jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI (membidangi BUMN), Mufti Anam mengkritik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) terkait lonjakan tagihan listrik yang dialami pelanggan di masa pandemi virus corona.
”Kasus lonjakan tagihan listrik menunjukkan tidak adanya antisipasi sistem yang baik dari manajemen PLN dalam menghadapi pandemi Covid-19,” kata Mufti, Selasa (9/6).
BACA JUGA: Tagihan Listrik Melonjak, YLKI Panen Aduan
”Mulai dari ibu-ibu sampai pelaku usaha, semua mengeluhkan tentang ini. Di daerah pemilihan (Pasuruan-Probolinggo), banyak sekali kirim WA ke saya,” imbuh politikus PDI Perjuangan tersebut.
Mufti mencatat sejumlah permasalahan dalam kasus lonjakan tagihan listrik.
BACA JUGA: Dukung New Normal di Pesantren, Mufti Anam Gelar Rapid Test Massal Santri
Pertama, sistem penghitungan rata-rata tiga bulan terakhir untuk penentuan tagihan rekening listrik.
Hal tersebut menuai polemik, karena pelanggan merasa tagihannya melonjak, sedangkan di sisi lain meteran tidak dikontrol oleh bagian pencatatan PLN.
BACA JUGA: Mufti Anam Kecam Pebisnis yang Ambil Untung Besar dari Bisnis Alat Rapid Test
”PLN mengakui, meteran tidak dikontrol karena kendala teknis. Namun, tiba-tiba tagihan naik. Ini yang bikin sedih dan bingung pelanggan. Dan belakangan, sistem pencatatan rata-rata tiga bulan itu akan dievaluasi PLN, tetapi kan sudah telanjur bikin susah rakyat,” ujar Mufti.
Sejumlah pelanggan, lanjut Mufti, juga dirugikan lantaran tempatnya tutup dan tak beroperasi di masa pandemi, tetap saja dasar acuannya sistem pencatatan bulan sebelumnya.
Manajemen PLN, kata Mufti, sudah mengakui kejadian kelebihan bayar tagihan listrik oleh pelanggan dimungkinkan terjadi akibat kesalahan teknis.
”Bahwa kemudian ada mekanisme pengaduan, ada pengembalian kelebihan bayar, tetap ini merugikan. Apalagi pengembalian kelebihan bayar itu tidak bisa tunai, tetapi didepositkan untuk bayar bulan berikutnya. Ini seperti menggarami luka, karena rakyat sudah susah saat pandemi, masih saja harus dibikin susah karena inkompetensi PLN dalam manajemen pelanggan,” ujarnya.
Kedua, masalah pemblokiran ID yang dialami jutaan pelanggan.
Menurut Mufti, hal itu membikin pelanggan repot, misalnya telah bersusah payah pergi ke merchant pembayaran di masa pandemi Covid-19 yang penuh risiko, tetapi saat akan membayar ternyata ID-nya diblokir.
”Belakangan, PLN mengakui dan minta maaf karena ada keterlambatan pada proses verifikasi dan formulasi pengecekan ID pelanggan. Ini bentuk inkompetensi yang merugikan masyarakat,” ujarnya.
”Bagaimana BUMN mau go global, mau bersanding dengan korporasi raksasa dunia, kalau dikelola dengan cara-cara inkompeten seperti ini?” tegas Mufti.
Ketiga, ada ketidakpercayaan pelanggan terhadap PLN.
"Meski tarif di-declare tidak naik, tetapi pelanggan meragukan, ini kenaikan kecepatan angka atau putaran di meteran listrik, tidak bisa diketahui pelanggan. Artinya PLN gagal dalam membangun manajemen pelanggan yang baik, gagal membangun trust,” pungkasnya. (*/adk/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Adek