Syarief Hasan: Naiknya harga BBM dan Gas Buat Rakyat Makin Menderita

Senin, 04 April 2022 – 14:03 WIB
Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menyikapi naiknya harga BBM dan gas LPG. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan menanggapi kenaikan harga minyak goreng dan kedelai yang belum teratasi.

Kemudian, kini harga bahan bakar seperti pertamax dan LPG 3 kg secara bertahap pada 2022 akan dinaikkan.

BACA JUGA: Syarief Hasan Resmi Bergelar Profesor, Rektor UNM: Orasi Ilmiahnya Luar Biasa

Hal ini tentu sangat berdampak pada kesejahteraan rakyat secara umum.

Jika harga komoditas ini naik, barang-barang lain juga ikut naik sebagai efek inflasi.

BACA JUGA: Syarief Hasan Berikan Bantuan Alat Fogging ke Warga Bogor

Selain itu, skema kebijakan yang tidak tepat justru menimbulkan persoalan migrasi konsumen.

“Jika BBM dan gas naik, otomatis diikuti dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan lain,'' ujarnya.

BACA JUGA: Apakah Harga BBM Jenis Pertalite Naik? Simak Penjelasan Agung Pribadi

Begitu juga pertamax yang harganya kini naik menjadi Rp 12.500 per liter sehingga konsumen mungkin beralih ke pertalite yang disubsidi dengan harga Rp 7.650 per liter,” ungkap politisi senior Partai Demokrat ini.

Menurut Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini, pemerintah perlu melakukan mitigasi yang tepat atas kenaikan harga pertamax dan LPG 3 kg.

Sebab, dengan selisih harga yang begitu jauh, pengguna pertamax yang beralih ke pertalite membuat kuota BBM bersubsidi ini cepat habis.

Jadi, pemerintah mesti kembali menyediakannya.

Akhirnya, beban subsidi di APBN membengkak dan ujung-ujungnya dana pembangunan akan terganggu.

“Jika LPG 3 kg ikut naik, jelas sangat memberatkan pelaku UMKM sehingga ujungnya merugikan konsumen,'' ucapnya.

Kenaikan harga gas bersubsidi ini akan sangat berdampak pada keberlanjutan usaha mereka.

Karena itu, Syarief meminta pemerintah agar betul-betul menelaah lebih tajam kebijakan menaikkan harga pertamax dan LPG 3 kg.

Jika pengawasan dan mitigasi tidak serius, rakyat beralih ke komoditas yang harganya lebih rendah.

Akhirnya, akan terjadi kelangkaan. Pola ini selalu berulang sehingga narasi mengurangi beban subsidi menjadi tidak berarti.

Beban APBN tetap akan membengkak.

“Saya kira persoalannya bukan saja pada penyesuaian atas harga keekonomian secara global. Namun yang juga lebih penting adalah menyesuaikan jarak harga komoditas bersubsidi dengan yang nonsubsidi tidak terlalu jauh,'' ungkapnya.

Jika selisih harga pertamax dan pertalite hampir setengah harga, migrasi konsumen sangat mungkin terjadi.

''Di sini peran negara untuk mengatur agar perekonomian berjalan dengan baik,” tandas Syarief. (mrk/jpnn)


Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler