jpnn.com - SUNGGUH getir kisah hidup Bustami, pria 78 tahun asal Batuampar, Akabiluru, Limapuluh Kota, Sumbar.
Setelah 66 tahun meninggalkan Ranah Minang dan sempat dikabarkan wafat di Malaysia, tidak tahunya, sulung dari tiga saudara seayah dan seibu ini, terbaring sebatang kara di Rumah Sakit Angkatan Laut, Sorong, Papua Barat. Keluarga di kampung, ingin sekali menjemputnya. Apa daya, terbentur biaya.
BACA JUGA: Bumi Berguncang Sebelum Azan Subuh, La Ilaha Illallah
FAJAR R VESKY- Batuampar
Darah Mukhlis,68, sungguh tersirap, saat mendapat kabar, kakak kandungnya bernama Bustami yang meninggalkan Ranah Minang sejak 1950 silam, ditemukan terbaring di Rumah Sakit Angkatan Laut, Sorong, Papua Barat.
BACA JUGA: Adityawarman Thaha, SBY, dan Tuanku Imam Bonjol
“Saya tidak menyangka, Uwan Ami (Uda Bustami), masih hidup,” kata Mukhlis bersama putrinya Zulraya,31, saat menghubungi Padang Ekspres, Jumat sore (9/12).
Wajar saja, Mukhlis kaget bukan kepalang. Karena Bustami sudah lama hilang tak tentu rimbanya.
BACA JUGA: Polwan Cantik Ini Cerita soal Ketagihan Moge, Lantas Tertawa
“Uwan saya itu, sejak pergi meninggalkan kampung, tidak pernah pulang-pulang. Pernah saya cari ke Tanjuangbatu, Kepulauan Riau, sekitar tahun 1964, tapi kami tidak pernah bertemu. Saat saya tiba di sana, Uwan sudah pergi lima bulan sebelumnya,” ujar Mukhlis, bergetar.
Mukhlis memiliki dua kakak kandung. Bustami merupakan kakak sulungnya. Sedangkan kakak keduanya, perempuan, bernama Rahmani,74.
Mereka, merupakan buah cinta dari pernikahan almarhum Abdul Rahman dengan almarhumah Rahniah. Pernikahan suami-istri ini, kandas pada 1950 silam.
"Kakek dan nenek saya berpisah sekitar tahun 1950. Setelah berpisah, kakek saya, Abdul Rahman yang seorang Buya, pergi merantau. Awalnya ke Taratakbuluah, Riau. Kemudian ke Pekanbaru. Terakhir ke Tanjuangbatu, Kepulauan Riau. Sebelum merantau, kakek membawa pergi Pak Odang (saudara lelaki tertua ayah) saya, Pak Bustami," kata Zulraya, menimpali Mukhlis.
Sejak dibawa pergi ayahnya meninggalkan Batuampar- kampung elok permai yang sering dikunjungi Bung Hatta semasa kecil- Bustami tak pulang-pulang.
Mukhlis yang saat ditinggal masih dua tahun, belum ingat dengan wajah kakaknya itu.
Tapi setelah menginjak remaja atau saat berusia 14 tahun, ia mendapat kabar, Bustami melanjutkan Sekolah Rakyat di Taratakbuluah.
"Tamat dari Sekolah Rakyat di Taratak Buluah, Uwan Ami masuk SMP di Pekanbaru. Setelah tamat, beliau dibawa bapak ke Tanjuangbatu, Kepulauan Riau. Kala itu, bapak sudah menikah, dengan perempuan yang namanya sama dengan nama ibu kami, yakni Rahniah.
Waktu saya berusia 14 tahun, saya pergi menyusul Uwan Ami ke Tanjuangbatu. Tapi, seperti saya ceritakan tadi, kami tidak bertemu, " ujar Mukhlis.
Dari teman-teman Bustami di Tanjuangbatu, Mukhlis tidak dapat cerita, kenapa kakaknya, pergi dari pulau tersebut, meninggalkan ayah dan ibu tiri mereka.
Tapi Mukhlis tahu, setelah pergi dari Tanjuangbatu, Bustami sempat lima bulan berada di kawasan Belakang Padang yang kini menjadi sebuah kecamatan di Kota Batam.
"Menurut orang kampung kami yang menampung Uwan selama lima bulan di Belakang Padang, Uwan pergi ke Kalimantan. Setelah itu, tak ada kabar, kecuali kabar Uwan meninggal di Malaysia. Dan, saat kami sudah mengira Uwan meninggal di rantau orang, tiba-tiba pada Minggu lalu (4/12), kami mendapat informasi di Facebook, ada orang Batuampar bernama Bustami, telantar di Papua," kata Mukhlis.
Dari informasi awal yang didapat Mukhlis, Bustami yang terlantar di Bumi Cendrawasih, memang mengaku sebagai putra sulung Abdul Rahman dan Rahniah asal Batuhampar.
"Saya terus terang saja, awalnya masih ragu, karena di KTP yang kami dapat, tertulis lahir tahun 1942. Padahal, Uwan kami yang hilang, lahirnya 1938. Keluarga saya yang lain juga masih belum percaya. Lalu, kami coba komunikasi, dengan Pak Haji Adwar, orang Solok Selatan yang jadi ketua Ikatan Keluarga Minang di Papua," kata Mukhlis.
Dari Adwar, Mukhlis tidak begitu mendapat informasi, tentang pekerjaan Bustami di Papua.
Karena, Adwar sendiri, juga hanya mendapat kabar dari perantau Minang, bahwa ada orang Batuhampar, Payakumbuh, terlantar di rumah sakit.
Sebagai wujud solidaritas sesama urang awak, Adwar datang menyilau. Begitu mendapat keterangan dari Bustami, Adwar mengabarkan di jejaring sosial.
"Lewat handphone Pak Haji Adwar ini, saya sempat berbincang dengan Uwan Ami. Saya tanyakan, siapa nama teman-temanya semasa kecil. Dan dia memang menyebut, nama lima orang yang saya kenal. Saya tanya juga, kemana Uwan pergi setelah meninggalkan Tanjuangbatu? Uwan menyebut ia pergi Belakang Padang, lalu ke Kalimantan. Cocok dengan cerita yang saya dapat tahun 1964. Karena itu, saya yakin, ia kakak saya. Meski kami, belum pernah bertemu," ujar Mukhlis.
Lelaki ini mengaku, sangat ingin sekali bertemu Bustami, sekaligus menjemput kakak kandungnya itu.
Namun, persoalannya, pihak keluarga, sampai kini masih kekurangan biaya.
"Ongkos pergi ke Papua, untuk satu orang, Rp2,5 Juta. Kalau pergi berdua, lalu pulangnya sama dengan Uwan Ami, mungkin lebih kurang, butuh Rp20 juta. Itu yang masih kami pikirkan, kemana akan mencarinya," kata Mukhlis, apa adanya.
Zulraya menambahkan, ayahnya baru memiliki uang sekitar Rp2,5 juta.
"Tapi kami dengar, Pak Wali Nagari, sedang mengumpulkan uang, bersama perantau-perantau Batuhampar. Kami belum tahu, berapa terkumpul. Tapi memang, bapak saya, ingin sekali menjemput kakaknya," kata Ria yang menghubungi Padang Ekspres (Jawa Pos Group).
Disisi lain, Wali Nagari Batuampar Romi Suardi yang dihubungi Padang Ekspres secara terpisah, membenarkan, bila ia bersama perantau dan tokoh masyarakat, sedang berupaya menggalang dana, untuk memulangkan Bustami ke kampung halaman.
"Untuk teknisnya nanti, apakah dijemput ke Papua atau dinanti di Padang, itu kita rembukkan dulu dengan keluarga beliau. Karena saat ini, kita juga belum tahu, kondisi kesehatan beliau pasca operasi," kata Romi, wali nagari yang baru dilantik ini. (***/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ali Imron: Saya Ketika Itu Setara Letda
Redaktur : Tim Redaksi