jpnn.com, JAKARTA - Praktisi kemanan siber Pratama Persadha mengatakan rencana rencana dari Badan Regulasi dan Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mewajibkan face recognation (pengenalan wajah) pada pendaftaran nomor baru sangat berlebihan bila diterapkan di Indonesia.
Menurut Pratama, ide ini persis seperti yang diterapkan di Tiongkok. Pemerintah Tiongkok bertujuan untuk keamanan dan supaya bisa mengawasi warganya secara real time lewat kamera CCTV. "Ini cukup berlebihan bila diterapkan di tanah air," kata Pratama.
BACA JUGA: BRTI Jamin Keamanan Sistem Data Pribadi Registrasi IMEI Aman
Menurutnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika, BRTI dan provider harus memaksimalkan lebih dahulu pendaftaran nomor seluler dengan nomor induk kependudukan (NIK) dan kartu keluarga (KK).
Dia mengatakan penipuan dengan nomor seluler prabayar ini masih banyak karena regulasinya terlampau longgar. NIK dan KK bisa didaftarkan tanpa batas jumlah. "Akibatnya jelas, setiap orang yang punya NIK dan KK orang lain bisa mendaftarkan nomor baru,” kata chairman Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) ini.
BACA JUGA: Jangan Sampai Registrasi Nomor Ponsel Disebut Program Gagal
Pratama menambahkan seharusnya Kemenkominfo tegas dengan aturan awal, dibatas tiga nomor saja. Bila ingin lebih, wajib mendaftarkan ke service center masing-masing provider. Dengan begitu jadi lebih maksimal dan lebih aman.
“Ini kan terkait data pribadi masyarakat. Sembari menunggu RUU Perlindungan Data Pribadi selesai, sebaiknya tidak mucul dulu regulasi yang nanti sulit direalisasikan apalagi jika melahirkan kontroversi,” paparnya.
BACA JUGA: Jubir Telkomsel soal Registrasi 2,2 Juta Nomor pakai 1 NIK
Menurut Pratama, memakai face recognation malah akan mengundang kontroversi. Meski sekarang banyak data wajah masyarakat yang “disetor” ke Apple, Samsung dan pabrikan smartphone yang tujuannya untuk fitur membuka kunci. “Maksimalkan dulu regulasi pendaftaran dengan NIK dan KK," tegasnya.
Menurutnya, masyarakat lebih membutuhkan perlindungan data, yang salah satunya adalah sistem yang bisa mengecek NIK dan KK setiap warga ini didaftarkan untuk nomor mana saja. "Sehingga saat mereka mengecek dan melihat ada nomor tak dikenal yang memakai NIK dan KK mereka, pengajuan penghapusan nomor bisa dilakukan,” terang Pratama.
Menurutnya membangun sistem semacam ini lebih penting dan harus diprioritaskan. Jadi kepentingan bisnis para provider tidak terancam, namun di satu sisi masyarakat mendapatkan kepastian hukum dengan teknologi yang membuat mereka bisa mengecek dan mengajukan penghapusan nomor.
Pratama khawatir dengan usulan face recognation untuk pendaftaran nomor baru, akan dianggap sebagai upaya negara melakukan kegiatan pengintaian terhadap warganya. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy