jpnn.com, MEDAN - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan angkat bicara terkait tewasnya seorang tahanan Polrestabes Medan bernama Hendra Syahputra.
LBH mendesak Kapolda Sumut Irjen Panca Putra Simanjuntak untuk turun tangan mengungkap kasus yang diduga melibatkan anak buahnya itu.
BACA JUGA: Tahanan Tewas Disiksa, Dipaksa Masturbasi Pakai Balsem, Edan
Oknum polisi yang diduga terlibat atas tewasnya seorang tahanan Hendra Syahputra tersebut adalah bernama Leonardo Sinaga.
Hendra Syahputra yang merupakan tahanan kasus pencabulan itu diduga tewas seusai dianiaya hingga dipaksa masturbasi menggunakan balsem dan diperas oleh sesama tahanan. Leonardo diketahui saat itu merupakan petugas penjaga RTP.
BACA JUGA: Karier Brigadir Wisnu sebagai Polisi Terancam Tamat, Kasusnya Berat
Dalam kasus ini sendiri, ada enam orang terdakwa yang tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Medan.
"LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM mendesak Kapolda Sumut dan Kapolrestabes Medan untuk mengatensi dan mengusut tuntas perkara ini," kata Wakil Direktur LBH Medan Irvan Saputra, sebagaimana dilansir sumut.jpnn.com, Sabtu (11/6).
BACA JUGA: Aji Saputra Sudah Ditangkap, Selama Ini Sembunyi di Lampung
Irvan mengatakan bukan kali pertama oknum polisi di Sumut diduga ikut terlibat dalam kasus penyiksaan. Dia mengatakan ada kasus-kasus penyiksaan lain yang juga melibatkan anggota Polri.
"Hal ini mengambarkan banyak dugaan keterlibatan anggota kepolisian dalam praktik penyiksaan di Sumatera Utara, sehingga hal ini menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi Kapolda," sebutnya.
Oleh karena itu, LBH meminta agar Irjen Panca menindak tegas anak buahnya jika terbukti terlibat dalam kasus penyiksaan terhadap Hendra Syahputra ini. Dengan begitu, anggota Polri dapat menunjukkan tanggung jawabnya dalam menegakkan keadilan di masyarakat.
"Hal ini guna membuktikan adanya tanggung jawab hukum dan moral yang seyogianya dilakukan Kapoldasu dan Kaporestabes Medan, seraya menghindari prespektif negatif masyarkat terhadap institusi Polri," pungkasnya.
Terkait dugaan keterlibatan Leonardo Sinaga ini, Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Teuku Fathir Mustafa menyebut pihaknya masih terus mendalami terkait hal itu. Proses pemeriksaan terhadap Leonardo pun masih terus dilakukan.
"Kepada yang bersangkutan (Leonardo) sudah kami ambil keterangan. Kami juga terus melakukan proses penyelidikan," sebutnya.
Dalam dakwaan tersebut dijelaskan bahwa peristiwa itu berawal pada November 2021 lalu, saat korban pertama kali dimasukkan ke dalam tahanan karena kasus pencabulan.
Setelah itu, seorang tahanan bernama Andi Arpino dipanggil oleh penjaga tahanan untuk mengantar korban ke bagian Blok G. Tak lama, Andi lalu memeras korban dengan meminta uang kebersamaan sebesar Rp 2 juta.
"Yang mana setiap tahanan harus membayar uang kebersamaan kepada Andi Arpino," ujarnya.
Namun, uang tersebut tidak diberikan oleh korban. Akibat tak diberikan, tahanan Juliusman Zebua lalu memukul korban dari arah belakang hingga terjatuh.
pemukulan yang dilakukan Juliusman itu sempat dihentikan oleh Andi. Dia lalu membawa korban untuk duduk.
Tak lama, Andi lalu memerintahkan Nino Pratama Aritonang, untuk memberikan handphone kepada korban agar menghubungi keluarganya, untuk meminta uang kebersamaan.
Korban pun lalu menghubungi nomor keluarganya, tetapi tidak aktif. Karena kesal, Wily Sanjaya dan Nino Pratama langsung memukul punggung korban dari arah belakang.
Penganiayaan itu pun juga dilakukan oleh Hendra Siregar dengan memukul di bagian pundak yang kemudian dilanjutkan oleh Nino dengan memukul bagian mulut almarhum dengan menggunakan bola karet yang dibungkus menggunakan baju miliknya.
Setelah itu, Andi Arpino kembali menyuruh Hendra untuk menghubungi keluarganya. Permintaan itu pun kembali dituruti oleh korban.
Telepon dari korban diterima oleh keluarganya bernama Hermansyah.
"Minta tolong dulu aku bantu di sini, sekarang aku sudah di RTP Block G, disini ada uang kebersamaan untuk bayar uang air minum," ujar korban kepada keluarganya.
Hermansyah pun menanyakan jumlah uang kebersamaan yang diminta para pelaku kepada korban. Hendra lantas menjawab uang tersebut sebesar Rp 2 juta.
Mendengar hal itu, Hermansyah meminta agar korban memberikan handphone tersebut kepada salah satu pelaku. Para pelaku menyebut bahwa uang Rp 2 juta tersebut bisa dicicil.
Hermansyah mengatakan kepada korban bahwa dirinya tidak punya uang sebanyak yang diminta oleh para pelaku.
"Hermansyah lalu mematikan telepon. Melihat hal tersebut Tolib Siregar merasa kesal lalu memukul lutut sebelah kiri korban, masing-masing sebanyak 2 (dua) kali," jelasnya.
Setelah menerima sejumlah penganiayaan dari para pelaku, salah satu tahanan kemudian meminta agar mencarikan balsem untuk diberikan kepada korban. Tak lama, Rizki kemudian memberikan balsem tersebut kepada korban dan dipaksa untuk masturbasi dengan balsem tersebut.
Jaksa menyebut selama di dalam tahanan korban terus menerima penganiayaan dari pelaku sampai korban mengalami sakit dan susah berjalan.
Pelaku sempat menghubungi keluarga korban soal kondisi kesehatannya. Namun, keluarga Hendra tidak merespons hingga akhirnya pada Sabtu (21/11) sekitar pukul 08.30 WIB korban mengalami demam tinggi.
Peristiwa itu dilaporkan ke petugas piket tahanan. Tak lama, korban lalu dibawa ke klinik Polrestabes Medan.
Namun, karena kondisi korban yang cukup parah, korban selanjutnya dibawa ke RS Bhayangkara Medan pada Selasa (23/11) sekita pukul 03.00 WIB. Nahas, sekitar pukul 17.00 WIB, korban mengembuskan napas terakhirnya.
BACA JUGA: Oknum Polisi Briptu AH Ditangkap, Kasusnya Sungguh Bikin Malu Polri
"Pada 23 November 202, almarhum Hendra Syahputra dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara dan pada sekitar pukul 17.00 WIB sudah meninggal dunia," pungkasnya.(mcr22/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean