jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra, Syarif MSi mengungkapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) adalah kebijakan kompromi.
Sejatinya, sejak awal Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah merancang untuk melaksanakan karantina sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan.
BACA JUGA: Saefullah Positif Covid-19, Anies Baswedan Tunjuk Sri Haryati sebagai Plh Sekda DKI
"Masih ingat sekitar 2 Maret, Pak Anies sudah menyampaikan bahwa di Jakarta sedang mengantisipasi COVID-19. Waktu itu namanya pneumonia gangguan pernafasan," kata Syarif dalam kanal Hersubeno yang diunggah di YouTube, Rabu (16/9).
Anies, lanjutnya, sudah menyatakan bahwa Jakarta akan menghadapi gangguan pernafasan.
BACA JUGA: Anak Buah Anies Baswedan Sikat Dua Restoran Pelanggar PSBB di Jaktim
Nah, pada 8 Maret, Syarif mengaku berdialog dengan Anies menanyakan apa yang dilakukan.
"Pak Anies menyatakan sedang menyiapkan suatu skenario bagaimana mengatasi wabah ini yang perkembangannya demikian cepat tetapi antisipasi dari pemerintah sangat lambat," ungkapnya.
BACA JUGA: Polemik PSBB Jakarta, Pengamat Salahkan Anies Baswedan yang Pengin Jalan Sendiri
Syarif mengingatkan di awal-awal itu ada seorang menteri yang meremehkan COVID-19.
Namun, kemudian dinamika berkembang dan lagi-lagi Anies menyatakan kembali Jakarta meminta diberlakukan karantina. Rujukannya UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Waktu berjalan kemudian upaya Anies untuk melakukan karantina didialogkan dengan pusat.
Pusat keberatan menggunakan karantina. Kalau karantina akan berat. Masyarakat harus diberi makanan tiga kali sehari, kemudian hewan ternak juga harus dikasih.
"Negara enggak mampu, karena itulah dimodifikasi dalam bentuk yang namanya PSBB. Jadi PSBB yang diterapkan Pak Anies sejak awal juga sebetulnya kompromi," terangnya.
Sebelum PSBB itu diubah menjadi menjadi PSBB transisi, bulan Mei, pemerintah pusat sudah mengenalkan fase new normal. Ada fase 1, fase 2 dan fase 3.
"Pak Anies juga dalam situasi membaca dengan cermat perkembangan kurva COVID-19. Perkembangannya bagus, ada penurunan sehingga PSBB awal dilonggarkan dalam bentuk PSBB transisi," ucapnya.
"Hitungan Pak Anies ingin dilakukan PSBB transisi itu bulan Juli, bukan 4 Juni. Apa yang terjadi kemudia pascapelonggaran dua bulan? Kasus COVID-19 bukan malah menurun, kurva malah naik," sambungnya.
Atas kesadaran itu, lanjut Syarif, Anies mengumpulkan banyak data dan fakta termasuk masukan dari ahli epidemiologi.
Kemudian rapat bersama Forkopimda dan dengan dengan berat hati mengumumkan akan diberlakukan PSBB seperti awal.
Kegiatan-kegiatan ekonomi dibatasi, mobilitas seorang dibatasi, diberlakukannya lagi surat keterangan izin keluar masuk (SKIM) dari dan keluar Jakarta.
"Saat pemberlakuan PSBB transisi Pak Anies tidak khawatir dengan kenaikan positif manakala didukung oleh ketersediaan rumah sakit tetapi sekarang berbeda. Ketika angkanya naik tetapi kemudian ada ancaman kolapsnya ketersediaan pelayanan rumah sakit, ICU dan tempat tidur. Itu sebabnya Pak Anies kembali ke PSBB awal, jadi bukan PSBB total," tandasnya. (esy/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad