Sungguh Mulia, Hobi Mereka Membantu Orang Sakit

Senin, 02 Januari 2017 – 00:53 WIB
DEMI SESAMA: Endri Susanto (baju pink, tengah depan) bersama para pengurus Yayasan Endri’s di Tanjung, Lombok Utara. Foto: Khafidlul Ulum/Jawa Pos

jpnn.com - Endri Susanto merasa sedih tatkala melihat banyaknya orang sakit yang tidak tertangani di Pulau Lombok. Dia mendirikan Yayasan Endri’s untuk membantu mereka.

Bersama para relawan, dia mengumpulkan dana untuk biaya pengobatan. Pada awalnya, banyak ancaman karena dianggap terlalu vulgar.

BACA JUGA: Siapa sih Bambang Tri Mulyono? Oh, Ternyata

KHAFIDLUL ULUM, Lombok

ADA beberapa pesan yang masuk Facebook Messenger di handphone Endri Jumat lalu (23/12). Salah satunya pesan dari Peter Honey, dari Selandia Baru. Endri kenal dengan pemilik kapal pesiar itu sejak tiga tahun lalu.

BACA JUGA: Calon Menantu Itu Ngaku Pegawai Bank, Ternyata Kejam

Pagi itu Peter menanyakan kondisi Muksin, 35, salah satu pasien yang ditangani Yayasan Endri’s. Muksin, yang berasal dari Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), tersengat listrik dan mengalami luka bakar parah.

Tangannya terpaksa diamputasi. Endri mengabarkan bahwa pasien itu sedang dirawat di Rumah Sakit Sanglah, Bali. Ada kemungkinan kedua kakinya yang terluka parah juga akan diamputasi.

BACA JUGA: Piknik Bro..Oleh-oleh Obat Kuat, Tampak Keras tapi...

Semua penanganan disampaikan kepada Peter. Sebab, Peter-lah yang ikut membantu biaya pengobatan Muksin, yang pernah bekerja di Malaysia.

Selain dari Peter, ada pula pesan dari Lesley Bogaert. Warga negara Belanda itu menanyakan keadaan Riyan, 14.

Remaja asal Kota Mataram tersebut adalah penderita kanker tulang. Dia pernah menjalani operasi di RSUD dr Soetomo, Surabaya. Endri mengabarkan bahwa Riyan masih menjalani kemoterapi selama enam bulan di Surabaya.

Dia juga mengirim foto perkembangan terakhir pasien yang ditangani. ”Walaupun tidak ditanya, kami selalu memberikan informasi penanganan pasien,” terang Endri saat ditemui di rumahnya di Pagutan, Kota Mataram, Jumat lalu. Seperti Peter, Lesley juga memberikan bantuan biaya untuk pengobatan.

Tidak hanya menjawab pertanyaan dua warga negara asing itu, Endri juga memberikan kabar tentang perkembangan kondisi pasien lainnya yang ditangani Yayasan Endri’s.

Dia juga mengecek Facebook, apakah ada informasi orang sakit baru yang perlu dibantu. Jika ada orang sakit yang butuh bantuan, dia akan mengunggah fotonya di Facebook.

”Kami bantu orang sakit ya dari sini,” ucap dia sembari menunjukkan handphone-nya.

Setelah foto orang sakit itu masuk ke media sosial, hanya dalam hitungan jam, banyak orang yang siap membantu dan mengirim uang untuk biaya pengobatan.

Antusiasme para donatur itu tidak lepas dari kepercayaan mereka terhadap Yayasan Endri’s. Uang dari para dermawan tersebut langsung dia serahkan kepada pasien yang dituju. Selain untuk pengobatan, uang itu digunakan untuk biaya makan.

Selain mengecek Facebook, Endri dan para relawan menjenguk para pasien. Jumat lalu misalnya. Pada pukul 22.00, dia bersama Sekretaris Yayasan Endri’s Tarpiin atau yang biasa disapa Adam berangkat ke Bali lewat jalur laut untuk mengunjungi pasien yang mereka tangani.

Ada tiga pasien yang menjadi sasaran mereka. Yakni, Muksin dan dua penderita tumor. Saat itu kondisi ombak cukup besar. Endri harus menahan mual karena mabuk laut.

Kapal yang dia tumpangi bergerak tak keruan. Setelah sekitar lima jam, dia dan Adam akhirnya sampai di Bali.

Mereka langsung mendatangi tiga pasien, lalu menyerahkan uang untuk membayar obat dan biaya makan sehari-hari. ”Mereka tidak punya uang untuk makan. Jadi, kami menggalang dana,” papar ayah satu anak itu.

Di Bali, ternyata bukan hanya tiga pasien yang mereka datangi. Total, ada tujuh orang sakit yang harus mereka sambangi.

Endri dan Adam ingin mengetahui kondisi mereka dan bantuan yang dibutuhkan. Tidak ada waktu istirahat bagi mereka.

Setelah selesai mengunjungi tujuh pasien itu, pada Sabtu malam (24/12) mereka langsung kembali ke Lombok.

Kemudian, pada Minggu pagi (25/12), Endri bersama istrinya, Mikrajussa'adah, harus berangkat ke Tanjung, Kabupaten Lombok Utara.

Dia bertemu dengan para pengurus relawan Yayasan Endri’s. Mereka berkumpul di kantor yayasan yang cukup sederhana itu.

Ada satu gazebo yang digunakan sebagai tempat berkumpul. Juga, satu bangunan bertingkat. Lantai bawah digunakan sebagai ruang PAUD (pendidikan anak usia dini) dan lantai 2 diperuntukkan kantor yayasan.

Di garasi, terdapat mobil berwarna putih milik yayasan. ”Mobil ini juga sumbangan dari donatur luar negeri. Mobil ini siap 24 jam untuk mengantar orang sakit,” papar pria kelahiran 1 November 1986 itu.

Dia menuturkan, dalam membantu orang sakit, dirinya dibantu para relawan tangguh. Mereka berasal dari berbagai profesi. Ada pegawai RSUD Tanjung seperti Raden Wira Darmawangsa dan

Dedy Romi Harjo. Relawan yang berlatar belakang polisi juga ada. Misalnya Brigadir Hendri Efendi yang berdinas di Propam Polres Lombok Utara.

Ada juga Adi Kuswanto yang bekerja sebagai petugas Satpol PP Kabupaten Lombok Utara dan pegawai perusahaan tambang swasta Bambang Kurniawan.

Endri mengatakan, ide mendirikan yayasan itu terinspirasi turis asing yang peduli dengan orang-orang sakit di Pulau Lombok.

Cerita tersebut bermula ketika dia mengikuti pelatihan pemuda parlemen yang diadakan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di Kota Mataram.

Di sela-sela acara, dia bertemu dengan turis asing. Wisatawan itu membawa buku yang berisi daftar orang-orang sakit di Pulau Lombok yang ditelantarkan karena tidak mendapat perhatian.

Endri kaget dan tidak percaya. Guna membuktikan kebenaran data itu, Endri diminta untuk keliling Lombok dan mengecek sendiri.

Seusai pelatihan, dia bersama Adam meluangkan waktu tiga hari untuk keliling Lombok. Mulai Lombok Utara, Timur, Tengah, dan Barat hingga Mataram. Hasilnya mencengangkan.

Dia mendapati sekitar 200 orang sakit yang tidak mendapat penanganan dari pemerintah. Mereka menderita tumor, polio, bibir sumbing, hidrosefalus, dan penyakit lain.

”Kami sangat miris melihat kondisi itu,” ucap pria yang berkali-kali mengikuti pertukaran pemuda di beberapa negara seperti Korea Selatan, Tiongkok, Kamboja, Thailand, dan Malaysia itu.

Endri langsung merenung. Dia merupakan sarjana. Berbagai jabatan di organisasi kepemudaan pernah dia emban.

Antara lain presiden BEM IKIP Mataram dan wakil ketua Alumni Indonesia-Korea. Sangat naif jika dia tidak berbuat apa-apa.

Dia lantas mendirikan Yayasan Endri’s. Untuk mengurus akta notaris, dia juga mendapat bantuan dari turis asing.

Awalnya, dia memberikan bantuan berupa sembako kepada orang sakit dan orang tidak mampu. Ternyata, banyak kenalan Endri yang ikut menyumbang uang.

Pada akhir 2014, kesibukan Endri bertambah. Dia ditunjuk sebagai staf ahli anggota DPR. Dia tetap aktif mengurus yayasan, tapi tidak bisa maksimal.

Pria yang pernah bekerja di Malaysia dan Singapura itu bimbang. Dia lantas meminta pertimbangan istri dan keluarga, apakah harus meninggalkan pekerjaan sebagai staf ahli dan berfokus mengurus yayasan. Istri dan keluarga mendukung Endri untuk keluar dari profesi staf ahli dewan.

Endri pun semakin mantap dalam mengurus yayasan. Dia bisa semakin maksimal. Hidupnya dicurahkan untuk membantu orang sakit.

Pada 2015, pihaknya mendapat bantuan 80 unit kursi roda dari Wheelchairs for Kids Foundation, Australia. Endri langsung mendistribusikannya kepada warga yang membutuhkan.

Selanjutnya, Yayasan Endri’s juga mendapat bantuan 168 unit kursi roda. Tapi, untuk menerima bantuan itu, dia harus mengurus izin yang sangat berbelit.

Ada beberapa kementerian yang harus dia tembus untuk mendapat izin. Melihat begitu sulitnya mendapat izin dari Jakarta, dia akhirnya menyerah. Kursi roda spesialis terapi tersebut akhirnya tidak bisa dia terima.

Padahal, papar Endri, barang itu sudah berada di Sumbawa. Nilai kursi tersebut diperkirakan mencapai Rp 4 miliar.

”Sudah di depan mata. Kami sudah melihat barangnya. Kenapa harus begitu sulit untuk bisa membantu orang sakit? Kami sangat sedih,” ujar pria yang mempunyai sertifikat chef internasional itu. Kursi tersebut akhirnya dikirim balik.

Namun, dia tidak patah semangat untuk membantu orang sakit. Bersama para relawan, dia sekuat tenaga mengulurkan tangan bagi mereka yang ditelantarkan.

Jika ada informasi orang sakit, timnya akan mengecek ke lapangan untuk memastikan apakah orang itu layak dibantu. Jika layak, pihaknya akan mengunggah foto orang sakit itu di Facebook.

Sampai saat ini ada sekitar 600 orang yang sudah mereka bantu. Tapi, pekerjaan mereka tidak berjalan mulus. Tantangan terus menghadang.

Banyak orang yang komplain dengan foto yang mereka pasang karena dianggap terlalu vulgar. Foto itu menampakkan orang yang sakit parah dan dianggap tidak etis.

Bahkan, ada yang mengancam untuk melaporkannya kepada polisi. Mereka tidak gentar dengan ancaman itu.

Mereka juga pernah dikomplain pihak puskesmas dan rumah sakit setelah mengunggah foto tiga anak yang menderita gizi buruk.

”Mereka malu karena di daerahnya masih ada anak yang menderita gizi buruk. Pihak rumah sakit takut ditegur bupati,” tutur Endri.

Dua minggu lalu pihaknya juga harus berhadapan dengan manajemen RSUD Provinsi NTB. Adam yang saat itu mengurus pasien di rumah sakit harus berhadapan dengan bagian humas. Adam terlibat debat sengit.

Penyebabnya, dia mengunggah resep dokter di Facebook. Resep itu milik pasien yang tidak mampu membeli albumin. Atas bantuan yayasan, pasien tersebut akhirnya mendapatkan obat itu.

Rumah sakit menganggap Adam dan kawan-kawan telah melanggar kode etik kedokteran. Seharusnya resep itu tidak boleh dimasukkan ke media sosial.

”Kami sampai dituding-tuding. Beberapa petugas keamanan ikut berjaga-jaga,” tutur Adam. Dia pun menjelaskan bahwa pihaknya tidak akan memasukkan foto resep atau kondisi pasien dengan syarat pihak rumah sakit bisa menjamin pembiayaan pasien sampai selesai atau ada orang yang menjadi donatur.

Kalau tidak ada jaminan, pihaknya tetap melakukan cara yang selama ini digunakan dalam membantu orang sakit.

Adam menyatakan, Yayasan Endri’s berdiri karena ada orang-orang sakit yang tidak ditangani. Jika masyarakat mendapatkan layanan kesehatan dengan merata, yayasan itu tidak perlu didirikan.

Awalnya, terang dia, pihak kepolisian juga menganggap yang dilakukan yayasan itu salah karena terlalu vulgar.

Tapi, setelah melihat sendiri apa yang dilakukan yayasan tersebut, akhirnya polisi bisa memaklumi. ”Pengurus yayasan ada yang polisi,” ucap dia.

Bahkan, papar Adam, sekarang pihaknya mempunyai jaringan ke semua petugas babinsa se-NTB. Mereka aktif memberikan informasi orang sakit yang perlu dibantu.

Petugas babinsa juga mengambil kursi roda dari kantor yayasan untuk diberikan kepada warga yang membutuhkan.

Endri menambahkan, ke depan dirinya ingin membangun rumah sakit gratis bagi warga yang tidak mampu. Mimpi besar itu diawali dengan membangun klinik yang sekarang sedang proses.

Mereka yang tidak mampu bisa berobat gratis di klinik milik yayasan tersebut. ”Kami bisa merasakan bagaimana orang miskin yang menderita sakit,” tutur sekretaris umum DPD KNPI Lombok Utara itu. (*/c11/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jujur, Sejak Itu Saya Bangkrut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler