jpnn.com - JAKARTA - Wacana kebijakan subsidi BBM yang diinginkan pemerintah berlaku mulai tahun ini, semakin menjadi sorotan. Salah satunya, keinginan mengubah skema subsidi menjadi fluktuatif mengikuti perubahan harga. Berbagai masukan pun masuk, ini memang menjadi PR besar bagi presiden terpilih nanti. Berani tidak mengambil sikap tegas agar APBN tak lagi hancur-hancuran.
Wacana subsidi BBM fluktuatif tersebut rupanya disetujui beberapa pengamat migas termasuk Pri Agung Rakhmanto. Direktur ReforMiner Institute itu mengatakan, skema subsidi tersebut sebenarnya sudah diusulkan sejak lama oleh Kementerian Keuangan. Namun, usul tersebut belum terealisasi sampai sekarang.
BACA JUGA: BBM Tak Mungkin Naik sampai Oktober
"Tapi kalau memang bisa direalisasikan saya rasa itu bagus. Terutama efeknya terhadap APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Risiko besaran subsidi BBM yang diubah menjadi kecil," jelasnya kepada media ini kemarin (6/4).
Sebenarnya, dia mengaku sempat melakukan simulasi terhadap skema tersebut. Menurutnya, penerapan subsidi fluktuatif tersebut bisa dilakukan seperti penjualan Pertamax. Menurutnya, harga BBM bersubsidi bisa ditentukan dua minggu hingga satu bulan sekali.
BACA JUGA: Properti Malaysia Gaet Pembeli Indonesia
"Kalau Pertamax kan harganya ditentukan dua minggu sekali. Dengan begitu, masyarakat tidak akan kaget dalam perubahan. Dengan begitu mereka juga bisa terbiasa dengan fluktuasi harga BBM," tambahnya.
Dia menyebutkan, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam skema tersebut. Salah satunya, besaran selisih harga dalam penentuan perubahan harga. Menurutnya, perubahan harga tak boleh terlalu besar. Sebab, hal tersebut bisa terjadi memancing keluhan masyarakat.
BACA JUGA: Harga Cabai Rawit Segera Turun
"Kenaikannya sama seperti Pertamax. Mungkin Rp 100-350 dalam setiap kenaikan. Dan tentu saja bisa turun jika memang faktor penentunya turun," jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah harus menerapkan batas atas dan batas bawah terhadap harga BBM subsidi. Alasan dari batas atas itu adalah agar tak melewati daya beli masyarakat. Sekaligus, kemampuan anggaran pemerintah dalam menyediakan subsidi bisa masih terjaga.
"Nanti setiap tahun pemerintah bisa menetapkan harga acuan awal. Inilah yang nanti diberi batas atas dan batas bawah. Kisaran tersebut nantinya bakal jadi ruang gerak harga BBM tahun itu. Tentu saja, harga acuan awal harus dirumuskan dengan asumsi-asumsi dasar. Seperti kurs dolar, harga minyak mentah, juga pergerakan ekonomi," ungkapnya.
Soal realisasi dari wacana tersebut, Pri Agung yakin hal tersebut tak kan terjadi dalam waktu dekat. Secara politik, kebijakan tersebut mustahil dilakukan dalam masa peralihan pemerintah.
Menurutnya, pemerintah paling tidak harus menunggu 100 hari kepemerintahan untuk menerapkan kebijakan tersebut. "Paling cepat bulan Oktober. Sebelum itu tidak mungkin secara politik," ungkapnya.
Meski begitu, dia berharap pemerintah baru bisa tegas dan menerapkan perubahan tersebut. Meski bakal mendapatkan protes keras, dia berpendapat kebijakan ini bisa memberikan dampak bagus terhadap perkembangan Indonesia.
"Nanti mereka bisa mengalokasikan untuk hal yang lebih produktif. Hal yang bisa menyentuh langsung masyarakat. Dengan begitu mereka bisa merasakan langsung manfaat BBM. Karena itu, masyarakat seharusnya lebih memahami masalah ini," tambahnya. (bil/jpnn/che/k8)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bintang Toedjoe Gelar Aksi Laki Recovery Kelud
Redaktur : Tim Redaksi