Sudah Saatnya Jokowi Lakukan Penyelamatan Ekonomi

Kamis, 11 Juni 2015 – 22:18 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Indikator pertumbuhan ekonomi Indonesia di awal pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terus menunjukkan kelemahan. Masa konsolidasi politik yang dilakukan pemerintahan Jokowi nampaknya menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi tersendat. Mengingat pemerintahan Jokowi sudah berjalan tujuh bulan lebih, sudah saatnya masa konsolidasi itu ditinggalkan demi penyelamatan ekonomi.

”Sudah saatnya pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla memimpin langsung penyelamatan ekonomi,” ujar Priyo Budi Santoso, pendiri Pridem dalam diskusi yang digelar di sekretariat Pridem, di Jakarta.

BACA JUGA: Matahari Department Store Buka Gerai ke-138 di Pasaraya Blok M

Menurut Priyo, kenaikan nilai mata uang dollar Amerika Serikat yang mencapai Rp 13.400 merupakan faktor psikologis yang berbahaya. Apalagi, momen itu dibarengi kenaikan harga beras, harga cabe, daging, bahkan hingga jengkol. ”Secara kasat mata, terjadi kartel beras, daging, cabe yang mengalahkan organ pemerintah dan negara,” ujarnya.

Priyo menilai, Presiden memiliki kewenangan untuk memimpin langsung pengendalian harga. Dalam hal ini, Presiden memerlukan political will  atau kebijakan politis. Jika perlu, dilakukan upaya penyegaran para pembantu Presiden demi mencapai upaya penyelamatan ekonomi itu.

BACA JUGA: Politikus Golkar Sarankan Bulog Dibubarkan

”Kalau menurut Presiden perlu dengan teamwork kabinet yang lebih mahir, kalau pada saatnya melukir, mereshuffle, saya kira adalah kehendak alam yang jangan dikritik,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional Jakarta itu.

Priyo menambahkan, masa waktu tujuh bulan konsolidasi bisa dibilang cukup, bisa juga dibilang tidak. Namun, dengan kondisi saat ini, sebaiknya Presiden segera melakukan langkah-langkah efektif daripada terus menerus melakukan konsolidasi.

BACA JUGA: Manfaatkan CNG, Masyarakat Hemat Rp 1,7 Miliar per Tahun

”Jangan sampai nanti di bulan kedelapan atau tahun pertama (masih konsolidasi). Mestinya diambil langkah semua lini secara gotong royong,” tandasnya.

Ketua Majelis Permusyawaratan Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir menambahkan, problem bangsa yang terbesar saat ini adalah kesenjangan nasional yang melebar. Gini ratio Indonesia saat ini sudah merupakan lampu kuning. ”Dampaknya bisa melebar, seperti praktek rasisme mengkritisi sekelompok minoritas yang mampu,” ujarnya.

Menurut Soetrisno, gejolak harga yang terjadi saat ini disebabkan konsolidasi politik yang belum selesai. Namun, bisa juga karena faktor kinerja kabinet yang belum maksimal. ”Ada menteri yang nggak cocok (dengan posisinya),” ujarnya.

Karena itu, pemerintah harus mengoptimalkan semua upaya demi pengendalian harga itu. Dana desa misalkan, bisa segera disalurkan ke masyarakat desa untuk mengurangi kesenjangan. ”Karena kemiskinan ada di desa. Di desa ada SDA dan SDM, namun belum ada uangnya. Ini harus menjadi program nasional,” tandasnya. (mas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bangun LRT, Adhi Dapatkan Kucuran Dana Rp 2,7 Triliun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler