Subsidi LPG Terus Membangkak, Diversifikasi Energi Harus Jadi Prioritas

Rabu, 07 April 2021 – 21:40 WIB
LPG 3 Kg. Foto dok Humas Pertamina

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif ReForminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pengurangan impor LPG harus menjadi prioritas.

Pasalnya, selain konsumsinya terus membesar, produksi LPG di dalam negeri juga cenderung rendah.

BACA JUGA: Ibu Mertua Laporkan Hotma Sitompoel

Karena itu, upaya pemerintah untuk memangkas ketergantungan energi impor dinilai sebagai langkah tepat.

Salah satunya adalah dengan mengalihkan penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) ke energi yang bersumber di dalam negeri.

BACA JUGA: Danone Indonesia Bagikan Ribuan Botol AQUA untuk Bantu Korban Bencana di NTT

"Tren yang ada menunjukkan konsumsi dan impor LPG terus meningkat setiap tahun. Jika tidak berani melakukan perubahan, impornya akan semakin besar dan ini akan jadi beban pemerintah karena disubsidi," ujar Komaidi, Rabu (7/4).

Berdasarkan proyeksi Kementerian Energi dan SUmber Daya Mineral (ESDM), impor LPG sampai 2024 akan mencapai 11,98 juta ton.

BACA JUGA: Lewat Cara ini Jamkrindo Perkuat Usaha Rakyat di Kala Pandemi

Sementara produksi LPG hanya sebanyak 1,97 juta ton per tahun. Kapasitas produksi kilang LPG di dalam negeri sendiri ditargetkan sekitar 3,98 juta ton pada 2024.

Akibat arus impor LPG yang kian membesar, pada 2021 pemerintah terpaksa mengalokasikan subsidi hingga senilai Rp37,85 triliun.

Menurut Komaidi, besarnya angka subsidi LPG tersebut sejatinya bisa digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur gas bumi.

Selain sumber gas bumi masih sangat besar, selama ini penggunaan gas bumi terbukti lebih efisien dan aman.

Kuncinya, lanjut Komaidi, pemerintah serius dan konsisten untuk mendorong pembangunan infrastruktur.

Komaidi menyayangkan beberapa program pembangunan jaringan gas (jargas) untuk rumah tangga hingga kini hasilnya tidak optimal.

"Perlu ada konsistensi dan komitmen riil bahwa program yang baik seperti pembangunan jargas  4 juta rumah tangga bisa diwujudkan. Energi ini adalah kebutuhan yang terus menerus, karena itu perlu kebijakan yang komprehensif, jangan parsial apalagi coba-coba," ucapnya.

Di tengah beban berat subsidi LPG, sejumlah rencana memang mulai dimunculkan. Salah satunya adalah rencana program 1 juta kompor listrik yang digagas oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Program ini merupakan upaya untuk memaksimalkan cadangan listrik PLN yang mengalami over supply.

Komaidi menilai program 1 juta kompor cukup baik dengan adanya upaya diversifikasi energi.

Namun, dia melihat pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan program sebelumnya yang juga menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi impor LPG.

"Harusnya program jargas bisa lebih jadi prioritas. Apalagi pembangunan infrastruktur seperti jaringan pipa ini juga akan menciptakan multiplier ekonomi untuk memulihkan ekonomi akibat pandemi," tegasnya.

Dari segi efisiensi, Komaidi menilai lokasi wilayah sangat menentukan. Artinya, untuk wilayah yang sudah memiliki infrastruktur dan pasokan gas maka jargas relatif lebih murah.

Namun, untuk wilayah yang tidak memiliki potensi gas, maka kompor listrik lebih fleksibel mengingat distribusi listrik bisa lebih menjangkau daerah yang lebih sulit sekalipun.

“Saran saya untuk wilayah yang memang memiliki sumber gas atau masih terjangkau untuk dapat dipenuhi pasokan gasnya lebih baik jargas dioptimalkan terlebih dahulu," kata Komaidi.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... LokerBandung.id, Solusi Pencari Kerja Zaman Now


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
subsidi   LPG   energi   ESDM   subsidi LPG  

Terpopuler