Suhardi: Santoso Mati tak Berarti Terorisme di Indonesia Habis

Kamis, 11 Agustus 2016 – 13:30 WIB
Suhardi Alius (kanan) memimpin dialog Foreign Terrorist Fighter (FTF) di Hotel Sofitel, Nusa Dua Bali, Kamis (11/8). Foto: BNPT

jpnn.com - NUSA DUA –Indonesia memimpin negara-negara di ASEAN untuk fokus membahas fenomena Foreign Terrorist Fighter (FTF) di Hotel Sofitel, Nusa Dua Bali, Kamis (11/8).

FTF adalah fenomena terorisme lintas batas yang muncul seiring dengan keberadaan kelompok militan ISIS. Pertemuan itu dihadiri oleh negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, dan Filipina, dan lainnya.

BACA JUGA: PPATK Perlu Dilibatkan untuk Usut Aliran Uang Fredi Budiman

Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius dalam paparannya menyampaikan bahwa pengalaman Indonesia dalam menanggulangi terorisme sudah dimulai sejak merdeka.

“Terorisme adalah kejahatan terhadap umat manusia sehingga upaya untuk menghentikan hal tersebut harus dilakukan secara saksama. Indonesia dari waktu ke waktu terus berusaha menghentikan fenomena ini,” kata Suhardi.

BACA JUGA: Pejabat Sumbar Diperiksa KPK

Suhardi juga didampingi Deputi Bidang Kerjasama Internasional Irjen Pol. Dr. Petrus R. Golose. Santoso sebagai pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) telah tertembak mati dalam oleh Satgas Operasi Tinombala beberapa waktu lalu.

Namun, lanjut Suhardi, bukan berarti masalah terorisme di Indonesia selesai. Menurutnya, terorisme akan terus menjadi ancaman mengingat pengaruh radikalisme terus berkembang di mana-mana, khususnya setelah ISIS menjadi kekuatan baru dalam terorisme.

BACA JUGA: Fadli Zon Malah Curiga Ide FDS dari Jokowi

Apalagi, tegas Suhardi, di kelompok Santoso ini sebelumnya banyak bergabung FTF dari luar negeri. Hal itu tentu harus dijadikan bahan evaluasi dan pelajaran untuk mengantisipasi keberadaan FTF ini di masa mendatang.

 Suhardi menegaskan, Indonesia sebagai negara demokrasi tetap menghormati kebebasan berpendapat dan menghormati hak hak asasi manusia. Namun yang menjadi kendala karena regulasi masalah terorisme masih sangat lemah sehingga dibutuhkan upaya keras untuk menekan hal ini.

Menurut mantan Kabareskrim Polri ini, salah satu program pemerintah adalah deradikalisasi yang dianggap dapat membantu dalam menekan pengaruh radikalisme dan terorisme.

“Program ini melibatkan semua stakeholder di Indonesia untuk bersama sama bekerja melawan radikalisme dan terorisme,” jelas Suhardi.

Selain itu, terang Komjen Suhardi, kepolisian juga terus berusaha meningkatkan profesionalisme dan pengembangan kapasitas dalam peningkatan penanggulangan terorisme.

Namun dari satu sisi Indonesia juga tetap membuka diri untuk bekerja sama dan belajar dari negara negara sahabat dalam penanggulangan. “Kita tidak bisa sendiri dalam menangani terorisme. Tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga harus kerja sama antarnegara,” kata Suhardi. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Velove: Papa akan Berjuang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler