jpnn.com, JAKARTA - Sikap pemerintah yang enggan mengangkat guru honorer kategori dua (K2) menjadi CPNS dengan alasan kompetensi rendah dinilai tidak beralasan.
Bila dilihat dari latar belakang pengangkatan guru honorer menjadi CPNS, hal itu merupakan imbas Inpres 3/1977 yang dikeluarkan untuk mengatasi kekurangan tenaga pendidik.
BACA JUGA: Lulusan LPTK Layak Gantikan Guru Tak Berkualitas
"Guru honorer baik K1 maupun K2 yang berusia di atas 35 tahun itu sisa-sisa dari kebijakan masa lalu. Saat itu, lulusan SMP diarahkan ke SPG agar ada tenaga pendidik," kata anggota Komisi II DPR RI Bambang Riyanto kepada JPNN, Minggu (16/4).
Bahkan, siswa SPG kelas dua pun langsung dipekerjakan karena negara kekurangan tenaga pendidik.
BACA JUGA: Politikus Gerindra: Indonesia Darurat PNS
Meski begitu, yang mendaftar di SPG tidak banyak.
Umumnya yang mendaftar adalah siswa dengan prestasi akademik di atas 20 besar. Guru pun menjadi pilihan terakhir bagi siswa.
BACA JUGA: Pemerintah Dinilai Hanya Perhatikan PTN
"Kalau sudah begitu bagaimana bisa diharapkan kompetensi mereka tinggi. Masa ada the big five atau the big ten mau jadi guru. Biasanya yang mau jadi guru itu, maaf-maaf saja peringkatnya di atas sepuluh atau 20," tuturnya.
Bila pemerintah tetap ngotot mempertahankan kompetensi sebagai syarat utama untuk guru honorer menjadi CPNS, hal itu dinilai akan gagal.
Untuk menyelesaikan masalah honorer K2 cukup dengan pendekatan kemanusiaan.
"Dan, sepatutnya pemerintah juga yang menyelesaikan. Apalagi banyak honorer yang usianya di atas 40 dan 50 tahun," pungkas politikus Gerindra ini. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapan sih Insentif Guru Non PNS Cair?
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad