Subsidi Ciptakan Industri Besar Berdaya Saing Semu

Senin, 14 April 2014 – 17:06 WIB

jpnn.com - JAKARTA—Implementasi penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) melalui pencabutan subsidi bagi industri golongan menengah (I-3 go public) dan besar (I-4) tinggal menghitung hari. Mulai 1 Mei hingga Desember 2014, kebijakan penghapusan subsidi ini akan dilakukan secara bertahap setiap dua bulan.

Pemerintah bersama DPR telah menetapkan penghapusan subsidi ini merupakan skema terbaik untuk mengatasi krisis listrik. Di sisi lain, kebijakan penghapusan subsidi ini juga akan menghemat subsidi listrik hingga Rp 8,85 triliun pada 2015.

BACA JUGA: Permendag Ekspor Timah Dinilai Ciptakan Oligopoli

“Kebijakan penghapusan subsidi ini memang harus dilakukan. Jika subsidi itu tetap diberikan, akan menciptakan daya saing semu bagi industri menengah dan besar. Ini tentu akan merugikan baik bagi industri itu sendiri maupun bagi negara,” ujar Ferry Dzulkifli, peneliti Lembaga Kajian Teknologi dan Industri TENOV, saat dihubungi wartawan pada Senin (14/4).

Idealnya, kata Ferry subsidi diberikan untuk membantu atau mendorong individu atau pelaku usaha agar memiliki daya saing yang tinggi. Biasanya, diberikan kepada industri atau usaha skala kecil (UKM) yang benar-benar membutuhkan. Karena itu, sangat tidak tepat dan berlebihan jika subsidi itu diberikan kepada industri menengah dan besar apalagi yang sudah go public.

BACA JUGA: Mei, Garuda Buka Rute Jeddah-Makassar dan Jeddah-Medan

Pasalnya, perusahaan go public, secara normatif seharusnya adalah perusahaan  yang sehat secara finansial. Ini sebagaimana diatur dalam PP No. 45Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal dan Keputusan BAPEPAM-LK No. 334 Tahun 2007 tentang  Perizinan Perusahaan Efek. “Dari ketentuan itu, sangat jelas bahwa industri menengah dan besar terutama yang go public tidak layak menerima subsidi,” ujarnya. “Jika terus-menerus disubsidi, dalam jangka panjang tentu akan membebani keuangan Negara,” tambahnya.

Di sisi lain, karena secara rata-rata  porsi biaya listrik sangat kecil, dampak kenaikan TTL (jika subsidi dicabut) tidak berpengaruh signifikan terhadap profit perusahaan. Meski demikian, alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini tak menutup mata jika dalam golongan I-3 go public dan I-4 ini, ada perusahaan yang daya survivalnya rendah.

BACA JUGA: BBM Subsidi Dipertegas

Karena itu, langkah pemerintah dengan menerapkan kebijakan penghapusan subsidi ini secara bertahap tentu sangat tepat, terutama untuk mengurangi tekanan “seketika“  kenaikan biaya bagi perusahaan.

“Saya setuju jika kondisi seperti ini, perusahaan diberikan kesempatan untuk membayar dengan  cicilan dan diberikan insentif program restrukturisasi mesin  yang lebih hemat listrik,” ujarnya.

Jika memang subsidi sudah dicabut maka pemerintah harus memberikan kompensasidengan tujuan untuk mengurangi tekanan biaya perusahaan.

“Dana hasil pengurangan subsidi ini sebaiknya memang tidak diserahkan kepada PLN. Namun, digunakan untuk pemberantasan biaya‘siluman’ (high cost economy), perbaikan infrastruktur dan logistik, reformasi birokrasi dankemudahan dalam perizinan,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah bersama DPR telah menetapkan akan melakukan penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) melalui pencabutan subsidi bagi industri golongan menengah (I-3 go public) dan besar(I-4). Secara rinci, tarif dasar listrik untuk golongan I-3 yang melantai di pasar modal mulai Mei tahun ini akan naik 38,9%. Sedangkan tarif dasar listrik untuk golongan I-4 pada periode yang sama akan naik sebesar 64, 7%.

Golongan I-3 yang melibatkan 371 perusahaan adalah pelanggan dengan daya lebih dari 200 kilovolt amperc (kVA) hingga 30.000 kVA, sedangkan kelompok I-4 yang melibatkan 61 perusahaan merupakan pelanggan dengan daya di atas 30.000 kVA. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Apresiasi Pelanggan, Indosat Kopi Darat dengan Komunitas Pecinta Android


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler