jpnn.com, JAKARTA - Program makanan bergizi bagi anak sekolah dan balita yang menjadi andalan presiden dan wapres terpilih Prabowo-Gibran berdampak positif bagi peningkatan kualitas SDM Indonesia.
Ini dibuktikan dengan hasil studi yang dilakukan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA), Yayasan Edufarmers bersama Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan, Universitas Indonesia (PKGK UI) untuk mengukur kecukupan gizi anak-anak Indonesia.
BACA JUGA: Atasi Stres dengan Mengonsumsi 10 Makanan Bergizi Ini
Sebanyak lebih dari 1.000 anak sekolah dasar, taman kanak-kanak dan balita mendapatkan makanan bergizi pada Mei-Juni lalu, di 5 kota: Padang, Sragen, Mempawah, Malang dan Makassar.
"Studi ini menguji 3 model pemberian makan bergizi, yakni Ready to Eat (RTE), Ready to Cook (RTC) dan Swakelola. Tujuannya untuk menganilisis efektivitas setiap model sekaligus memantau proses produksi, pemenuhan kebutuhan gizi, hingga distribusinya.," kata Direktur Corporate Affairs JAPFA Rachmat Indrajaya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (25/9).
BACA JUGA: 16 Ribu Siswa Ikut JAPFA for Kids 2022, Ada yang Baru
Dia mengungkapkan konsumsi protein hewani di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara maju dan beberapa negara ASEAN.
Sebagai produsen protein hewani berkualitas, JAPFA berkomitmen menyediakan pangan yang bergizi dan terjangkau, sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 2: Zero Hunger, serta mendukung visi Indonesia Emas 2045.
BACA JUGA: Kenali dan Cegah Wasting, Gizi Buruk Pada Anak
Dia menyebutkan, studi ini disiapkan selama tiga bulan, mulai dari konsep model pemberian makan hingga pemilihan lokasi, sebelum akhirnya disosialisasikan pada awal Mei lalu.
Wilayah cakupan studi meliputi daerah sekitar unit operasional JAPFA, yakni SDN 06 Batang Anai di Padang, Sumatera Selatan; SDN 01 Duyungan di Sragen, Jawa Tengah; Posyandu Kecamatan Bululawang di Malang, Jawa Timur; SDN 03 Sungai Pinyuh di Mempawah, Kalimantan Barat; serta SD Bugatun Mubarakah dan TK Asoka di Makassar, Sulawesi Selatan.
"Selama enam minggu berturut-turut, setiap wilayah diuji coba selama sepuluh hari untuk setiap model pemberian makanan, yang kemudian diukur dan dievaluasi angka kecukupan gizi dan efektivitas pelaksanaannya," terangnya.
Pada kesempatan sama, Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH, ahli gizi kesehatan masyarakat PKGK UI menyampaikan dari hasil observasi ditemukan konsumsi protein hewani masih relatif rendah, kecuali telur.
Selain itu, sebanyak 63% siswa tidak terbiasa membawa bekal. Meskipun demikian, status gizi siswa dilihat dari berat dan tinggi badan, tergolong normal berdasarkan standar WHO dan Kemenkes.
Dari ketiga model pemberian makanan bergizi yang dilakukan, Prof. Fika melanjutkan, model Swakelola memiliki tingkat konsumsi tertinggi diantara siswa dengan persentase 84%, diikuti oleh Ready to Cook (RTC) dengan persentase 83%.
"Secara keseluruhan, jumlah anak dengan status gizi buruk/kurang, berkurang 2,8% pascaprogram. Program ini berhasil meningkatkan asupan gizi siswa, terutama dalam hal protein dan buah yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan siswa," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Food Security Review (IFSR) I Dewa Made Agung mengungkapkan studi percontohan yang dilakukan oleh JAPFA dan PKGK UI dapat menjadi referensi penting untuk implementasi program makan bergizi di sekolah-sekolah. Dari studi ini juga dapat dilihat penyusunan rentang biaya yang perlu disesuaikan dengan daerahnya.
Selain itu, lanjutnya, perlunya memastikan bahwa produsen menghasilkan bahan makanan yang berkualitas dan terjamin keamanan pangannya, serta higienitas dalam proses produksi untuk hasil yang optimal. Seperti daging ayam yang berasal dari rumah potong ayam yang memenuhi standar dan memiliki sertifikat NKV.
“Kami berharap hasil studi ini dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait," kata Rachmat.
Dia menegaskan pihaknya mendukung dan terbuka untuk berkolaborasi lebih lanjut dalam penyediaan protein hewani guna meningkatkan kualitas generasi muda Indonesia. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad