Surati Moeldoko Agar Buka Dokumen Pemberhentian Prabowo

Senin, 02 Juni 2014 – 17:01 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Badan Pengurus (BP) Setara Institute, Hendardi menyatakan bahwa pihaknya akan menyurati Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Isi suratnya adalah meminta TNI membuka hasil kerja Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada 1998 yang merekomendasikan pemberhentian Prabowo Subianto dari ABRI.

Menurut Hendardi, penyebab tentang pemberhentian Prabowo dari ABRI akan terus menjadi pertanyaan selama hasil kerja DKP pada 1998 tak dibuka ke publik. Karenanya Hendardi mendesak TNI membuka hasil kerja DKP agar persoalan tentang kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang melilit Prabowo bisa jelas duduk persoalannya.

BACA JUGA: Pengakuan Kivlan Zein soal Penculikan Perlu Diinvestigasi

“Kami sedang menyurati Panglima TNI agar dokumen DKP itu dibuka ke publik,” kata Hendardi usai menemui pimpinan MPR untuk mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menuntaskan kasus HAM berat. Ikut pula dalam rombongan Hendardi antara lain keluarga korban penculikan dan para pegiat HAM.
 
Hendardi tak menampik tentang kaitan kasus HAM itu dengan posisi Prabowo yang saat ini menjadi calon presiden. Alasannya, publik berhak tahu tentang rekam jejak dan masa lalu calon presiden maupun calon wakil presiden.

Pendiri Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) itu menegaskan, jangan sampai presiden terpilih nanti justru bermasalah di kemudian hari karena persoalan HAM berat. "Kalau kita punya presiden masa mendatang dengan masa lalu yang gelap repot juga,” tegasnya.

BACA JUGA: Warga Maluku tak Pernah Lupa Jasa JK

Sedangkan Direktur Imparsial Al Araf mengingatkan tentang rekomendasi DPR pada 2009 yang merupakan hasil kerja Panitia Khusus untuk Orban Orang Hilang dan Penghilangan Paksa.  Seperti diketahui, DPR periode 2004-2009 pada paripurna yang digelar 28 September 2009 DPR menyampaikan empat rekomendasi tentang kasus orang hilang. Pertama, DPR merekomendasikan kepada presiden untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc.

Kedua, presiden dengan segenap institusi pemerintah dan pihak terkait untuk segera mencari 13 orang yang masih dinyatakan hilang oleh Komnas HAM. Ketiga, pemerintah diminta merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang. Terakhir, pemerintah Indonesia diminta segera meratifikasi Konvensi Internasional Anti-Penghilangan Paksa.

BACA JUGA: Pengamat Soroti Inkonsistensi Prabowo soal SBY

“Jangan sampai Presiden SBY justru menghambat pengungkapan kasus pelanggaran HAM masa lalu, terutama kasus penculikan. Mengabaikan rekomendasi DPR sama saja melecehkan konstitusi," pungkasnya.(ara/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemalsu Surat Jokowi Diduga Ketua Organisasi Sayap Gerindra


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler