jpnn.com, JAKARTA - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikit) Mohamad Nasir tetap akan membuka akses kampus asing mendirikan cabang di Indonesia meski muncul reaksi penolakan.
Nasir menyebut, pemerintah sudah tidak bisa lagi membendung masuknya kampus asing ke Indonesia.
BACA JUGA: PT Asing Masuk Indonesia, Ketua DPR Kritik Menristekdikti
’’Kita sudah tidak bisa lagi membendung,’’ katanya di komplek DPR, Selasa (30/1).
Pihak yang kencang menolak rencana membuka keran masuknya perguruan tinggi asing itu diantaranya Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi).
BACA JUGA: Kampus Asing Sudah Antre Masuk Indonesia
Alasannya adalah angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi Indonesia masih rendah. Ibaratnya kue populasi calon mahasiswa masih belum tinggi, sudah digempur keberadaan kampus asing.
’’Justru APK kecil itu kita dongkrak,’’ jelasnya. Saat ini APK pendidikan tinggi memang masih di angka 29 persen sampai 30 persen.
BACA JUGA: Kampus Asing Buka Cabang di Indonesia, PTS Terancam Mati
Untuk meningkatkannya Kemenristekdikti bakal memperluas pelaksanaan pendidikan atau kuliah jarak jauh (PJJ).
Dengan sistem pembelajaran jarak jauh itu diharapkan perkuliahan bisa menjangkau lebih luas dan meningkatkan APK sampai 35 persen di 2019 nanti.
Nasir menegaskan kampus dalam negeri tidak perlu khawatir atau takut dengan masuknya kampus asing. Sebab kuotanya juga dibatasi.
Sebagai awalan bakal dibuka kuota untuk lima kampus asing saja. Kemudian lokasinya juga ditetapkan di Jakarta saja.
Jika lokasi pendirian kampus asing ini tidak diatur, alias bisa berdiri di mana saja, Nasir mengatakan wajar memicu masalah.
Dia mengatakan amanah UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) sudah terang mengatur bahwa kampus asing boleh masuk ke Indonesia.
Kemudian dalam rativikasi ketentuan perdagangan bebas, layanan pendidikan juga bagian di dalamnya. Sehingga tidak bisa lagi menghalang-halangi masuknya kampus asing ke Indonesia.
Nasir mengingatkan bahwa saat ini ada puluhan ribu mahasiswa Indonesia yang kuliah di Indonesia. Dampaknya tidak sedikit devisa Indonesia yang dibawa ke luar Indonesia.
Dia berharap dengan adanya kampus asing yang berdiri di Indonesia, bisa menekan jumlah mahasiswa Indonesia kuliah di luar negeri.
Sebagai contoh biaya kuliah di Nanyang Technology Univeristy (NTU) Singapura. Ongkos tempat tinggal di luar kampus berkisar Rp 5,2 juta/bulan hingga Rp 12,3 juta/bulan.
Kemudian kebutuhan makan berkisar Rp 4,2 juta/bulan dan keperluan pribadi Rp 4,2 juta. Lalu ongkos transportasi Rp 1,1 juta/bulan. Terkait perkuliahan, biaya buku untuk satu tahun ajaran ditaksir sampai Rp 5,2 juta.
Pemerintah bakal menerapkan seleksi yang ketat. Kampus asing berkualitas saja yang boleh membuka cabang di Indonesia. Selain Cambridge University, Nasir mengatakan Imperial Collage London juga berkeinginan masuk ke Indonesia.
Nasir begitu antusias jika nantinya Imperial Collage London itu membuka kelas di Indonesia. Sebab kampus ini merupakan peringkat pertama di Inggris, peringkat kedua di Eropa, dan peringkat kelima di dunia.
Mantan rektor Undip itu menjelaskan tujuan membuka akses kampus asing ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.
Sebab nantinya akan terbangun kompetisi dan kolaborasi dengan kampus dalam negeri. Terkait pengajar di kampus asing cabang Indonesia nanti, Nasir mengatakan campuran dari asing dan lokal. ’’Kalau (dosennya, red) Indonesia semua apa artinya,’’ jelasnya.
Nasir mengatakan di Malaysia dan Singapura, pengelolaan pendidikan tingginya juga sudah terbuka.
Dia dua negeri jiran itu, sudah bercokol kampus-kampus papan atas dari berbagai penjuru dunia. Secara tidak langsung kondisi itu ikut mengerk kualitas perguruan tinggi lokal.
Contohnya di Singapura bercokol kampus asing seperti Cornel University asal Amerika, James Cook University (Australia), dan University of New South Wales (UNSW) Asia.
Kemudian kampus asing di Malaysia ada Monash University, Curtin University, Univeristy of Nottingham Malaysia, Swinburne University of Technology Sarawak Campus, Newcastle University Madicine (NUMed) Malaysia, dan Netherlands Maritime Institute of Technology yang berlokasi di Johor.
Terkait dengan kewajiban kerjasama dengan PTS lokal, sampai saat ini belum ada kabar resmi. Ketua Umum Aptisi Budi Djatmiko mengatakan belum dengar ada kampus swasta yang didekati kampus asing untuk buka cabang di Indonesia. Namun Budi menegaskan Aptisi berharap rencana membuka pintu bagi kampus asing itu dibatalkan.
’Kami sudah sepakat untuk membaut mosi tidak percaya pada pemerintah jika hal ini terus dilanjutkan,’’ katanya. Dia berharap ada perbaikan PTS lokal terlebih dahulu.
Ketua Umum Forum Rektor Indonesia (FRI) Prof Suyatno mengatakan era keterbukaan perguruan tinggi sudah tidak bisa dibenduk.
’’Ini sebuah keniscayaan,’’ kata rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) itu. Untuk itu klausul masuknya perguruan tinggi asing diatur dalam UU Pendidikan Tinggi yang disahkan 2012 lalu. Dia termasuk salah satu perumus naskah UU tersebut.
Dia mengakui bahwa teman-temannya di PTS merasa kebijakan membuka akses bagi kampus asing itu tidak tepat.
Suyatno menjelaskan kalau pemerintah Indonesia tidak terbuka, maka bisa diprotes masyarakat internasional. Apalagi pemerintah Indonesia sudah merativikasi ketentuan perdangan bebas World Trade Organization (WTO).
Suyatno mengatakan pemerintah nantinya tetap menjalankan ketentuan saat mempersilahkan kampus asing membuka cabang di tanah air.
Mulai dari kewajiban bekerjasa dengan PTS lokal. Kemudian saham mayoritas tetap harus PTS lokal. Dan yang tidak kalah penting kampus asing itu tetap diwajibkan mengajarkan mata kuliah dasar umum (MKDU). Seperti agama, pancasila, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia.
Dia memprediksi kampus asing datang ke Indonesia dengan menggandeng PTS-PTS yang sudah mapan.
Suyanto menuturkan motivasi membuka kelas di Indonesia adalah memperluas bisnis. Sehingga cukup rentan jika kampus asing berkongsi dengan PTS yang tidak sehat baik akademik maupun finansial. (wan/and)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dorong Ada Tim Independen Awasi Kuliah Jarak Jauh
Redaktur & Reporter : Soetomo