jpnn.com - KEDIRI – Gelombang kedatangan tenaga kerja Indonesia (TKI) dari Afrika Barat ke Jawa Timur membuat semua pihak harus waspada. Sebab, setelah ditemukan seorang TKI terduga (suspect) penderita penyakit mematikan ebola di Madiun, kemarin ditemukan lagi TKI suspect ebola di Kediri.
Radar Kediri (Grup JPNN.com) melaporkan, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pare, Kediri, saat ini merawat A, TKI yang menunjukkan gejala mirip penderita virus ebola yang tengah mewabah di Afrika itu.
BACA JUGA: Kemenkes tak Yakin WNI Asal Madiun Suspect Ebola
Humas RSUD Pare Hari Susanto mengatakan, A masuk RS pada Jumat (31/10) sekitar pukul 11.30. Keluhannya adalah nyeri saat menelan, kepala pusing, dan demam tinggi.
”Suhu tubuhnya 38 derajat Celsius,” kata Hari kemarin.
BACA JUGA: Pengganti Pimpinan KPK Terancam Kisruh DPR
Gejala itu mirip dengan penanda virus ebola. Apalagi, lanjut Hari, sekitar tujuh bulan lalu A bekerja sebagai TKI di Liberia. Baru Minggu lalu (26/10) dia tiba di tanah air.
Seperti diketahui, virus ebola mewabah di negara Afrika Barat seperti Liberia, Guinea, dan Sierra Leone. Jumlah kasus di Liberia merupakan salah satu yang terbesar. Korban tewas mencapai ribuan. Karena itu, A langsung mendapatkan penanganan khusus. Pihak RSUD juga berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jatim untuk penanganannya.
BACA JUGA: Susi Janji Gajinya sebagai Menteri untuk Asuransi Nelayan Tua
”Dinkes Jatim dan Kabupaten Kediri sudah mengambil sampel darah A dan saat ini dibawa ke Surabaya,” terang Hari.
Selain penanganan dari tim dinkes, pihaknya juga telah melakukan uji laboratorium (lab) lengkap. Mulai uji darah lengkap, haposan darah, fungsi liver dan ginjal, hingga tes malaria. Hasilnya memang sangat memuaskan.
”Semuanya negatif,” ungkap Hari.
Bagaimana kondisi suspect ebola di Madiun? Radar Madiun (Grup JPNN.com) melaporkan, kondisi Muh, 29, eks TKI di Liberia asal Kecamatan Gemarang, terus dipantau tim medis RSUD dr Soedono, Madiun. Setelah dinyatakan positif malaria, tim medis menemukan gejala klinis baru.
Dari hasil uji sampel darah pasien, diketahui adanya penurunan fungsi darah rutin. Salah satunya adalah trombosit darah yang turun di kisaran 48 ribu. Jauh dari batas normal 150 ribu–320 ribu per liter.
Diketahui pula, pasien mengalami penurunan fungsi ginjal dan sedikit pembekuan darah serta terjadi gangguan elektrolit atau cairan tubuh.
”Jika kondisi ini terus terjadi, gejala klinis suspect ebola akan menguat. Dan saat ini kami intens berikan terapi sportif untuk pasien,” ungkap Kabid Pelayanan Medik RSUD dr Soedono dr Sjaiful Anwar SpJP kemarin.
Dijelaskan Sjaiful, uji sampel darah terus dilakukan meskipun sudah diketahui pasien positif malaria. Pengambilan sampel darah dilakukan bersama tim dari Dinkes Jatim. Tujuannya khusus memastikan gejala infeksi virus ebola dengan menyingkirkan diagnosis lain seperti malaria, demam berdarah, dan tifus.
”Hari ini (kemarin, Red) kami lakukan lagi pengambilan sampel untuk uji laboratorium yang dikirim ke Jakarta dan tunggu saja perkembangannya,” kata dia.
Dengan perkembangan status pasien dari yang hanya berstatus positif malaria menjadi ada gejala klinis ebola itu, Sjaiful mengaku lebih waspada. Saat ini penanganan pasien dengan menggunakan standard operating procedure (SOP) ebola sangat diutamakan. Salah satunya dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) saat merawat maupun memeriksa pasien.
”Selama delapan hari ke depan, kami akan terus meningkatkan kewaspadaan,” imbuhnya.
Hingga kemarin siang, Muh terhitung menjalani hari ke-13 isolasi sejak awal karantina di Liberia. Awal merasakan demam, dia menjalani karantina enam hari di Liberia. Kemudian, dia dikarantina sehari di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta, pada 26 Oktober dan pulang pada 27 Oktober. Jika mengacu pada masa inkubasi virus itu, yakni 21 hari, pasien suspect akan menjalani perawatan intensif hingga delapan hari ke depan.
”Tidak ada pengobatan khusus. Pasien hanya diisolasi supaya jika ada virus, tidak menular ke orang lain. Saat ini hanya rutin kami terapi sportif dengan banyak memberikan cairan infus,” tegasnya.
Perkembangan terakhir Muh tersebut membuat sejumlah rekannya yang dipulangkan bersama-sama dari Liberia waswas. Padahal, sebelumnya, para TKI yang bekerja di perusahaan kayu Forest Venture, Buchanan, Liberia, itu yakin bahwa Muh bebas dari penyakit mematikan tersebut.
”Kalau terjangkit, kami, termasuk Muh, tidak akan sampai di Indonesia,” ujar Kuncoro, salah seorang eks TKI yang pulang bersama Muh, kemarin (1/11).
Dijelaskan, dia bersama Muh serta 27 TKI lain sudah melalui pemeriksaan yang cukup panjang sebelum sampai di Indonesia. Selama berada di Liberia, misalnya, semua pekerja yang sebagian besar berasal dari Kecamatan Gemarang itu dicek rutin setiap hari oleh petugas kesehatan dari WHO, PBB.
”Kalau terjangkit, kami pasti langsung dipinggirkan,” ucap dia.
Kuncoro mengatakan, bagi pekerja yang suhu tubuhnya terdeteksi di atas 37,5 derajat Celsius atau menunjukkan gejala ebola lainnya akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Selebihnya diperbolehkan keluar dari titik pemeriksaan dengan disertai cap berwarna pink yang bertulisan angka temperatur tubuh dan tanggal pemeriksaan.
”Pengecekan terus dilakukan berulang kali sampai kami mau menuju bandara,” jelas pria yang sudah delapan tahun bekerja di Liberia tersebut.
Tidak berhenti di situ, pemeriksaan para TKI yang pulang atas perintah langsung Kedutaan Besar (Kedubes) Indonesia tersebut masih berlanjut hingga bandara transit di Maroko dan Abu Dhabi. Khusus di Maroko, lanjut dia, para TKI bersama rombongan lain dari Liberia diperiksa dengan menggunakan peralatan canggih yang berupa laser sensor tubuh.
”Pemeriksaan di Maroko termasuk yang paling ketat. Karena banyak dokter dan tim kesehatan yang dilibatkan dalam pemeriksaan,” ujarnya.
Setiba di Indonesia Sabtu lalu (25/10), pemeriksaan masih tetap dilakukan. Kendati tidak seketat di Liberia dan Maroko, pemeriksaan di Bandara Soekarno-Hatta tetap menerapkan SOP WHO.
”Karena kami dikawal petugas kedutaan,pemeriksaan tidak lama,” imbuhnya.
Hari Prasetyo, rekan lain Muh yang bekerja di Afrika, juga yakin bahwa Muh hanya menderita malaria. Penyakit itu, terang dia, kerap dialami Muh ketika lelah atau tidak fit.
”Memang gejala awal nyaris mirip dengan penyakit ebola. Tapi, saya yakin dia (Muh, Red) tidak terjangkit. Lha wong pemeriksaannya superketat kok,” beber dia sembari berharap Muh, yang bekerja pada bagian pengoperasian buldoser di perusahaan kayu tersebut, segera sembuh dan pulang ke rumah.(baz/tyo/yupmia)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Kenal Jokowi, Sudirman Said Kaget Ditelepon untuk Jadi Menteri
Redaktur : Tim Redaksi