jpnn.com, JAKARTA - Ketua Fraksi Golkar MPR RI Idris Laena menyambut baik hasil survei Saiful Mujani Reseach and Consulting (SMRC) yang menganggap Pancasila dan UUD 1945 sebagai rumusan konsensus terbaik.
Menurut Idris, hal ini sejalan dengan prinsip bahwa Pancasila adalah dasar negara yang tak bisa lagi diperdebatkan.
“Adapun Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah menjadi konsensus bahwa tidak boleh diubah,” tegas Idris Laena di Jakarta, Senin (21/6).
Meski batang tubuh UUD 1945 bisa diamendemen, tetapi hal itu tidak mudah. Sebab, syarat pengajuan perubahan minimal 1/3 dari jumlah anggota MPR RI.
BACA JUGA: Merespons Wacana Masa Jabatan Presiden 3 Periode, AHY pakai Kata Darah dan Air Mata
Kemudian, dalam survei SMRC dinyatakan bahwa 84.3 persen rakyat Indonesia ingin pemilihan presiden tetap dilaksanakan secara langsung, bukan oleh MPR.
Menurut Idris, hal ini menggambarkan bahwa masyarakat ingin mengekspresikan pilihan politiknya kepada orang yang mereka anggap tepat. Jika presiden dipilih oleh MPR RI, tentu menjadi bentuk kemunduran Demokrasi.
BACA JUGA: Syarief Hasan: Partai Demokrat Menolak Masa Jabatan Presiden 3 Periode
Begitu juga soal hasil survei SMRC yang menunjukkan 74 persen rakyat yang berpendapat presiden harus bertanggung jawab kepada rakyat.
Hal ini, kata Idris Laena, sejalan dengan konstitusi yang menyebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar.
Kemudian, soal hasil survei yang menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Indonesia ingin Presiden bekerja sesuai dengan janjinya kepada rakyat, bukan sesuai dengan GBHN.
Idris menilai, perlu ada kajian lebih lanjut apakah perlu atau tidak dilakukan pembahasan soal GBHN.
Menurut Idris, MPR RI periode sebelumnya memang telah merekomendasikan perlunya konsep sistem pembangunan model GBHN, yang kemudian di Rumuskan menjadi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Namun, jika dapat diwujudkan, seharusnya produk hukumnya tidak perlu dengan mengamendemen Konstitusi UUDN 1945, tetapi cukup dengan Undang-Undang.
"Karena juga mengikat bagi seluruh rakyat Indonesia dan dengan demikian maka presiden terpilih dapat mengimplementasikan janji-janjinya dengan dibuat aturan hukum turunannya seperti Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden,” kata Idris.
Idris juga menanggapi hasil survei yakni 74 persen menginginkan pembatasan masa jabatan presiden hanya dua periode. Idris menyatakan hal itu harus dipertahankan.
Sebab, sudah sejalan dengan semangat reformasi yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata.
“Oleh karena itu, kita patut mengapresiasi sikap tegas Presiden Jokowi menolak tiga periode,” ujar Politikus asal Riau ini.
Mantan Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Amin juga menyayangkan jika isu ini terus muncul.
Sebab, sampai saat ini reputasi Jokowi sebagai presiden terbukti mampu bekerja dengan baik, meski dihantam pandemi Covid-19.
Kemudian, soal terbelahnya pandangan masyarakat tentang penguatan DPD RI. Idris menilai, perlu disikapi dengan hati-hati.
Sebab, jika ingin memperkuat kewenangan senator, tentu akan membuka peluang munculnya keinginan menghidupkan kembali utusan golongan seperti yang diatur dalam konstitusi sebelum diamendemen.
Soal hasil survei bahwa mayoritas warga tidak setuju Jokowi maju kembali dalam Pilpres 2024, anggota DPR empat periode itu menilai sudah sesuai dengan pasal 7 UUD 1945.
“Di sana disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan," kata Idris.
Terakhir, Idris juga mengomentari soal mayoritas warga berpendidikan tinggi menolak gagasan pencalonan kembali Jokowi dalam Pilpres 2024.
“Ini menunjukkan bahwa masyarakat ingin agar konstitusi dijalankan secara konsekuen,” kata Idris.(fri/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Friederich