jpnn.com, JAKARTA - Pro kontra mengenai fatwa haram rokok elektrik rupanya masih berlangsung. Akhir pekan lalu tagar #rokokelektrikbukanpenjahat menjadi trending topic di media sosial Twitter.
Tagar ini merupakan bentuk kekecewaaan dari warganet setelah Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram terhadap rokok elektrik.
BACA JUGA: Harga Rokok Elektrik Mahal, Konsumen Enggan Tinggalkan Kebiasaan Merokok?
Adapun alasannya adalah karena rokok elektrik dianggap berbahaya bagi kesehatan. Berikut empat hal yang dicuitkan warganet:
1. Fatwa Haram Vape
BACA JUGA: Dukung Fatwa Vape Haram yang Dikeluarkan PP Muhammadiyah
Sebelumnya, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan surat keputusan Nomor 01/PER/I.1/E/2020 tentang hukum dari e-cigarette (rokok elektrik) pada 14 Januari 2020 dan diumumkan pada Jumat 24 Januari 2020 di Yogyakarta.
Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa rokok elektrik hukumnya adalah haram sebagaimana rokok konvensional karena berkategori perbuatan mengonsumsi perbuatan merusak atau membahayakan.
BACA JUGA: Rokok Elektrik Haram? Ini Kata Ketua Umum PBNU
Fatwa ini menimbulkan reaksi beragam dari warganet. @ReskyMaulana_.
“Kaget banget waktu tau @Muhammadiyah bikin #FatwaHaramVape. Sebagai orang yg uda 3 tahun ngevape, gw ngerasa kesehatan gw ga ada masalah, kalo dulu pas ngerokok ya suka sesek sesek gitu. RokokElektrikBukanPenjahat.
Namun, tak sedikit juga warganet yang setuju dengan fatwa ini. Seperti akun @amilyuner yang mengungkapkan keberpihakannya dengan fatwa tersebut.
"Ya enggak apa-apa dong haram, enggak ada bedanya sama rokok, sama-sama merusak paru-paru, malah bisa jadi lebih parah dampaknya di kemudian hari #RokokElektrikBukanPenjahat," tulisnya.
2. Rokok Elektrik Jadi Alternatif untuk Berhenti Merokok
Salah satu warganet dengan akun @waffoel mengatakan bahwa banyak perokok dewasa yang beralih ke rokok elektrik dan akhirnya berhenti merokok.
Akun tersebut berpendapat bahwa bahan yang terkandung dalam rokok elektrik lebih minim risiko dibandingkan rokok biasa.
“Banyak yang kebantu dan berhenti merokok karena vape, trus kenapa harus diharamkan,” tulisnya.
Menurut dia, seharusnya informasi terkait rokok elektrik bukan dihambat, tapi harus dikampanyekan agar publik dapat memperoleh informasi yang benar.
“Harusnya dikampanyekan agar masyarakat tahu, bukan malah diharamkan begini tanpa adanya kajian yang membenarkan keharamannya,” kata @waffoel lagi.
3. Riset Komprehensif tentang Rokok Elektrik
Perdebatan mengenai risiko yang timbul akibat mengonsumsi vape menjadi topik yang banyak dibicarakan dalam tagar #RokokElektrikBukanPenjahat.
Akun @lichun03 mengatakan bahwa untuk menghindari polemik mengenai rokok elektrik harus ada data yang jelas dan berlandaskan fakta.
“Memang harus disajikan lengkap data dan faktanya sih. Saat sebuah kebijakan hanya dilemparkan tidak dengan data yang valid, nanti malah jadi polemic,” cuitnya.
Lain halnya dengan pemilik akun @Bagus_Aryaaa0. Dia mengatakan bahwa rokok elektrik yang telah diteliti beberapa lembaga kesehatan luar negeri memiliki profil risiko lebih rendah dibandingkan rokok, seharusnya tidak dikenakan cukai yang tinggi.
Sejatinya instrumen cukai digunakan pemerintah untuk pengendalian konsumsi dan penerimaan negara.
Saat ini rokok elektrik masuk dalam kategori hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) yang dikenai cukai tertinggi yakni 57 persen.
Tidak heran jika harga jual eceran (HJE) rokok elektrik lebih mahal dibandingkan rokok biasa. Padahal di negara-negara lain, harga rokok elektrik lebih murah dibandingkan dengan rokok konvensional.
“Pajak sudah 57 persen, pelayanan P3C amburadul, mesen pita nunggu sebulan, dikira kita bayar pake daon kali. Kalau mau larang ya larang aja sekalian, gak usah tarik ulur ini itu, dipersulit toh tahun kemarin total pajak dari vape cuma Rp 1 Triliun? Masih jauh sama rokok,” kata akun @arizalnavis.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy