Untuk pertama kalinya Melbourne menyaksikan pagelaran tari, musik dan teater yang dipersembahkan oleh warga Indonesia dalam acara Celebration of Indonesia, pagelaran yang memukau sekitar 1500 penonton di Melbourne Town Hall hari Sabtu (12/9/2015).

Sekitar 300-an orang tampil di panggung selama dua jam menampillkan seni dari Aceh sampai Papua, dan juga cerita berkenaan dengan kemerdekaan Indoeesia ke-70.

BACA JUGA: Tulus, Nidji dan NOAH Goyang Melbourne di Konser Soundsekerta 2015

Ini adalah untuk pertama  kalinya, para pekerja seni Indonesia yang berada di Melbourne yang  biasanya tampil terpisah-pisah menggabungkan diri dalam satu pertunjukkan.

Acara yang dipandu oleh Auskar Surbakti, penyiar ABC yang berdarah Indonesia, dimulai dengan tarian dari Papua, dan kemudian disusul  tari Saman kompak dari Aceh yang dibawakan oleh Saman Melbourne dan Saman IndoMelb.

BACA JUGA: PPATK Telusuri Dana Terorisme dari Seorang Warga Australia

Setelah itu, tampil acara utama sendratari dengan iringan mini orkestra dan choir dengan live music.

Sendratari mengisahkan seorang anak bernama Jojo yang diculik tokoh jahat Rahwana dan Rangda. Rahwana dan Rangda berkostum barong khas Bali, melambangkan penjajah yang menindas Indonesia.

BACA JUGA: Tawaran Perjalanan Unik, Pasar Baru Bagi Turis China di Australia


Rahwana dan Rangda digambarkan sebagai penjajah Belanda. (Foto: Windu Kuntoro)


Kemudian muncullah satria piningit berkostum Srikandi, dengan kostum wayang orang Jawa sambil membawa panah, yang melambangkan para pejuang melawan penjajah. Srikandi yang gemulai namun sakti ini, dibantu sahabatnya akhirnya melawan Rangda dan Rahwana hingga kedua tokoh jahat ini menyerah dan tewas.

Dengan kostum warna-warni dan berasal dari beberapa daerah di Indonesia, puluhan penari ini menyuguhkan gerak tubuh yang apik dan semarak.

Setelah sendratari tersebut, menyusul drama kemerdekaan dengan setting Surabaya di tahun 1945.

Dikisahkan seorang anak bernama Bayu, anak tukang sayur di pasar Tanjung Perak yang masih berusia 10 tahun. Orangtua Bayu diambil paksa oleh Belanda hingga dia tinggal sebatang kara. Bayu kemudian bertemu seorang pemuda, anak dari komandan tentara rakyat di masa perjuangan.

Di usia yang masih muda, Bayu akhirnya turut mengambil bagian dalam perlawanan melawan penjajah.


Suasana Surabaya di tahun 1945 digambarkan dalam Celebration of Indonesia. (Foto:Banga Malewa)

Kilasan ultimatum yang diterima arek Suroboyo untuk menyerahkan senjata diproyeksikan di layar besar, juga terbunuhnya petinggi sekutu Jenderal Mallaby yang dikabarkan hingga kobaran pidato Bung Tomo yang membakar diperdengarkan.

Beberapa alat musik khas Indonesia juga unjuk gigi dalam perhelatan ini antara lain kolintang, sasando, gamelan Bali yang beberapa pemainnya adalah warga Australia.

Acara ditutup dengan lagu lagu "Satu Nusa Satu Bangsa" dan "Tanah Airku Tidak Kulupakan" yang ditampilkan oleh paduan suara dan juga tim angklung yang terdiri dari para ibu.

Yang menariknya, para penampil semuanya adalah warga Indonesia di Melbourne yang sehari-harinya memiliki pekerjaan lain.

"Karena pendukung acara 300-an orang, tempat tinggal berlainan, berjauhan dan mereka sudah bekerja, jadi kami kesulitan waktu dan tempat latihan. Akhirnya kami ambil inisiatif latihan di beberapa tempat, kemudian latihan gabungan berdasarkan wilayah, kemudian satu kali latihan gabungan, satu kali gladi kotor, satu lagi gladi resik," tutur Project Director "Celebration of Indonesia", Sherley Hadisaputra.

Tantangan dalam latihan juga diungkapkan Producer dan Music Director "Celebration of Indonesia", Randy Enos Hallatu.

"Kami kerja dengan orang-orang yang banyak, punya 200 lebih performer, bikin per part, latihan pisah sampai beberapa kali latihan terakhir. 8-9 Bulan membuat konsep, membuat musik, kemudian membagikannya, termasuk 3 bulan terakhir latihan dengan intens," tutur Enos, panggilan Randy Enos Hallatu.

Acara yang didukung Pemerintah Kota Melbourne dan berpartner dengan beberapa TV dan radio Australia ini tak dipungut biaya tiket masuk alias gratis. Panitia harus kerja keras mencari dana dan sponsor untuk membayar sound system hingga konsumsi.

"Semua yang tampil ini volunteer. Untuk merayakan hari kemerdekaan RI ke-70 supaya masyarakat Australia di Victoria ikut merayakan sama-sama. Ini juga ajang pertemuan seniman-seniman Indonesia, banyak di antara kami yang belum kenal, dengan adanya ajang ini mereka bisa saling kenal dan tukar menukar informasi," tutur Sherley.

Jerih payah yang digagas Indonesian Club Melbourne (ICM), Indonesian Creative Community of Australia (ICCA) dan Indonesian Christian Cooperation Council (BKS) Cabang Victoria ini tak sia-sia. Publik Melbourne bertepuk tangan panjang di akhir acara dan keluar dengan senyum lebar.

"Saya sangat terkesan. Itu bagus sekali tadi. Sangat bervariasi, Bhinneka Tunggal Ika sangat jelas dalam acara tadi," kesan Tim Livika, warga Melbourne yang fasih berbahasa Indonesia karena pernah tinggal di Yogyakarta 3 tahun yang lalu ini.


Sekitar 200 penampil memeriahkan Celebration of Indonesia. (Foto: Banga Malewa)


 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tamu Undangan Berusaha Tabrak Pengantin di Sydney

Berita Terkait