jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin mengatakan wacana pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa terwujud melalui hak angket yang digulirkan di DPR RI.
Pernyataan tersebut menanggapi usulan Purnawirawan TNI-Polri untuk Perubahan dan Persatuan (FKP3) yang mendorong pemakzulan Presiden Jokowi.
BACA JUGA: Kampus Gelisah, Mahasiswa Suarakan Pemakzulan Jokowi, Anies: Patut untuk Didengar
"Proses pemakzulan presiden memang tidak sederhana. Namun, tetap bisa dilakukan. DPR dapat mengusulkan hak angket pemakzulan presiden," kata TB Hasanuddin kepada awak media, Rabu (21/2).
Kang TB, sapaan akrab TB Hasanuddin, mengatakan langkah menggunakan hak angket bisa dimulai apabila disetujui lebih dari separuh anggota DPR dan setengah legislator yang hadir Rapat Paripurna.
BACA JUGA: Tuntut Pemakzulan Jokowi, Ratusan Mahasiswa Bergerak dari Tugu Reformasi ke Harmoni
Menurut Kang TB, parpol parlemen yang merasa dicurangi pada pilpres 2024 bisa bersama-sama mengajukan hak angket di DPR.
Parpol ini berasal dari PDI Perjuangan yang memiliki 128 kursi di DPR, Partai Persatuan Pembangunan 19 kursi, NasDem 59 kursi, PKB 58 kursi, dan PKS 50 kursi dengan total 314 kursi.
BACA JUGA: DPR Diminta Proaktif Memproses Pemakzulan Presiden Jokowi
Menurutnya, jumlah itu sudah lebih dari setengah total kursi di DPR yang kini berjumlah 575 atau bisa mengajukan hak angket.
"Bisa dikatakan dengan situasi politik saat ini, ada 314 suara di DPR yang ingin Jokowi dimakzulkan dan hanya 261 suara pro-Jokowi," kata Kang TB.
Mantan Sesmilpres itu mengatakan cawe-cawe Jokowi dalam pilpres 2024 bisa menjadi pintu masuk memakzulkan kepala negara.
Sebab, Kang TB menganggap, cawe-cawe bisa dianggap perbuatan tercela sehingga parlemen bisa memakzulkan Jokowi.
“Bisa juga pelanggaran presiden terakumulasi lantaran banyak pelanggaran yang dilakukan itu, dan cawe-cawe pemilu itu dapat dikatakan perbuatan tercela atau pidana," kata purnawirawan TNI dengan pangkat terakhir Mayjen itu.
Adapun, kata Kang TB, pemakzulan kepada Jokowi bisa dilakukan apabila kepala negara melakukan pelanggaran hukum atau pidana, perbuatan tercela, dan tak mampu lagi menjadi pemimpin.
Dia mengungkapkan DPR kemudian mengeluarkan pendapat setelah hak angket terlaksana, lalu kesimpulan bisa berupa pemberhentian Jokowi.
Pendapat ini kemudian diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa, apakah benar presiden melakukan pelanggaran atau tidak.
"Bila dalam pansus penyelidikan hak angket ini ditemukan bukti-bukti dugaan kecurangan, maka proses selanjutnya dilanjutkan oleh MK," kata dia. (ast/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Aristo Setiawan