jpnn.com, JAKARTA - Dua tahun Kabinet Indonesia Maju di bawah pimpinan Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin memperlihatkan lima menteri yang memimpin kementerian di kabinet dinilai sangat berhasil menjalankan kinerjanya.
Hal ini terungkap dalam sebuah Webinar bertajuk “Membedah Hasil Survei Kinerja Pemerintah dan Elektabilitas Capres-Parpol” yang diselenggarakan bersama Dialektika Institute dan Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN), Sabtu (30/10/2021).
BACA JUGA: Reshuffle Kabinet Menyusul Perombakan Pengurus Partai Komunis
Direktur Ekseskutif Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN) Yasin Mohammad mengungkapkan saat diajukan pertanyaan menurut Anda menteri siapa dan kementerian apa kinerja paling baik dan paling buruk?
Temuan survei LSIN menunjukkan terdapat 5 (lima) menteri terbaik kinerjanya menurut publik yaitu secara berurutan (1) Kemendikbud dan Ristek Dikti (2) PUPR, (3) Kemenparekraft, (4) Kemenhan, (5) Kemenpora.
BACA JUGA: Jokowi Ucap Terima Kasih di Depan PM Australia
Sedangkan lima Menteri terburuk saat ini adalah (1) Kemensos, (2) Kemenkes, (3) Kemenkumham, (4) Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan (5) Kemenag.
Menanggapi temuan tersebut, Profesor Lili Romli mengatakan hasil survei LSIN ini bisa menjadi bahan masukan bagi presiden. Kementerian yang kontraproduktif harus dievaluasi oleh Jokowi.
BACA JUGA: KSAL dan Para Jenderal Hadiri Upacara Wisuda 982 Calon Prajurit Bhayangkara Taruna
“Sebaiknya Jokowi segera mereshuffle Menteri-Menteri yang jika dinilai kinerjaya tidak bagus sesuai dengan janji Jokowi saat kampanye,” kata Prof Lili Romli.
Survei LSIN juga mengukur elektabilitas Capres jelang Pemilu 2024. Dengan berbagai simulasi pertanyaan. Melalui pertanyaan tertutup, jika Pilpres dilaksanakan hari ini Anda memilih Capres siapa?
Terdapat 3 (tiga) nama dominan untuk Capres yaitu Ganjar Pranowo dengan elektabilitas 25% kemudian Anies Baswedan 20 persen dan Prabowo Subianto 12 persen.
Dengan simulasi 10 nama 3 nama tetap mendominasi Ganjar Pranowo 25 persen Anies Baswedan 21% dan Prabowo Subianto 13 persen.
Dengan simulasi 8 nama 3 nama tetap mendominasi Ganjar Pranowo 27 persen Anies Baswedan 21 persen dan Prabowo Subianto 14 persen.
Dengan simulasi 5 nama 3 nama tetap mendominasi Ganjar Pranowo 31 persen Anies Baswedan 24 persen dan Prabowo Subianto 14 persen.
Jika menggunakan simulasi Ketum Parpol terdapat 3 nama yaitu Prabowo Subainto dengan elektabilitas 12 persen, AHY 4,8 persen dan Airlangga Hartato 1,9 persen.
Tiga nama Capres potensial 2024 saat ini memiliki elektabilitas yang cukup menjanjikan sebagai modal elektoral. Tiga Capres dari simulasi Ketum Parpol juga patut dipertimbangkan sebagai kuda hitam nama AHY dan Airlangga patut menjadi perhitungan. Tutur direktur eksekutif LSIN, Yasin Mohammad.
Yasin Mohammad, menambahkan hasil survei LSIN cukup komparatif jika dibandingkan dengan survei-survei yang dilakukan lembaga lain.
Munculnya tiga nama Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto menunjukkan bahwa kontestasi kandidat saat ini masih didominasi karena faktor popularitasnya sendiri.
Elektabilitas Capres lebih banyak ditentukan karena faktor popularitasnya sendiri dibanding faktor lain. Capaian elektabilitas Capres masih belum mengarah pada karena faktor kinerja, ideologi politik, atau faktor-faktor fundamental lainnya.
Yasin Mohammad menyimpulkan semua Capres saat ini memiliki peluang yang sama di 2024. Nama-nama dari kader Parpol seperti Airlangga Hartato, AHY, meski elektabilitasnya masih di bawah 10 persen memiliki peluang yang sama di Pilpres 2024.
Selain karena faktor elektabiltas Capres saat ini lebih dipengaruhi karena popularitasnya bukan karena faktor fundamental juga secara durasi waktu saat ini masih cukup ruang bagi para kandidat meningkatkan elektabilitanya.
Kuncinya adalah bagaimana para kandidat meramu strategi kampanyenya dan merebut pengaruh publik baik melalui performa kandidat maupun performa institusi yang diembannya.
Menurut Yasin Mohammad, Pilpres 2024 berpotensi terjadi kejutan sebagaimana Pilpres 2014 dimana kemunculan Jokowi sebelumnya tidak diperhitungkan namun memenangkan Pilpres 2014.
Capres Alternatif
Untuk menjawab kejenuhan Publik figur Capres, LSIN menghadirkan nama-nama calon alternatif. Dengan simulasi pertanyaan tertutup saat responden diajukan pertanyaan, jika Pilpres dilaksanakan hari ini Anda memilih siapa?
Elektabilitas Capres Alternatif dengan klaster tokoh muncul nama Ustaz Abdul Somad dengan elektabilitas 16 persen, Din Syamsudin 6 persen, dan Habib Luthfi 5,6 persen.
Elektabilitas capres alternatif dengan cluster politisi ada nama Khofifah 10 persen, Zainudian Amali 9,5 persen, dan Mahfud MD 9,1 persen.
Elektabilitas capres alternatif dengan Cluster Profesional ada nama Sandiaga Uno 30 persen, Ridwan Kamil 25 persen, dan Nadim Makarim 9 persen.
Yasin Mohammad mengatakan nama-nama potensial di atas memiliki modal elektoral dan berpotensi menjadi cawapres alternatif pada Pemilu 2024.
Sedangkan elektabilitas Parpol, LSIN melakukan survei dengan simulasi pertanyaan Top of Mind maupun pertanyaan tertutup.
Dengan simulasi pertanyaan tertutup saat responden diajukan pertanyaan jika Pileg dilaksanakan hari ini anda memilih partai apa?
Temuan survei LSIN menunjukkan saat ini 3 Parpol terbesar elektabilitas adalah PDIP dengan elektabilitas 18 persen, disusul kemudian Gerindra 14 persen dan Golkar 11,6 persen, urutan keempat Demokrat 11,2 persen.
Sedangkan di parpol berbasis dukungan Islam partai PKS stabil elektabilitas di angka 7%, PKB 6,4% selebihnya masih berada di bawah 3% untuk Parpol berbasis masa Islam.
Merujuk pada temuan tersebut, menurut Yasin Mohammad, Partai Golkar cenderung mengalami penurunan elektabilitas jika dibandingkan tren survei-survei elektabilitas sebelumnya.
Sementara Partai Demokrat mengalami tren kenaikan elektabilitas. Dengan situasi Pemilu masih panjang elektabilitas berpotensi fluktuatif, namun diperkirakan tetap akan didominasi oleh parpol nasionalis yaitu PDIP, Gerindra, Golkar, dan Demokrat.
Melihat temuan survei tersebut, Prof. Lili Romli bahwa parpol berbasis masa Islam cukup dilematis, selain tidak bisa di papan atas juga terbentur konflik perpecahan.
“Parpol Islam kesulitan naik, berada di midle class. Sudah begitu mengalami perpecahan seperti PKS dan PAN,” ujar Prof Lili Romli.
Sementara itu, Abdul Azis (Dirketru Riset Dialektika Institute) berharap publik dapat memilih capres secara cerdas.
Survei LSIN ini menjadi edukasi politik bagi publik. Apalagi memunculkan tokoh-tokoh alternatif. Jangan sampai publik nanti memilih capres hanya karena popularitanya saja namun juga kinerjanya.
Survei nasional LSIN mengukur persepsi publik terhadap kepuasan kinerja pemerintah dan kabinet dilakukan rentang waktu 8-15 Oktober 2021, melibatkan 1.200 responden dari 34 provinsi di Indonesia dengan metode pengambilan data melalui telepolling.
Survei nasional LSIN ini mengambil sampel sepenuhnya secara acak (probability sampling), menggunakan metoda penarikan sampel acak sederhana (simple random sampling), dengan memperhatikan urban/rural dan proporsi antara jumlah sampel dengan jumlah penduduk di setiap Provinsi.
Pemilihan responden dilakukan secara acak sistematis program komputerisasi yaitu dengan memasukkan data base nomor telepon.
Responden adalah penduduk Indonesia yang berumur minimal 17 tahun, yang pernah menjadi responden LSIN pada survei-survei sebelumnya.
Pengumpulan data dilakukan melalui telepon dengan panduan kuesioner oleh surveyor telepolling yang tersebar di seluruh Provinsi.
Survei nasional melibatkan 1.200 responden dengan tingkat kepercayaan survei ini adalah 95 persen dan margin of error sebesar ± 2,8 persen.(fri/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Friederich