jpnn.com, PONTIANAK - Kabar gembira datang dari Taman Nasional (TN) Gunung Palung dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, orang utan hasil rehabilitasi bernama Susi telah melahirkan bayi dengan selamat pada awal Maret tahun 2020.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya memberikan nama untuk bayi orang utan ini, Sinar.
BACA JUGA: KLHK Salurkan Bantuan Suplemen Penambah Daya Tahan Tubuh ke RSUP Sanglah
Sinar berjenis kelamin betina. Dia merupakan bayi orang utan kedua yang lahir di Gunung Tarak.
Kawasan ini merupakan hutan penyangga yang berbatasan langsung dengan wilayah TN Gunung Palung.
BACA JUGA: Hari Kartini: Perjuangan Para Srikandi Manggala Agni, Tak Gentar Melawan Panasnya Api Karhutla
Kelahiran bayi orang utan Susi pertama kali diketahui oleh tim monitoring International Animal Rescue (IAR) Indonesia yang telah memantau perkembangan Susi di habitat alaminya selama empat tahun terakhir.
Berdasarkan pantauan dokter hewan di lapangan, Sinar menunjukkan kondisi yang sehat dan aktif dengan menyusu pada induknya.
Susi juga menunjukan afeksi dan perhatiannya dengan menyusui anaknya dengan baik.
Orang utan Susi sebelumnya merupakan orang utan peliharaan yang berhasil diselamatkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat bersama IAR Indonesia di Pontianak pada tanggal 30 Juli 2011.
Kondisi Susi cukup memperihatinkan pada saat diselamatkan, rantai yang terpasang di leher selama bertahun tahun oleh pemiliknya telah menyebabkan luka infeksi terbuka, bernanah dan mengeluarkan bau tak sedap.
Bahkan setelah diperiksa terdapat karet yang tertanam di kulit lehernya. Setelah melalui masa rehabilitasi yang cukup panjang, Susi dilepasliarkan di hutan lindung Gunung Tarak pada tanggal 20 Mei 2016, lokasi yang berbatasan langsung dengan area TN Gunung Palung.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian LHK, Wiratno dalam keterangan tertulisnya (21/04) menyatakan bahwa, keberhasilan pelepasliaran orang utan hasil rehabilitasi ini merupakan salah satu bukti kekuatan kerjasama antar stakeholder konservasi orang utan di Kalimantan Barat, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Masyarakat juga LSM”.
Wiratno menerangkan orang utan merupakan spesies “payung” dalam sebuah ekosistem, yang memiliki peran besar dalam menjaga ekosistem secara luas.
Hal tersebut dikarenakan daya jelajah orang utan luas dan berdampak positif terhadap kelestarian ekologi yang ada di lokasi tempat hidupnya dengan menyebar biji ke wilayah hutan.
“Tidak hanya itu, masyarakat sekitar lokasi rehabilitasi juga telah banyak terlibat dalam kegiatan ini, mulai dari merawat satwa, melepasliarkan hingga memantau satwa di habitat alaminya. Semoga kesadaran masyarakat untuk melestarikan orangutan semakin tinggi”, terang Wiratno.
Kepala Balai TN Gunung Palung, Ari Wibawanto dalam kesempatan yang sama mengatakan kawasan hutan lindung Gunung Tarak yang berbatasan langsung dengan TN Gunung Palung ini juga berperan penting dalam keberhasilan kelahiran ini, diantaranya adalah faktor keamanan kawasannya.
"Kawasan lindung Gunung Tarak ini mempunyai jenis pakan orangutan yang melimpah, hal tersebut mempunyai andil besar untuk mendukung keberlangsungan hidup orangutan yang dilepasliarkan di sana," jelas Ari.
Direktur Program IAR Indonesia, drh. Karmele l. Sanchez menceritakan bahwa dirinya tidak pernah akan lupa ketika dia harus membuka rantai dari leher Susi.
"Kami sangat sedih melihatnya, namun sekarang rasanya sangat menggembirakan melihat orangutan yang dulunya hidup terkekang dan menderita kini bisa hidup dengan bebas dan bahkan mampu berkembangbiak di habitat aslinya," ungkap Karmele.
Karmele menambahkan selama menjalani perawatan dan rehabilitasi, kondisi Susi makin membaik, tidak hanya fisik tapi juga mental. Susi juga terbukti mampu beradaptasi dan menjadi orang utan sejati di rumah barunya di Gunung Tarak.
Sementara itu, Kepala Dinas LHK Provinsi Kalimantan Barat, Adi Yani menyampaikan bahwa, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah mengambil kebijakan penting terkait penyelamatan habitat dan koridor satwa dilindungi.
Kebijakan tersebut adalah dengan menetapkan hutan lindung Gunung Tarak sebagai Kawasan Ekosistem Esensial melalui Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Barat nomor 718/Dishut/2017 tanggal 17 November 2017, tentang Penetapan Kawasan Ekosistem Esensial di Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat.
"Hutan Lindung Gunung Tarak merupakan kawasan penyangga dari TN Gunung Palung yang merupakan lokasi besar tempat hidupnya spesies orangutan,” jelas Adi Yani.
Adi Yani juga menyampaikan bahwa, dengan terjaganya ekosistem satwa-satwa dilindungi maka keseimbangan alam yang ada akan terjaga hingga berdampak positif terhadap kualitas hidup masyarakat secara luas.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia