Saat usianya menginjak 9 tahun, Fa Abdul baru mengetahui jika ia pernah disunat saat masih bayi.
Ia adalah satu dari jutaan perempuan di Malaysia yang percaya sunat perempuan bisa melindungi anak-anak perempuannya dari "dosa".
BACA JUGA: Amnesty Internasional Tarik Penghargaan HAM Untuk Aung San Suu Kyi
"Banyak keluarga Muslim di Malaysia akan mengatakan jika sunat akan melindungi perempuan tumbuh besar dan menjadi liar," kata Fa.
Pengalaman Fa diceritakan setelah sebuat dokumenter terbaru Malaysia, berjudul 'The Hidden Cut' dirilis awal November lalu.
BACA JUGA: Aniaya Kanguru, Pria di Perth Terancam 5 Tahun Penjara
Chen Yih Wen, senior produser dari sekelompok jurnalis R.AGE yang memproduksi dokumenter tersebut mengatakan mereka sudah mulai produksi sejak Malaysia mendapat kecaman di sebuah forum PBB bulan Februari 2018.
Saat sedang produksi film, mereka menemukan jika praktik sunat perempuan semakin marak dilakukan di klinik-klinik swasta di Malaysia, tapi tidak memiliki peraturan dan standar prosedur.
BACA JUGA: Butuh Dukungan Lebih Untuk Tingkatkan Minat Belajar Bahasa Indonesia di Australia
Fa Abdul, seorang wartawan yang kini bekerja bersama Malaysiakini, melahirkan anak pertamanya saat ia masih berusia 20 tahun. External Link: The Hidden Cut Documentary
'Hanya ikuti budaya dan berhenti bertanya'
Karena tekanan keluarga dan agama, bayi perempuannya juga terpaksa disunat.
"Dokter menarik bagian labia dan kemudian menggunakan alat seperti jarum untuk menggorek bagian klitorisnya," ujarnya kepada Erwin Renaldi dari ABC di Melbourne.
"Darah keluar dan anak saya mulai menangis."
Baru saat ia berusia 30 tahunan pandangannya soal sunat perempuan berubah, setelah ia mengetahui jika tidak ada manfaatnya bagi kesehatan dan itu hanyalah sebuah perintah berlandaskan agama.
"Kita lahir dalam budaya itu dan masyarakat berharap kita melakukannya," ujarnya.
"Otomatis saja melakukannya, kita hanya ikuti budaya dan berhenti bertanya."
"Saat jadi ibu saya masih muda dan naif dan tidak tahu apa yang saya lakukan. Saya bertanya pada diri sendiri, kalau tidak ada manfaatnya lalu mengapa kita melakukannya?"'Kita mencampurbaurkan dengan Islam' Photo: Ada sejumlah tradisi saat kehamilan, kelahiran, dan sesudah bayi beranjak dewasa. (Flickr, Taqirumi)
Kelompok perempuan Muslim di Malaysia, Sister in Islam mengatakan kepada ABC bahwa sunat perempuan semakin marak di Malaysia karena meningkatnya gerakan konservatif.
Menurut mereka di negara-negara dimana Muslim adalah mayoritas, ada tendensi untuk 'mengislamkan semua hal'.
"Orang-orang jadi takut bertanya, seolah-olah mereka mempertanyakan Tuhan," ujar Syarifatul Adibah dari Sisters in Islam.
"[Sunat perempuan] tidak disebutkan baik di Qur'an atau Hadis," jelasnya.
"Tapi saat mereka menganggap sesuatu sebagai perintah agama atau fatwa, orang akan sulit untuk benar-benar mempertanyakan dan mendebatnya."
Di tahun 2009, dewan nasional urusan keagamaan Islam di Malaysia (JAKIM) mengeluarkan fatwa jika sunat perempuan menjadi wajib, tapi jika membahayakan harus dicegah. Sebelum diwajibkan, dewan tadinya hanya memberikan status dianjurkan.
Sebagai hasilnya, sebuah survei yang dilakukan tiga tahun kemudian menemukan jika 93 persen perempuan Muslim pernah disunat.
Penelitian ini dilakukan oleh Dr Maznah Dahlui dari University of Malaya, yang juga menemukan lebih dari 80 responden mengatakan kewajiban agama menjadi alasan perempuan disunat, dan 16 persen mengatakan untuk mengontrol keinginan seksual. Photo: Masih terdapat perdebatan apakah sunat perempuan adalah budaya yang dijadikan seolah perintah agama. (Reuters: Nyimas Laula)
Fa Abdul mengatakan masyarakat Malaysia cenderung melakukan perbuatan yang ditiru dari tradisi Afrika dan Arab dan menganggapnya berasal dari agama.
"Kita mencampurbaukan dengan Islam dan kita pikir apapun yang mereka lakukan adalah Islami," ujarnya.
Menurutnya terlepas dari tradisi agama atau budaya, orang tua tidak memiliki hak untuk melakukan apapun pada anak-anaknya.
"Tidak hanya bagi perempuan, semua manusia memiliki hak tubuhnya sendiri."
ABC telah mencoba menghubungi Kementerian Kesehatan Malaysia melalui Asosiasi Medis Islam Malaysia dan Sekolah Kedokteran Penang untuk menanggapi masalah prosuder. Hingga artikel ini diterbitkan tidak mendapatkan respon.
Simak laporan soal sunat perempuan di Malaysia dalam bahasa Inggris disini.Indonesia berada di peringkat ketiga Photo: Komnas Perempuan meminta agar unsur sunat perempuan dalam ritual penyambutan anak perempuan dihilangkan. (Photo: Detik, Gus Mun)
Sementara itu ABC Indonesia meminta pendapat dari Komnas Perempuan soal praktik sunat perempuan di Indonesia.
Budi Wahyuni, Wakil Ketua Komnas Perempuan mengatakan Indonesia saat ini berada di peringkat ketiga dunia dengan jumlah sunat perempuan terbanyak.
"Hasil studi terbaru saat ini ada 13,4 juta anak-anak perempuan Indonesia yang disunat, paling tinggi terjadi di Provinsi Gorontalo."
Menurut Budi, tradisi memiliki peranan paling kuat yang menyebabkan praktik ini terus berlangsung.
"Di Sulawesi ada tradisi Mandi Lemon untuk merayakan anak perempuan sebelum menginjak usia 2 tahun dan inti prosesinya adalah disunat."
Menurutnya temuan Komnas Perempuan tradisi ini bahkan dipromosikan oleh pemerintah daerah setempat sebagai upaya pelestarian budaya.
"Kami setuju dengan melestarikan tradisi seperti itu, tapi mungkin unsur sunatnya bisa dihilangkan."
Di beberapa tradisi sunat perempuan diakui dilakukan secara simbolis, tapi Komnas Perempuan mengatakannya sebagai bentuk stigma terhadap tubuh perempuan.
"Apa pun caranya artinya ada anggapan bahwa tubuh perempuan itu kotor, sehingga perlu dibersihkan dan perempuan harus dikontrol," jelas Budi.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Teror di Melbourne, PM Australia Tuding Sakit Jiwa Cuma Alasan