jpnn.com, JAKARTA - Partai Amanat Nasional (PAN) tak khawatir dengan usulan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang menginginkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold dinaikkan dari empat persen menjadi 7 persen di Pemilu 2024.
Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan, upaya mengurangi jumlah partai politik (parpol) melalui Parliamentary Threshold (PT) hendaknya didasari kaidah ilmiah yang dapat diterima secara objektif dan bisa diuji secara akademis.
BACA JUGA: Sikap Terbaru Partai Gelora Atas Kenaikan Parliamentary Threshold
"Tidak hanya dalam perspektif pendekatan politik, tetapi melalui jalan politik akal sehat, politik yang rasional," kata Viva kepada jpnn.com, Jumat (13/11).
Viva menjelaskan bahwa penerapan PT yang diatur dalam UU Pemilu merupakan keputusan politik.
BACA JUGA: 8 Oknum TNI AD jadi Tersangka, Ada Kapten SA dan Letda KT
Hal ini juga diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan judicial review terkait PT dengan alasan bahwa PT merupakan open legal policy dari pembuat UU.
Menurut Viva, ide mengurangi jumlah parpol di parlemen dengan cara menaikkan PT untuk menciptakan sistem pemerintahan presidensial agar efektif dan stabil.
BACA JUGA: Keras! Warning PA 212 untuk Nikita Mirzani soal Ucapan Habib Rizieq Tukang Obat
Namun, PAN memandang efektivitas dan stabilitas pemerintahan tidak dipengaruhi oleh berapa banyak jumlah parpol, tetapi berdasarkan perbedaan ideologi politik dari partai yang ada di DPR.
"Saat ini, partai politik meski memiliki ideologi yang menjadi ciri khasnya, tetapi perbedaan ideologi partai tidak dalam posisi berlawanan atau diametral karena dipersatukan oleh Pancasila dan komitmen kebangsaan," jelas Viva.
Lantas berapa besaran PT yang efektif? Menurut Viva, penerapan PT harus memperhatikan aspek proporsionalitas atau derajat keterwakilan pemilu.
Pemilu bisa dikatakan berkualitas bila semakin banyaknya suara pemilih yang terwakili atau terkonversi menjadi kursi di parlemen.
"Bila banyak suara terbuang, tidak sah, ditambah partisipasi pemilih yang rendah, tentu derajat keterwakilan akan semakin buruk," paparnya.
Dia menerangkan bahwa dalam teori matematika pemilu, semakin tinggi PT maka suara sah nasional yang tidak bisa dikonversi menjadi kursi di DPR juga kian besar.
Hal itu semakin diperparah bila dengan banyaknya parpol peserta pemilu tidak lolos PT. Sebab, itu membuat lebih banyak suara menjadi terbuang (wasted votes). "Hal ini menyebabkan pemilu semakin tidak proporsional," tegas Viva.
Kondisi itu menurutnya bisa dilihat dari data hasil Pemilu 2009, 2014, dan 2019. berapa banyak suara pemilih yang tidak terkonversi menjadi kursi di DPR atau terbuang.
Karena itu PAN berpandangan bahwa besaran PT yang efektif di Pemilu 2024 masih tetap sebesar 4 persen.
Viva lantas menyampaikan sejumlah alasan. Pertama, PT 4 persen baru satu kali diterapkan di pemilu 2019. "Nanti kami evaluasi secara bertahap atas kebijakan ini," ucapnya.
Kedua, sirkulasi dan regenerasi berdemokrasi harus dibuka untuk menghasilkan sistem pemilu yang kuat dan berkualitas.
Ketiga, aspek proporsionalitas sebagai syarat pemilu yang baik dan demokratis harus dijaga. Tidak boleh hanya didasari pertimbangan politik untuk menutup celah bagi tumbuhnya parpol baru.
Terlepas dari alasan itu, Viva menegaskan bahwa PAN tidak khawatir berapa pun PT yang nanti diputuskan secara politik dalam UU.
"Berapa pun PT ditetapkan, PAN tidak khawatir atau merasa takut. PAN siap menghadapi Pemilu 2024," tegas Viva.
Namun, PAN juga ingin mengajak kepada seluruh komponen bangsa untuk berpolitik secara akal sehat.
"Berpolitik yang memakai rasionalitas dengan menerapkan prinsip-prinsip demokrasi melalui keputusan politik," tandas Viva.(boy/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Boy