Tafsir Nurchamid Didakwa Korupsi, Mantan Rektor UI Terseret

Rabu, 06 Agustus 2014 – 16:18 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Mantan Wakil Rektor Universitas Indonesia (UI), Tafsir Nurchamid didakwa melakukan korupsi dalam proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi gedung perpustakaan di perguruan tinggi negeri itu. Hal itu terungkap dalam surat dakwaan atas Tafsir yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, (6/8).

Tafsir didakwa melakukan pidana bersama-sama sejumlah orang termasuk mantan Rektor UI, Gumilar Rusliwa Somantri. "Terdakwa secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi," kata jaksa KPK Supardi membacakan surat dakwaan Tafsir.

BACA JUGA: MK Tolak Keinginan Prabowo Hadirkan Puluhan Ribu Saksi

Selain Gumilar, ada pula nama lain yang dianggap bersama-sama Tafsir melakukan korupsi. Yakni Donanta  Dhaneswara, Tjahjanto Budsatrio dan Dedi Abdul Rahmat.

Sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan, pihak-pihak yang diperkaya dari proyek IT Perpustakaan UI adalah Donanta Dhaneswara, Tjahjanto Budisatrio, Dedi Abdul Rahmat Saleh, Suparlan, Ahya Udin, Imam Ghozal, Baroto Setyono, Subhan Abdul Mukti, Agung Novian Arda, Rajender Kumar Kushi, Jachrizal Sumabrata, Harun Asiiq Gunawan Kaeni, Irawan Wijaya, Gumilar Rusliwa Somantri, Darsono, Ismail Yusuf dan Fisy Amalia Solihati.

BACA JUGA: Pidato Prabowo di Sidang MK Dianggap Curhat

"Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Rp 13,076 miliar," sambung jaksa.

Jaksa Supardi melanjutkan, Tafsir bersama sejumlah nama tersebut menetapkan pagu anggaran pengadaan dan pemasangan TI secara sepihak. Besarnya adalah Rp 50 miliar yang dibagi ke dalam beberapa kategori. Antara lain pengadaan perangkat TI sebesar Rp 21 miliar, pemasangan TI Rp 21 miliar, pembayaran pajak proyek Rp 5 miliar, dan disimpan di kas UI Rp 3 miliar.

BACA JUGA: 4 Hakim MK Sebut Gugatan Prabowo-Hatta Kabur

"Tetapi penetapan pagu anggaran itu tidak melalui proses revisi rencana kerja tahunan, tanpa persetujuan Majelis Wali Amanat, serta tidak didasarkan atas analisa kebutuhan kampus dan hanya berdasarkan perkiraan terdakwa," beber JPU.

Tafisr juga kerap meminta Cahrizal Sumabrata selaku panitia lelang untuk  mengarahkan PT Makara Mas agar bisa menjadi pemenang tender. Padahal, sebenarnya perusahaan itu tidak memiliki kualifikasi dalam melaksanakan proyek pengadaan dan pemasangan TI. Alhasil, sambung JPU, PT Makara Mas menggunakan perusahaan bayangan bernama PT Netsindo Inter Buana untuk mengikuti proses lelang dan menang.

"Terdakwa telah menyalahgunakan wewenang dengan meminta memenangkan perusahaan tertentu. Yakni mengarahkan pengadaan sebisa mungkin dilakukan PT Makara Mas, padahal penawarannya lebih mahal dari perusahaan lainnya," beber JPU.

PT Makara Mas adalah badan usaha milik UI. Dalam situs resmi PT Makara Mas, perusahaan ini merupakan bagian dari manajemen kampus. Tidak jelas akta pendirian perseroan terbatas itu. Yang jelas, perseroan ini tidak terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Karena tidak memenuhi kualifikasi, akhirnya proses pengadaan dan pemasangan TI meleset dari perkiraan. Banyak barang-barang akhirnya tidak terpasang, atau terpasang dan berfungsi tapi tidak optimal. Dalam kasus ini, JPU menyebut negara dirugikan Rp 13 miliar. Tetapi, Makara Mas menikmati keuntungan lebih Rp 1,1 miliar dari proyek ini.

Karenanya Tafsir didakwa melanggar dua pasal. Yakni Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.(flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 3 Anggota DPR Diduga Intervensi Proyek Alat Pengamanan Capres


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler