Tagar #PercumaLaporPolisi Melambung di Medsos, Bang Reza Beri Saran Begini untuk Polri

Sabtu, 09 Oktober 2021 – 18:12 WIB
Reza Indragiri Amriel menanggapi munculnya tagar #PercumaLaporPolisi yang viral di media sosial. Ilustrasi Foto: Andika Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri merespons munculnya tagar #PercumaLaporPolisi yang viral di media sosial akibat kasus pemerkosaan di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Diketahui, tagar tersebut ramai disebut-sebut warganet setelah artikel berjudul 'Tiga Anak Saya Diperkosa' diunggah oleh laman Project Multatuli.

BACA JUGA: Gembong Narkoba Rantauprapat Terancam Hukuman Mati

Artikel tersebut menceritakan investigasi tentang adanya kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan oleh seorang ayah terhadap tiga anaknya.

Pada 2019, sang ibu melaporkan kejadian yang menimpa anaknya kepada pihak kepolisian tetapi penyelidikan dihentikan karena korban dianggap kurang memiliki bukti yang kuat.

BACA JUGA: Terungkap, Inilah Motif Alfitrah Mahasiswa yang Nekat Terjun dari Atas Gedung PIM

Menanggapi kejadian ini, Reza Indragiri menyebutkan data kejahatan di Amerika Serikat di mana hanya 50 persen kejahatan secara umum yang dilaporkan korban.

"Dari 50 persen itu, yang dilanjutkan dengan penahanan hanya 11 persen," kata Reza dalam keterangannya, Sabtu (9/10).

BACA JUGA: Mabes Polri Ungkap Fakta Terbaru Dugaan Pemerkosaan Kakak Beradik di Luwu Timur

Dia menambahkan bahwa hanya 2 persen dari penahanan itu yang kasusnya berlanjut ke persidangan.

Spesifik pada kasus kejahatan seksual, lanjut Reza, hanya 25 hingga 40 persen kasus yang dilaporkan dengan tingkat kekeliruan 2 hingga 10 persen.

Menurutnya, data ini menunjukkan bahwa kejahatan seksual mengandung kompleksitas yang tinggi.

"Termasuk kemungkinan gagal diinvestigasi hingga tuntas, apalagi berlanjut sampai ke pengadilan. Di Amerika saja, jumlah kasus kejahatan seksual yang bisa ditangani hingga tuntas ternyata turun dari 60an persen (tahun 1964) ke 30an persen (2017)," tutur Reza.

Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian itu menjelaskan kegagalan investigasi hingga kasus selesai bisa disebabkan oleh jarak waktu yang jauh antara peristiwa dan pelaporan ke polisi.

Reza menilai rentang waktu yang panjang bisa membuat pelaku kabur, bukti lenyap, saksi lupa, dan korban mengalami trauma berkepanjangan.

"Akibatnya, kerja penyelidikan dan penyidikan terkendala serius," tambah dia.

Meski begitu, Reza menjelaskan SP3 bukan penghentian kasus untuk selamanya tetapi bisa diaktifkan kembali sewaktu-waktu jika muncul bukti dan saksi yang memadai.

"Jadi, saya tetap menyemangati korban dan keluarga, jika peristiwa dimaksud benar-benar terjadi, untuk terus berikhtiar dan berdoa," ujarnya.

Lebih lanjut, Reza menilai ramainya tagar #PercumaLaporPolisi dilatarbelakangi oleh kekecewaan yang mendalam tetapi hal itu harus dihentikan.

Sebab, pelaporan ke polisi tetap perlu dilakukan agar kinerja polisi dapat ditakar berbasis data pada periode tertentu.

"Juga karena ajakan tersebut bisa direspons secara salah sebagai ajakan untuk aksi vigilantisme dan ini berbahaya," tegasnya.

Reza menyarankan Polri untuk menyusun laporan kinerja kepolisian secara lebih komprehensif sehingga tidak hanya sebatas jumlah laporan tetapi juga mencakup jumlah kasus yang diproses hingga ke pengadilan, kasus yang ditangani dengan diversi, tren tuntutan jaksa, tren vonis hakim, ragam penghukuman pemasyarakatan, dan residivisme.

Untuk menyusun laporan selengkap itu, Reza mengatakan seluruh lembaga penegak hukum harus berkoordinasi dan menyajikan laporan tunggal.

BACA JUGA: Aiptu Yudo & 4 Rekannya Dipecat, Kapolda: Mereka Sudah Tidak Layak Jadi Anggota Polri

"Dari laporan terintegrasi itulah masyarakat bisa mengukur sudah sejauh apa sesungguhnya kerja otoritas penegakan hukum di Tanah Air," pungkas Reza.(mcr9)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur : Budi
Reporter : Dea Hardianingsih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler