jpnn.com, JAKARTA - Belakangan ini kasus pinjaman online ilegal marak terjadi di tengah masyarakat.
Banyak korban yang terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal yang melakukan transfer dana tanpa sepengetahuan dan persetujuan pemilik rekening.
BACA JUGA: MPR Tak Mengamendemen UUD 1945, Syarief Hasan Mengapresiasi Kinerja Badan Kajian
Persoalan tersebut mendapat perhatian dari Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan.
Hal seperti ini terus berulang dan menimbulkan kerugian, bahkan korban jiwa. Menurut politikus senior Partai Demokrat ini, pihak otoritas perlu melakukan mitigasi dan langkah evaluasi agar kejadian serupa tidak kembali terulang.
BACA JUGA: Pimpinan Fraksi MPR dan DPD Gelar Rapat Gabungan, Ini Hasil Pembahasannya
“Tren penggunaan teknologi merambah sektor keuangan. Selain berdampak positif terhadap perekonomian, juga berimplikasi negatif, terutama maraknya kasus transfer dana tiba-tiba tanpa sepengetahuan dan persetujuan pemilik rekening. Saya kira ini perlu mendapat atensi khusus dari otoritas,” ujarnya
Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini mengingatkan beban tugas pengawasan sektor jasa keuangan.
BACA JUGA: Bahaya Daging Sapi dan Ayam Dicuci sebelum Dimasak, Begini Kata Chef Cantik Ini
Tren di sektor industri keuangan nonbank adalah tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai amanat UU Nomor 21 tahun 2011.
Besarnya transaksi keuangan digital harus diikuti dengan pengaturan dan pengawasan yang mumpuni.
Namun, OJK tidak dapat bekerja sendiri karena kejahatan sektor keuangan selalu menemukan modus operandi baru.
OJK (Juli 2022) merilis laporan bahwa total penyaluran pinjaman online (fintech peer to peer) lending mencapai Rp 18,62 triliun pada Mei 2022 dengan 18,05 juta entitas peminjam.
Sementara itu, dari sisi pemberi pinjaman, ada 10,59 juta entitas dengan total pinjaman Rp 18,26 triliun.
Jika dibandingkan dengan 2021, penyaluran pinjaman pada 2022 mencapai kenaikan 41,48 persen
Fakta ini menunjukkan bahwa transaksi keuangan digital terus menunjukkan tren menarik.
“Transaksi keuangan, termasuk penggunaan teknologi digital, bersandar pada prinsip ekonomi dasar, yakni permintaan dan penawaran. Makin tinggi permintaan terhadap akses finansial, makin tinggi pula intensitas penyaluran pinjaman,’’ ungkapnya.
Namun, dalam setiap aktivitas ekonomi dan keuangan, ada celah kejahatan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
‘’Sama seperti kasus yang marak terjadi dengan penyalahgunaan data untuk kejahatan keuangan,” tutur Syarief.
Karena itu, Syarief menekankan adanya aksi kolaboratif dan terintegrasi antara otoritas sektor keuangan dengan aparat penegak hukum.
Penyalahgunaan data dan informasi keuangan sendiri adalah bentuk kejahatan, apalagi tindakan ini dilakukan dengan sengaja, sadar, dan tujuan kejahatan oleh pengirim dana tersebut.
‘’Jika praktik ini tidak diberantas, ekosistem keuangan digital menjadi pertaruhannya. mitigasi dan pemberantasan kejahatan sektor keuangan ini mendesak dilakukan,” ucap Syarief. (mrk/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tarmizi Hamdi