jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengapresiasi kinerja positif Bank Negara Indonesia (BNI).
Sepanjang semester pertama 2022, jumlah kredit yang disalurkan Rp 620,42 triliun, tumbuh 8,9 persen year on year.
BACA JUGA: Syarief Hasan Mengungkap Kunci Pemberantasan Pinjol Ilegal, Simak!
Pada kuartal kedua 2022, angka pencairan kredit Rp 74,3 triliun. Angkanya lebih tinggi ketimbang kuartal kedua 2021 yang hanya Rp 59,3 triliun.
Yang lebih membanggakan, tren pertumbuhan positif ini terjadi di semua segmen ekonomi.
BACA JUGA: Syarief Hasan dan Delegasi Kampus di UK Bertemu Gubernur Sulsel, Ini yang Dibahas
“Kami apresiasi jajaran BNI yang mendongkrak kinerja bank BUMN ini. Ini adalah prestasi membanggakan. Kami berharap fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi lebih optimal,’’ ucap mantan menteri koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini.
Pelaku usaha dan masyarakat pada umumnya membutuhkan suntikan modal untuk membuka dan mengembangkan kapasitas usahanya. Perbankan yang sehat menjadi salah satu indikator sehatnya perekonomian negara.
BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Syarief Hasan: Iduladha Momen Perkuat Kebersamaan Antarsesama Manusia
Politisi Senior Partai Demokrat ini menyatakan membaiknya angka penyaluran kredit menjadi salah satu bukti makin inklusifnya sektor keuangan.
“Apa yang telah dicapai BNI ini seharusnya menjadi cambuk dan portofolio bagi BUMN lain. Di tengah ancaman pandemi, BNI menunjukkan kinerja yang positif. BUMN tetap mencetak laba tanpa harus intervensi negara berlebihan,” kata Syarief.
Profesor di bidang Strategi Manajemen Koperasi dan UKM ini mencatat penyertaan modal negara (PNM) BUMN selama 3 tahun terakhir tidak juga menurun signifikan.
Pada 2021, PNM BUMN terealisasi Rp 71,2 triliun, pada 2022 ditetapkan Rp 67,3 triliun, dan 2023 disetujui sebesar Rp 73,2 triliun.
Meski demikian, BUMN tetap mencatat kerugian fantastis, seperti Garuda Indonesia pada September 2021 yang rugi bersih Rp 23 triliun, Waskita Karya di sepanjang kuartal I 2022 dengan kerugian Rp 830 miliar, naik dari Rp 46,9 miliar pada kuartal I 2021.
Belum lagi dihadapkan pada beberapa BUMN yang dibubarkan karena tidak menunjukkan tanda-tanda beroperasi, apalagi mencetak laba.
“Saya kira ini perlu atensi khusus dan kebijakan extraordinary dari pemerintah, khususnya Kementerian BUMN dalam menata kembali BUMN yang sakit. Jangan sampai BUMN yang seharusnya menjadi agen negara melayani publik dan mencetak laba justru menjadi beban negara,” ucap Syarief. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi