Sudah 2 Bulan Pansus Angket KPK Bekerja, Beginilah Hasilnya

Minggu, 20 Agustus 2017 – 23:03 WIB
Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Masinton Pasaribu, Jumat (11/8/2017). Foto: Humas DPR

jpnn.com, JAKARTA - Panitia Khusus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus Angket KPK) sudah lebih dari dua bulan bekerja. Hasilnya, pansus pimpinan politikus Golkar Agun Gunandjar Sudarsa itu sudah mengantongi berbagai sejumlah tentang persoalan di KPK.

Menurut Wakil Ketua Pansus Angket KPK Masinton Pasaribu, ada empat temuan penting tentang lembaga antirasuah yang kini dipimpin Agus Rahardjo itu. "Yakni tata kelola kelembagaan, SDM, proses peradilan pidana, dan tata kelola anggaran," ujar Masinton kepada media, Minggu (20/8).

BACA JUGA: KPK Ingatkan Kemenkumham Tak Obral Remisi ke Napi Korupsi

Politikus PDI Perjuangan itu menjelaskan, dalam tata kelola kelembagaan, KPK diberi mandat khusus oleh undang-undang sebagai lembaga negara yang bertugas mencegah dan menindak pidana korupsi. Maka, operasional penanganan perkara yang ditangani KPK pastinya lebih besar daripada kepolisian dan kejaksaan.

Sayangnya, uang negara yang mampu dikembalikan KPK tidak begitu signifikan. Lagi pula, kata Masinton, kinerja KPK dalam penanganan perkara korupsi masih jauh dari harapan.

BACA JUGA: Ratusan Kades Bertemu Pimpinan KPK, Ada Apa?

Anggota Komisi III DPR itu menilai KPK terlalu mengandalkan penyadapan untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sehingga banyak perkara-perkara besar dengan kerugian negara yang sangat besar tidak bisa ditangani dengan cepat. Contohnya dalam kasus Pelindo II dan Bank Century.

MAsinton juga menyebut KPK gagal memfungsikan diri sebagai trigger mechanism bagi aparat penegak hukum lainnya seprti kepolisian dan kejaksaan. Bahkan, katanya, KPK terlihat berjalan sendiri sehingga tugas supervisi dan koordinasi tidak berjalan baik.

BACA JUGA: Novanto Absen, Presiden Jokowi Serahkan RAPBN 2018 ke Fadli Zon

"Seperti bertindak di luar kewenangannya. Contohnya pada kasus pengambilalihab peran LPSK (Pembaga Perlindungan Saksi dan Korban, red) dalam memberikan perlindungan saksi dan korban. Dalam undang-undang, LPSK jadi ujung tombaknya," tutur Masinton.

Sedangan tentang tata kelola SDM, ada empat pegawai KPK yang tidak dipensiunkan meskipun sudah mencapai batas usia pensiun. Menurut Masinton, hal itu tentu melanggar PP 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen SDM KPK.

Pansus juga menemukan ada 29 pegawai atau penyidik KPK yang diangkat sebagai pegawai tetap namun belum diberhentikan dan mendapat persetujuan tertulis dari instansi asalnya. Bahkan, hal itu juga menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sedangkan dalam konteks peradilan pidana, Pansus Angket KPK melihat komisi antirasuah itu cenderung melakukan pelanggaran dalam dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Terutama terkait pengelolaan informasi yang menyangkut kasus atau perkara yang ditangani.

"Seperti bocornya BAP, yang seharusnya dilindungi tapi sering dibocorkan sehingga menimbulkan ekses, terjadi peradilan opini terhadap nama-nama yang disebut," sebut anggota komisi III DPR itu.

Selanjutnya, kata Masinton, KPK bertindak di luar aturan KUHAP. Contohnya, sesorang yang diperiksa di KPK tidak boleh didampingi pengacara.

"Pelanggaran KPK, penyidik merekayasa saksi untuk memberikan keterangan palsu. Penyidik juga bertindak melakukan atau bertindak memberikan kesaksian palsu juga," ucapnya.

Adapun dari sisi anggaran, ada temuan BPK tentang pegawai KPK yang diberikan gaji dobel, pembayaran perjalanan dinas yang bermasalah, hingga pembangunan gedung baru ataupun pengadaan rumah aman. "Itu kan tidak ada dalam undang-undang, apa landasannya dan bagaimana penyewaan tempat, uangnya dari mana?" tutur Masinton.

Karena itu Masinton menegaskan, KPK harus mau diawasi agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang menabrak aturan hukum dan melahirkan peradilan sesat. Apalagi, Presiden Joko Widodo sudah mengatakan tidak boleh ada lembaga di atas lembaga lainnya sehingga tidak mau dikontrol dan diawasi.

"Pemberantasan korupsi menjadi tanggung jawab semua, elemen bangsa, bukan hanya monopoli KPK. Siapa pun boleh melakukan kontrol institusi penegak hukum seperti KPK. Agar agenda pemberantasan korupsi bisa massif dan objektif," pungkas Masinton.(dna/JPC)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Miryam Ungkap Penyidik Nakal, KPK Siapkan Pemeriksaan Internal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler