Surat Terakhir Diduga Pemicu Utama Siswa SMP di Tarakan Gantung Diri

Jumat, 30 Oktober 2020 – 10:57 WIB
Retno Listyarti. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Seorang siswa di salah satu SMP di Tarakan, Kalimantan Utara nekat mengakhiri hidup dengan cara gantung diri pada Selasa (27/10) lalu.

Pelajar berusia 15 tahun itu ditemukan sudah tak bernyawa akibat gantung diri di kamar mandi rumahnya.

BACA JUGA: Ikut Berduka, Siswa SMP Gantung Diri Setelah Keluhkan Banyaknya Tugas PJJ

Program pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19, diduga menjadi salah satu penyebab siswa itu mengalami depresi hingga nekat mengakhiri hidupnya.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menduga, surat terakhir yang diterima siswa tersebut menjadi pemicu utamanya. Hal ini sesuai dengan penjelasan ibunda korban.

BACA JUGA: Gambar Emmanuel Macron Musuh Islam Tergilas Ban di Gondomanan

"Orang tua korban menduga kuat kalau surat dari sekolah yang diterima sehari sebelum korban memutuskan mengakhiri hidupnya adalah merupakan pemicu," kata Retno dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (30/10).

Menurut orang tuanya, surat itu diterima korban pada 26 Oktober 2020, atau sehari sebelum ditemukan gantung diri.

BACA JUGA: Kabar Gembira dari Prof Wiku soal Persiapan Vaksinasi Covid-19

Surat dari pihak sekolah itu isinya menyampaikan bahwa anak korban memiliki sejumlah tagihan tugas dari 11 mata pelajaran.

Rata-rata jumlah tagihan tugas yang belum dikerjakan anak korban adalah 3-5 tugas per mata pelajaran. Jika ditotal semuanya ada 33 tugas.

Menurut ibu korban, anaknya belum menyelesaikan tugasnya bukan karena malas, tetapi memang tidak paham sehingga tidak bisa mengerjakan. Sementara orang tua juga tidak bisa membantu.

Ibu korban bahkan sempat berkomunikasi dengan pihak sekolah terkait beratnya penugasan sehingga anaknya mengalami kesulitan. Namun, pihak sekolah hanya bisa memberikan keringanan waktu pengumpulan, tetapi tidak membantu kesulitan belajar yang dialami anaknya.

Selain itu, kata Retno, dalam surat tersebut ada semacam tekanan jika tugas-tugas tersebut tidak dikumpulkan ke gurunya, maka anak korban tidak bisa mengikuti ujian semester ganjil nantinya.

"Anak korban yang sudah duduk di kelas akhir kemungkinan ketakutan tidak mampu mengerjakan tugas, akhirnya tidak ikut ujian semester dan nanti bisa tidak lulus SMP," tutur mantan kepala SMAN 3 Jakarta ini.

Retno mengatakan, barangkali tujuan pihak sekolah hanya sekadar mengingatkan dan memberikan dorongan agar para siswanya mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugasnya yang tertumpuk.

"Namun, bagi remaja yang mengalami masalah mentall, kecemasan, stress atau malah depresi selama masa pandemi karena ketidakmampuan mengerjakan tugas-tugas PJJ, memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan pikiran tentang bunuh diri," tambah Retno.(fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler