ingin meniru cara Royan Institute dalam menggalang donatur sehingga bisa mengembangkan riset stem cell dengan sangat maju. Juga cara melatih SDM (sumber daya manusia) dan mengembangkan fasilitasnya. Sebab, stem cell termasuk “ilmu baru” di Indonesia yang memiliki dampak luas terhadap mutu pelayanan kesehatan sehingga pantas dikembangkan.
Dalam menggalang dana, Royan Institute awalnya mengajukan proposal kepada calon donatur. Mereka menjelaskan besarnya potensi stem cell untuk berbagai pengobatan penyakit. Begitu pula berbagai riset di bidang itu. Tentu, calon donatur tak serta merta menyetujui proposal yang ditawarkan. Mereka melihat kesungguhan lembaga medis itu dalam mengembangkan ilmu stem cell.
Baru setelah pihak Royan Institute menunjukkan keseriusan dalam melakukan berbagai riset hingga diakui dunia internasional, para donatur akhirnya memberikan support secara kontinu. Hingga sekarang dukungan itu terus mengalir untuk pengembangan ilmu ini.
Bahkan, Royan Institute mampu membangun fasilitas yang sangat memadai. Di antaranya dua laboratorium yang lengkap untuk mengembangkan ilmu ini. Mereka juga mendirikan bank stem cell yang donasi jaringannya dari negara-negara di Timur Tengah.
Satu per satu hasil riset pun dihasilkan. Mereka sudah mampu mengkloning hewan dengan stem cell. “Para ahli di Royan Institute beberapa kali berhasil melakukan kloning pada kambing dengan ilmu itu,” jelas spesialis dan konsultan ortopedi itu.
Royan Institute mempunyai sarana pelayanan aplikasi stem cell yang lengkap, terutama untuk infertilitas (ketidaksuburan). Mereka juga bisa melakukan pengobatan stem cell untuk kornea mata dan vitiligo. “Sebenarnya apa yang mereka lakukan kami juga bisa. Hanya, di sini terbentur pada fasilitas yang ada,” ungkap dr Ferdiansyah.
Royan Institute mempunyai empat gedung untuk penanganan stem cell. Dua gedung khusus laboratorium, dua lainnya untuk pelayanan dan bank sel punca. Bandingkan dengan RSUD dr Soetomo yang hanya memiliki satu lantai khusus untuk stem cell di Gedung Diagnostik Center (GDC).
Penelitian di Royan Institute juga jauh lebih maju. Pada 2013, misalnya, mereka berhasil mengadakan 75 riset. Sebaliknya, RSUD dr Soetomo hanya mampu menghasilkan 10 riset.
Akselerasi Royan dalam pengembangan ilmu ini juga boleh dibilang cepat. Tak heran, tiap tahun mereka bisa melayani sekitar 4.000 pasien yang datang dari berbagai negara. Di antaranya dari Iraq, Kuwait, Syria, dan negara-negara Timur Tengah lainnya.
Selama ini RSUD dr Soetomo sudah menerapkan pengobatan stem cell untuk berbagai penyakit. Misalnya, diabetes melitus, stroke, osteoporosis, leukemia, patah tulang, kelumpuhan karena trauma tulang belakang, gangguan penglihatan retina, dan parkinson.
Menurut Ferdiansyah, sejatinya RSUD dr Soetomo mempunyai modal untuk menjadi pusat pengembangan stem cell di Indonesia. Sebab, rumah sakit yang menjadi rujukan pasien di Indonesia Timur itu memiliki SDM yang andal di bidang stem cell. Kendalanya, support dana untuk mengembangkan keilmuan itu masih rendah.
Sementara itu, stem cell termasuk bidang kesehatan advanced. Tim RSUD dr Soetomo sendiri telah membuat kalkulasi. Dana yang dibutuhkan untuk pengembangan fasilitas dan peralatan sekitar Rp 50 miliar, sedangkan untuk gedung sekitar Rp 20 miliar.
Karena itu, RSUD dr Soetomo berharap ada dukungan donatur untuk program ini. Perusahaan-perusahaan besar yang memiliki corporate social responsibility (CSR) diharapkan tergerak untuk mendukung pengembangan bidang ilmu kedokteran ini. “Dengan syarat, kerjasama atau bantuan yang diberikan sifatnya tidak mengikat seperti yang dilakukan di Royan,” tambah Dr dr Joni Wahyuadi SpBS (K).
Joni mencontohkan, di Tiongkok pengembangan stem cell banyak ditopang oleh warganya yang sukses di luar negeri. Mereka mau membantu karena potensi ilmu ini untuk kemajuan ilmu kedokteran sangat besar. Apalagi, masyarakat yang menginginkan pengobatan dengan sistem stem cell cukup banyak.
Dia menyebut, selama ini sekitar 30 pasien per bulan menghendaki pengobatan dengan stem cell. Mereka dari berbagai daerah di Indonesia. Namun, RSUD dr Soetomo baru mampu melayani sebagian. Sebab, fasilitas yang dimiliki masih terbatas. Akibatnya, banyak pasien yang lari ke luar negeri.
“Nah, kami ingin membendung masyarakat agar jangan lari ke luar negeri untuk mendapatkan pengobatan ala stem cell,” ujar spesialis dan konsultan bedah saraf itu. (*/c2/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mama Ade Sara: Saya Yakin Mereka Anak yang Baik
Redaktur : Tim Redaksi