jpnn.com, KUPANG - Tokoh Rohaniwan Katolik Franz Magnis Suseno menyampaikan masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk.
"Orang Indonesia bangga bahwa ia orang Indonesia dan sekaligus bangga dia adalah Muslim, Katolik, atau Jawa, Bugis, Manggarai. Itulah keberagaman Indonesia," kata Romo Magnis yang akrab disapa saat menjadi narasumber dalam seminar nasional yang diadakan Sekolah Tinggi Pastral (Stipas) Keuskupan Agung Kupang, Sabtu (27/5).
BACA JUGA: Kepala BPIP Yudian Tegaskan Kemerdekaan Bukan Hadiah dari Bangsa Lain, Tetapi..
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo saat menyampaikan paparan dalam seminar nasional yang diadakan Stipas Keuskupan Agung Kupang, Sabtu (27/5). Foto: Dokumentasi Humas BPIP
Romo Magnis menegaskan kunci keberhasilan Indonesia tetap bersatu walaupun sudah banyak konflik yang terjadi, yaitu adanya mainstream Islam yang mendukung Pancasila dan NKRI, serta komunikasi positif antaragama.
BACA JUGA: Kepala BPIP Prof Yudian Wahyudi Tegaskan Pancasila Cerminan Nilai-Nilai Agama
"Hasilnya adalah NKRI berdasarkan Pancasila," tegas pria kelahiran Jerman itu.
Menyambut tahun politik, Romo Magnis menegaskan Pancasila tidak boleh ditawar-tawar.
"Pancasila itu pemersatu, maka tidak boleh ditawar lagi. Wakil rakyat bertanggung jawab penuh terhadap rakyat. Keagamaan yang moderat perlu terus kita dorong. Sebagai umat, kita harus terus membangun hubungan positif atau saling percaya dengan agama-agama lainnya," pesan Romo Magnis.
Sementara itu, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo mengawali paparannya tentang bagaimana umat Katolik sebenarnya terlibat dalam gerakan persatuan dan kemerdekaan Indonesia.
"Kita (umat Katolik) terlibat juga dalam rumusan Sumpah Pemuda lewat organisasi pemuda. Namun, perkembangannya, kita tidak lagi terlibat pada gerakan, tetapi pada status quo. Dulu takut dengan kekuatan dan pemegang kekuasaan. Itu sejarah dan bisa dilihat dalam riset," beber Romo Benny yang akrab disapa.
Seminar nasional yang diadakan Stipas Keuskupan Agung Kupang yang mengangkat tema 'Pancasila, Demokrasi, dan Moderasi Beragama'. Foto: Dokumentasi Humas BPIP
Dalam seminar nasional yang mengangkat tema 'Pancasila, Demokrasi dan Moderasi Beragama' tersebut, Romo Benny juga menyoroti tren masyarakat, khususnya umat Katolik saat ini.
"Budaya copy paste, mudah saja menyebarkan berita tanpa didalami dulu, mnipulasi media sosial menjadi alat provokasi agama. Umat menjadi tidak cerdas dan masuk dalam perangkap, malah ikut-ikut provokasi. Agama padahal sakral nilainya, kita menghina agama lain, kita menghina Tuhan juga," bebernya.
Menurut Romo Benny, formalisme agama di Indonesia ini luar biasa. Masyarakat Indonesia seharusnya religius, tetapi korupsi dan kekerasan terus terjadi.
"Ini sebuah ironi, banyak rumah ibadah, tetapi kualitas masyarakatnya tidak berimbang," ungkap Romo Benny.
Salah satu pendiri Setara Institute ini juga menyatakan bahwa terjadi darurat Pancasila.
"83 persen pelajar menyatakan setuju jika Pancasila diganti. Mengapa itu terjadi? Berarti ada kegagalan dalam pendidikan kewarganegaraan dan agama. Seharusnya ini juga menjadi pacu bagi Kemendikbud untuk meningkatkan kualitas pendidikan Pancasila dan agama," katanya.
Padahal, lanjut Romo Benny, Pancasila adalah kesepakatan dan pemersatu semua.
"Apalagi sekarang, akan tahun politik 2024. Isu-isu dikeluarkan yang dapat menghancurkan persatuan dan kesatuan. Pancasila dibutuhkan," tegasnya.
Benny pun menutup paparannya dengan sebuah seruan.
"Umat harus hati-hati melihat politik. Jangan terkecoh. Jangan terjebak dengan karisma semata tanpa melihat track record-nya. Jangan memilih yang mengancam Pancasila, karena kalau itu terjadi, kaum minoritas-lah yang terdampak. Anda jangan mau dijadikan korban pertarungan politik," pungkas Romo Benny.
Narasumber lainnya Fransiskus Bustan menegaskan Pancasila adalah identitas Indonesia.
"Kita ragam, banyak jenisnya. Perbedaan seharusnya sebuah kenyataan sederhana yang tidak perlu diperdebatkan. Dalam keagamaan kita, kita beraga, hidup dalam Pancasila. Itulah Indonesia," kata Fransiskus Bustan.
"Pancasila itu identity kita. Pancasila adalah simpul perajut dan pemersatu bangsa Indonesia. Pancasila menyatukan kita semua," imbuhnya.
Narasumber lainnya, Aloysius Liliweri mengajak kepada peserta untuk juga memilih calon dalam pemilihan kepala daerah masing-masing untuk tetap bersandar pada nilai Pancasila.
"Pilihlah juga anggota DPR, DPRD, bupati, wali kota, gubernur yang memang memperhatikan kita semua, yang memiliki dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Itu juga harus dipikirkan dan diperhatikan," pesan Aloysius Liliweri. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi