Syarat Ini Mempermudah Jadi Presiden

Rabu, 23 September 2015 – 19:52 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie mengatakan pasal penghinaan presiden dalam KUHP secara resmi telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2006 lalu. Putusan MK tersebut, menurut Jimly, bersifat final dan mengikat.

“Kalau akan dihidupkan lagi, tentu prosesnya tidak bisa juga dicegah. Tapi menurut saya pribadi, kalau itu terjadi berarti sebuah kemunduran dalam peradaban kebudayaan bangsa,” kata Jimly dalam diskusi bertajuk “Mengkritik Tidak Harus Menghina” diselenggarakan Kaukus Muda Indonesia, di Hall Dewan Pers, Jakarta, Rabu (23/9).

BACA JUGA: Mas Tjahjo Cerita Mengenai Pertemuannya dengan Bang Buyung

Hal yang harus dipahami tentang konsep pasal penghinaan terhadap presiden, menurut Jimly, telah terjadinya perubahan standar terhadap konsep penghinaan yang makin lama makin universalisasi.

“Kalau merasa terhina, siapa pun dia, kan harus melapor kepada aparat penegak hukum. Jadi sifatnya delik aduan. Tidak lagi delik biasa sebagaimana tertuang dalam pasal penghinaan terhadap presiden yang sudah dicabut MK,” ujarnya.

BACA JUGA: Ternyata, Biaya Verifikasi Honorer K2 Cukup Rp 16 M Saja

Sesuai dengan universalitas konsep penghinaan, menurut Jimly, mengerucut pada sensitifitas individu.

“Dimana pun presiden atau pejabat publik di negara demokrasi harus siap dihina. Makanya, kalau jadi presiden atau menduduki jabatan publik, jangan berkuping tipis,” tegasnya. (fas/jpnn)

BACA JUGA: Haha...Saat Sidang di Kursi Roda, begitu Divonis Ringan Langsung Berdiri

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Yuddy Lantik Kepala LAN


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler