Sudah Pantaskah Ahok Mendapat Remisi?

Minggu, 24 Desember 2017 – 04:15 WIB
Ahok. Foto: Miftahulhayat/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Lebih dari tujuh bulan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi terpidana. Pantaskah dia mendapat remisi?

Menurut Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel, remisi berarti mempercepat bertemunya kembali masyarakat (korban) dengan penjahat. Itu menjadi dasar pemikiran bahwa remisi bagi penjahat harus juga mempertimbangkan risikonya bagi masyarakat.

BACA JUGA: Kisah AM Fatwa Pura-pura Sakit, Ambruk di Ruang Sidang

"Ilmuwan bilang, ketika seseorang merasa bersalah atas perbuatannya, dia akan mengalami ketegangan, perasaan tertekan, dan penyesalan," ujar Reza, Sabtu (23/12).

Perasaan-perasaan itu mendorong orang tersebut melakukan perbuatan untuk memperbaiki keadaan. Mulai dari mengakui kesalahan, meminta maaf, hingga mencoba melakukan perbaikan atas kerusakan yang kadung dibuat.

BACA JUGA: Pengusutan Viktor Laiskodat Lamban, Kapolri Sodorkan Alasan

Reza berpendapat, orang yang tidak memiliki perasaan bersalah cenderung akan mengulangi perbuatannya. Ini pula yang menjadi penjelasan atas tingginya tingkat residivisme. Rendahnya apalagi kosongnya perasaan bersalah akan mempertinggi potensi residivisme.

Faktanya, perasaan penjahat tidak selalu sebangun putusan Wakil Tuhan. Tidak semua terpidana menyadari kesalahannya betapa pun majelis hakim sudah memvonis mereka bersalah.

BACA JUGA: Trump Telah Menista Umat Islam

"Bagaimana dengan Ahok? Apakah dia sadar akan kesalahannya? Entahlah. Yang saya khawatirkan, berada di tahanan Mako Brimob boleh jadi malah memunculkan (setidaknya) perasaan eksklusif. Perlakuan eksklusif bagi terdakwa justru bisa membentuk bahkan memperkuat pemahaman keliru terpidana atas dirinya sendiri bahwa dirinya tidak bersalah," paparnya.

Pada sisi itu pula Reza mengaku ragu akan manfaat menjadikan Mako Brimob sebagai penjara bagi penjahat (terpidana). Bagaimana masyarakat bisa berharap terpidana terehabilitasi, bukan semata untuk kepentingannya, tapi juga masyarakat luas.

"Remisi yang diberikan dengan mengabaikan unsur perasaan bersalah terpidana adalah sama artinya dengan menjerumuskan masyarakat ke dalam situasi berisiko menjadi korban kembali (revictimized)," terangnya.

Dia menambahkan terpidana punya hak untuk menerima remisi. Namun hak masyarakat untuk terlindungi dari penjahat kambuhan jauh lebih penting bahkan mutlak dipenuhi. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Alumni 212 Sebut Viktor Lakukan The Most Serious Crime


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler