Suara Nonmuslim Lebih Berpengaruh, Salah Satu Pemicu Radikalisme

Jumat, 10 Mei 2019 – 08:00 WIB
Yenny Wahid. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Wahid Foundation (WF) Zannuba Ariffah Chafsoh atau biasa dipanggil Yenny Wahid mengungkapkan, radikalisme dan intoleransi bisa ditangkal lewat pendekatan kesejahteraan.

Dari sejumlah riset dan survei WF, salah satu faktor utama penyebab intoleransi dan radikalisme adalah perasaan terganggu serta terampas dari kehidupan sosial, politik atau ekonomi.

BACA JUGA: Yenny Wahid Imbau Pemenang Pilpres 2019 Rangkul yang Kalah

"Misalnya ekonomi orang Islam lebih buruk, muslim diperlakukan tidak adil, atau suara non-muslim lebih berpengaruh dibanding umat Islam," kata Yenny dalam diskusi Ramadan bertajuk Peran Media Memerkuat Toleransi di Rumah Pergerakan Gus Dur, Kamis (9/5).

Perhelatan ini sekaligus menandai aktifnya kembali Yenny di lembaga yang didirikannya pada 2004. Sebelumnya dalam masa kampanye, Yenny memutuskan nonaktif sebagai direktur WF karena menjadi tim sukses Jokowi-Ma'ruf.

BACA JUGA: Yenny Wahid Berharap Ibu Kota Baru Terapkan Konsep Smart City

BACA JUGA: Sebut Jokowi Keturunan PKI, Anak Bos Travel Umrah Dibekuk Polisi

Yenny melanjutkan, dari survei nasional tren toleransi di kalangan perempuan muslim Indonesia 2017, tercatat 14,8 persen responden atau sekitar 24 juta muslim, jika diproyeksikan dengan 164 juta pemilih muslim di tanah air, memiliki perasaan terdeprivasi.

BACA JUGA: Yenny Wahid dan Najwa Shihab Layak jadi Menteri, tapi Ada Rintangan

"Jumlah mereka yang netral, artinya antara merasa terdeprivasi atau tidak, lebih banyak lagi sekitar 57,5 persen atau sekitar 94 juta muslim," ucapnya.

Masih dalam laporan sama, penilaian terhadap ekonomi nasional (termasuk terhadap kondisi keagamaan dan penegakan hukum) juga menjadi salah satu faktor paling berpengaruh meningkatkan risiko tindakan radikalisme.

Sebanyak 4,2 persen responden mengaku jika kondisi keamanan, penegakan hukum, dan ekonomi nasional dinilai buruk. Sementara 44,5 persen menyatakan baik, dan 51,3 persen mengatakan sedang.

"Perasaan terancam, terdeprivasi bisa membesar lewat informasi hoaks atau ujaran-ujaran kebencian di medsos. Apalagi masih dijumpai ketimpangan ekonomi dan sosial di tengah masyarakat. Di sinilah perusahaan medsos dan pers berperan besar dalam mengurangi intoleransi," paparnya.

BACA JUGA: Petanya Menjadi Jelas, Siapa Saja Aktivis yang Berkhianat

Dia menambahkan, pemerintah bisa mengurangi radikalisme dan intoleransi melalui kohesi sosial, penguatan kesejahteraan sosial, dan penguatan literasi. Jika intervensi pemerintah ini berhasil akan diperoleh generasi tangguh terhadap paparan intoleransi dan radikalisme. (esy/jpnn)

Simak Video Pilihan Redaksi :

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jika Jokowi - Amin Menang, Yenny Wahid Bisa jadi Mensos, Najwa Shihab?


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler