Sebagaimana yang tertuang dalam RUU dimaksud, Parardhya adalah satu kesatuan lembaga yang terdiri dari Sultan Hamengku Buwono X dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Adipati Paku Alam dari Kadipaten Pakualaman, berfungi sebagai simbol, pelindung, dan penjaga budaya serta pengayom dan pemersatu masyarakat DIY.
Selain itu Sultan dan Paku Alam ditempatkan sebagai Parardhya dan tidak lagi secara otomatis menjadi gubernur dan wakil gubernur sebagaimana ditetapkan Piagam Kedudukan yang ditandatangani Sri Sultan Hamengku Bowono IX dan Presiden Soekarno pada 19 Agustus 1945.
Dalam Piagam Kedudukan tersebut juga ditegaskan Kesultanan DIY sebagai bagian dari NKRI sesaat setelah Indonesia merdekaPiagam itu juga menegaskan dan menetapkan gubernur /wakil gubernur DIY adalah perpaduan antara Sri Sultan Hamengku Buwono dengan Adi Pati Paku Alam.
Dihadapan Komisi II DPR, Sultan menyarankan jika piagam itu akan dijadikan ijab kabul, sebaiknya dikembalikan ke pemerintah
BACA JUGA: Kok Tak Ada Tembakan Peringatan?
”Bagaimana ijab kabul itu, apakah tetap dilakukan penetapan atau pemilihan gubernur dan wakil gubernur," saran Sultan.Salah satu point dalam draft RUU usulan pemerintah, juga ditegaskan wewenang Parardhya adalah memberikan persetujuan terhadap gubernur dan wakil gubernur terpilih melalui Pilkada dan juga berwenang memberikan arahan umum penetapan kelembagaan Pemda Provinsi DIY, kebudayaan, pertanahan dan penataan ruang, serta penganggaran yang terkait dengan Kewenangan Istimewa
BACA JUGA: Sumut Bisa Selevel Maluku dan Papua
BACA JUGA: Aktor di Luar Lapangan Harus Ditangkap
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hidayat : Polisi Kehilangan Insting
Redaktur : Tim Redaksi