Sulitnya Membuat Trump Mengutuk Kelompok Rasis

Rabu, 16 Agustus 2017 – 13:42 WIB
Donald Trump. Foto: AP

jpnn.com, WASHINGTON - Bentrokan kelompok rasis dan antirasis di Charlottesville sudah dua hari berlalu, tetapi Presiden AS Donald Trump baru mengeluarkan kecaman kemarin, Selasa (15/8).

Pada hari yang sama dengan insiden, dia memang berkomentar. Tapi, Trump tidak secara langsung menyalahkan kelompok nasionalis kulit putih yang disebut banyak pihak sebagai neo-Nazi.

BACA JUGA: Trump Ngebet Main Kasar, Jerman Menolak

Baru setelah dikecam kanan-kiri dan ditinggalkan tiga koleganya, dia berubah pikiran. Kali ini dia mengeluarkan komentar yang tidak abu-abu seperti pernyataan pertama.

Trump menyebut dengan detail kelompok mana saja yang dikutuknya. ”Rasisme adalah iblis. Mereka yang mengakibatkan kekerasan atas nama rasisme adalah kriminalis dan preman. Termasuk di antaranya KKK, neo-Nazi, supremasi kulit putih, dan kelompok penebar kebencian lainnya,” ujar suami Melania Knauss itu Senin lalu di hadapan para jurnalis di Gedung Putih.

BACA JUGA: FBI Geledah Rumah Timses Presiden

Presiden ke-45 AS tersebut tampaknya ingin memperbaiki citranya di hadapan publik. Namun, itu sudah terlambat. Kritik yang diarahkan kepadanya tak terbendung dan tiga anggota Dewan Manufaktur Amerika yang dipilihnya mundur. Yang mengambil sikap pertama adalah Chief Executives Merck & Co Inc Kenneth Frazier.

”Para pemimpin Amerika harus menghormati pandangan fundamental kami dengan secara tegas menolak aksi kebencian, fanatisme, dan kelompok supremasi,” cuit Frazier di akun Twitter-nya Minggu (13/8).

BACA JUGA: Warga Guam Mulai Resah, Salahkan Gaya Sok Jagoan Trump

Trump langsung membalas dengan sindiran. Dua anggota Dewan Manufaktur Amerika lainnya ikut mundur. Yakni, CEO Under Armour Kevin Plank dan CEO Intel Corp Brian Krzanich.

Para pemerintah kota di AS juga ikut mengambil sikap tegas. Mereka tidak mau aksi kelompok ekstrem sayap kanan di Charlottesville, Virginia, terulang.

Kota-kota yang memiliki monumen konfederasi satu suara untuk menghancurkan simbol perbudakan dan rasisme itu secepatnya. Dengan begitu, diharapkan tidak akan ada lagi kasus serupa.

”Ini adalah saatnya untuk mengambil sikap dan menyuarakannya,” ujar Wali Kota Lexington Jim Gray Senin (14/8).

Aksi bertajuk Unite the Right di Charlottesville itu memang dipicu oleh rencana untuk memindahkan patung tokoh konfederasi Robert E. Lee. Kelompok ekstrem sayap kanan menganggap itu adalah penghilangan jejak sejarah.

Pada masa perang sipil AS, ada 11 negara bagian yang tergabung dalam konfederasi. Mereka adalah kelompok yang mendukung perbudakan dan menentang kesetaraan bagi penduduk kulit hitam. Para pendukung supremasi kulit putih ingin periode tersebut kembali terulang.

Rencananya, pemerintah Kota Lexington dan Baltimore di Negara Bagian Kentucky akan mendorong terealisasinya rencana untuk menghilangkan monumen konfederasi. Hal serupa akan dilakukan pemerintah Kota Memphis, Negara Bagian Tennessee, dan Kota Jacksonville, Negara Bagian Florida.

Gubernur Tennessee Bill Haslam yang berasal dari Partai Republik mendesak legislator segera menyetujui penghancuran patung setengah badan Letnan Jenderal Konfederasi Nathan Bedford Forrest. Tokoh yang meninggal pada 29 Oktober 1877 itu adalah anggota pertama kelompok Ku Klux Klan (KKK).

Sejak 2015 hingga April tahun ini, sebenarnya sudah ada 60 simbol konfederasi yang dihilangkan maupun dinamai ulang agar tak lagi menjadi simbol kebencian. Namun, masih ada 718 monumen konfederasi yang berdiri tegak. Sekitar 300 di antaranya berada di Georgia, Virginia, dan North Carolina.

Sementara itu, hakim di Pengadilan Charlottesville menolak pembebasan dengan jaminan James Alex Fields. Pelaku tabrak lari ke kerumunan kelompok antirasisme tersebut akan mendekam di penjara hingga proses putusan dari pengadilan nanti. Fields telah menewaskan Heather Heyer dan melukai 19 orang lainnya. (Reuters/AlJazeera/sha/c6/any)

BACA ARTIKEL LAINNYA... AS Remehkan Ancaman Korut


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler