Tulus, band Nidji dan NOAH menggoyang Melbourne Town Hall dalam konser Soundsekerta 2015 yang digelar Persatuan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) Monash. Pecah! 

Konser Soundsekerta 2015 dimulai di Melbourne Town Hall, Melbourne, Victoria, Australia, pada Minggu (13/9/2015) petang pukul 18.00 waktu Melbourne.

Demikian disaksikan detikcom yang ke Australia atas undangan Australia Plus ABC International. Antusiasme warga Indonesia, utamanya mahasiswa Indonesia di Australia terlihat sejak pintu masuk Town Hall.

BACA JUGA: PPATK Telusuri Dana Terorisme dari Seorang Warga Australia

Histeria sudah mulai tampak kala penyanyi jazz Tulus tampil diiringi pemain keyboard, bass dan drum yang dibawanya. Tampil rapi mengenakan kemeja batik lengan panjang dan celana hitam, Tulus berhasil membawakan total 8 lagu. 

BACA JUGA: Tawaran Perjalanan Unik, Pasar Baru Bagi Turis China di Australia

Membuka konser dengan "Gajah", disusul "Baru", "Kisah Sebentar", "Bumerang" Tulus berhasil membuat penonton berdiri dari tempat duduknya pada lagu kelima, "Teman Hidup". Antusiasme ini disambut Tulus yang lantas berinteraksi dengan para penggemarnya yang mayoritas mahasiswa Indonesia di Australia. Dia sempat memanggil 3 penonton ke atas panggung, untuk menyanyi dan foto bersama.

BACA JUGA: Tamu Undangan Berusaha Tabrak Pengantin di Sydney

Tulus juga sempat turun ke depan panggung menghampiri penonton. Kemudian lagu "Jangan Cintai Aku Apa Adanya", "1000 Tahun Lamanya",  "Sepatu" membuat penonton histeris hingga lagu, "Sewindu".

"Saya belum pernah bawakan lagu ini sebelumnya, walaupun saya tidak hafal liriknya. Mudah-mudahan lagu ini membuat teman-teman ingat dan pulang ke Indonesia," akunya jujur yang lantas membawakan  "Tanah Airku" yang diciptakan Ibu Sud sambil melihat contekan yang ditempel di panggung.

"Saya sangat terkesan malam ini, acaranya rapi, penontonnya asik, saya berharap bisa tampil kembali lagi di sini," tutup Tulus sebelum meninggalkan panggung.

Setelah Tulus turun panggung, suasana makin panas. Band Nidji langsung menghentak dengan lagu upbeat "Disco Lazy Time", yang sontak membuat penonton langsung bangkit dari tempat duduknya. Banyak di antaranya yang merangsek ke depan.

"Tangan di atas jangan turun ke bawah, tangan di atas jangan turun ke bawah," demikian ajakan Giring, sang vokalis yang mengenakan kaos hitam bercorak, jaket kulit hitam, jeans hitam, dan sepatu kets.

Lagu kedua, Nidji membawakan lagu "Ku Takkan Bisa", disusul "Arti Sahabat".

"Ketiga kalinya kita sudah diundang ke Melbourne, terima kasih teman-teman. Sukses untuk Soundsekerta," teriak Nidji yang lantas membawakan lagu "Child".

"Gue buatin lagu buat yang di sini, boleh?  Buat kalian anak muda Indonesia yang sedang sekolah di sini, boleh?" teriak vokalis berambut kriwil yang menjadi khasnya itu.

Giring lantas membuat lirik-lirik bernada dengan menyelipkan pesan pada anak muda.

"Kita jarang orang kaya. Kaya karena kerja keras. Bukan karena korupsi. Bukan karena korupsi," teriaknya yang ditirukan penonton.

Lagu keempat, Giring membuka jaketnya, sehingga terlihat kaos hitam bermotif. "Jika kau dan aku, jalannya telah berbeda..." demikian lantunnya membawakan lagu "Kau dan Aku" disusul gerakan khasnya yang lompat-lompat di atas panggung.

Giring yang sangat interaktif malah mengajak para penonton melompat-lompat. "Semua yang ada di sini, jangan sampai putus silaturahmi. Persaudaraan dijaga, persahabatan dibina," pesan dia.

Lantas, Giring pun kembali menggoda penonton.

"Siapa yang saking sibuknya kuliah sampai lupa pacaran hayo? Yang statusnya jomblo tapi happy mana suaranya...Yang jomblonya sudah 6 bulan? Yang jomblonya sudah 1 tahun. Yang jomblonya sudah dua tahun mana suaranya? Serius nih yang 2 tahun, jujur aja ama gue...apa, tiga tahun ya," seloroh Giring yang lantas memilih penonton yang mengaku jomblo paling lama untuk naik ke atas panggung.

Lantas ada dua perempuan muda dipilih Giring naik ke atas panggung.  "Duh grogi ada cewek-cewek," celetuknya yang lantas menyemprotkan spray deodorant. Salah satu penonton perempuan, dinobatkannya sebagai  high quality jomblo kemudian dipegang tangannya oleh Giring.

"Bila aku jatuh cinta...aku mendengar nyanyian..seribu dewa dewi cinta," lantunnya membawakan "Bila Aku Jatuh Cinta" sambil memegang tangan sang perempuan yang tampak tersipu malu, disambut teriakan histeris penonton di bawah panggung.

Nidji lanjut membawakan lagu "Selalu Menjagamu" dan "Di Atas Awan". Penonton sudah tak jaim lagi. Mereka melompat-lompat mengikuti lagu Nidji yang up beat hingga lantai parket Melburne Town Hall bergetar-getar.  Setelah itu giliran lagu Coldplay "A Sky Full of Stars" dibawakan Nidji, tak dinyana Giring lompat dari panggung dan langsung merangsek ke penonton. Suasana pun heboh karena semua hendak mengerubung Giring. Kemudian disusul berturut-turut lagu "Hapus Aku" dan "Biarlah".

"Kita buat pecah malam ini, nggak boleh ada yang duduk diam!" teriak Giring yang lantas membawakan "Laskar Pelangi" dengan aransemen reggae.

Giring pun mengajak semua penonton berdoa dengan pesan positif.  "Yang lagi S1 cepet lulus, S2 cepet lulus, S3 juga cepat lulus. Yang lagi merantau dijaga kesehatannya.  Yang long distance dijaga ya, yang jomblo enteng jodoh, yang udah kerja naik gaji tahun ini dan bonusnya 20 kali gaji," rapal Giring.

"Nidji percaya yang di sini semua calon orang kaya. Kita kaya dengan cara yang halal, bukan korupsi!" demikian pesan Giring sebelum Nidji turun panggung setelah membawakan 12 lagu.

Setelah Nidji, NOAH tampil sebagai pamungkas. Band yang digawangi Ariel, Uki, Lukman dan David ini semakin menambah riuh suasana. Ariel tampil dengan kaos hitam dengan kemeja lengan pendek warna biru muda yang tak dikancingkan, membuka penampilan dengan "Hidup Untukmu, Mati Tanpamu".

Setelah itu beberapa lagu NOAH dibawakan seperti "Topeng", "Ada Apa Denganmu", "Separuh Aku" dan sebagainya. Bila Tulus dan Giring Nidji sempat turun panggung menyapa penonton, Ariel memaksimalkan interaksi dengan penonton dari atas panggung.

Konser Soundsekerta 2015, acara tahunan PPIA Monash yang sudah berlangsung 9 tahun ini sukses digelar hingga pukul 23.00 waktu Melbourne.

Obat Kangen

Seorang musisi dan dua grup band Indonesia dalam konser Soundsekerta 2015 ini sukses menjadi obat kangen para mahasiswa Indonesia di Australia.

"Aku bangga banget mahasiswa Indonesia bisa bawa festival yang pasti butuh banyak pengorbanan, pasti jago banget. Cukup mengobati kerinduan bisa lihat konser lagu-lagu Indonesia di sini," tutur Harika yang baru sebulan sekolah di Australia.

Rekan Harika, Pingkan, yang baru menjalani college foundation selama 8 bulan mengaku kagum akan kreativitas PPIA Monash. "Keren banget mereka, kreatif, sudah di sini tapi masih mikirin tentang Indonesia. Asik bisa dengerin lagu Indonesia di sini," tuturnya.

Sedangkan Dani, yang sudah menempuh 2 semester di Melbourne University memuji  kerja keras PPIA Monash "Sangat bagus, mereka mayoritas mengedepankan budaya Indonesia, meski di Australia masih ingat budaya Indionesia, Ariel Tulus dan Noah. Mereka sangat keren banget, sponsornya juga banyak hingga sukses," tuturnya.

Sementara Herman, seorang WNI yang tinggal di Australia yang datang bersama temannya, seorang perempuan Australia, Kathleen mengaku konser ini bisa menghapus dahaga pada band favoritnya, Nidji. 

"Bagus sekali, saya baru pertama kali hadir di acara seperti ini, karena nggak ada waktu, ini baru ada waktu. Ini bagus sekali menghadirkan kerinduan pada band-band seperti Nidji, pasti mengobati kerinduan. Saya Giring Nidji favoritnya," tutur Herman.

Sedangkan Kathleen tidak memfavoritkan ketiga musisi tersebut, namun suka musik Indonesia, "Saya suka Superman is Dead".

Di belakang gelaran Soundsekerta 2015, ada PPIA Monash. Mereka sudah menggelar konser yang mendatangkan musisi Indonesia untuk kesembilan kali pada tahun ini.

"Tujuan acara ini adalah membawa musisi-musisi Indonesia ke panggung dunia. Seperti contohnya membawa 3 artis besar, Noah, Nidji,Tulus untuk tampil di jantung Kota Melbourne, di Melbourne Town Hall yang kapasitasnya 2.000 orang," tutur Ketua PPIA Monash periode 2014-2015, Stacey Hutapea,

Stacey yang sedang menjalani studi Master of Business di Monash University ini mengaku persiapan menggelar konser berlangsung setahun, mulai dari deal dengan musisi, mencari sponsor hingga marketing. Dengan panitia sebanyak 60 orang, Stacey sukses mengomandani acara yang bertiket masuk AUS$ 30-35 ini.

"Tiap event pasti ada halangannya, team work oke banget, kita do everything together. Kita fokus aja, kalau kuliah fokus kuliah, kalau ke event fokus ke eventnya," jawab Stacey tegas.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Imigrasi Australia Minta Maaf atas Sindirannya Soal Perubahan Iklim

Berita Terkait