Tak Ada Faksi Jenderal Hijau dan Merah

Sabtu, 21 Juni 2014 – 07:35 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Keberadaan purnawirawan di masing-masing kubu capres, membuat faksi di tingkat elit militer negeri ini kembali mencuat. Isu Jenderal Hijau versus Jenderal Nasionalis kembali mencuat.

Namun, kondisi ini dirasa wajar, karena semua tentara di negara manapun di dunia tidak akan pernah lepas dari even politik. Tak terkecuali pemilihan presiden.

BACA JUGA: KPU Yakin Pilpres Satu Putaran

"Tidak bisa dilarang dan dibendung, karena tentara ketika sudah purnawirawan, ya dia sudah jadi sipil lagi. Karena itu, perlu masa jeda bagi pensiunan tentara sebelum terjun ke politik," ujar Pengamat militer yang juga menjabat Direktur Eksekutif Institut Peradaban, Salim Said saat menjadi pembicara dalam diskusi 'Perang Antar-Jenderal Prabowo dan Jokowi' di gedung DPD, Senayan Jakarta Selatan, Jumat (20/6).

Salim juga menjelaskan, kalau mengacu kepada negara-negara yang sudah lebih maju dan lebih dulu berdemokrasi, mestinya ada undang-undang yang mengatur mengenai proses dan rentang waktu bagi perwira menengah hingga jenderal untuk bisa masuk ke ranah publik.

BACA JUGA: Bentuk Tim Gabungan, Kejagung Janji Kembali Usut Perkara HAM

"Contohnya di Israel misalnya, setelah dua tahun pensiun, baru boleh masuk politik. Jadi sebetulnya keterlibatan pensiunan TNI di politik tak perlu diributkan dan dipersoalkan terus menerus," tandasnya.

Dirinya lantas menyebut nama Wiranto yang sebelum pensiun mengemban jabatan Panglima TNI. Namun ketika pensiun, kata Salim, maka Wiranto pun menjadi warga negara biasa.

BACA JUGA: Dua WNI Ditangkap Terkait Kapal Tenggelam di Malaysia

"Sama haknya dengan saya. Jadi kenapa harus terlalu diributkan," kata mantan Duta Besar Indonesia untuk Republik Ceko itu.

Menyikapi adanya wacana persaingan faksi Hijau dan Merah di internal TNI, Salim yang kini menjadi guru besar ilmu politik di Universitas Indonesia itu menegaskan bahwa tidak ada fraksi-fraksi di TNI.

"Itu omong kosong. Tidak ada itu hijau-merah. Pensiunan itu tetap saja ngomongnya Sapta Marga," tegasnya.

Salim menegaskan, tentara memang bisa berasal dari latar belakang agama dan budaya yang berbeda. Namun, tidak ada doktrin agama dalam ketentaraan. Karenanya, lanjut Salim, keterlibatan jenderal pensiunan di tim sukses calon presiden sebenarnya hanya karena persoalan mengejar jabatan saja.  

"Ini murni soal jabatan karena jabatan itu sangat terbatas sementara pensiunan jenderal banyak jumlahnya," imbuhnya.

Menurutnya, jika ada yang bertanya padanya soal terjadi perang antarjenderal di pencapresan sekarang ini, maka ia jawab itu karena yang bertanya tidak tahu soal intern tentara.

“Saya juga capek menjawab pertanyaan itu, mengingat tidak akan terjadi perang antarjenderal aktif di militer Indonesia. Mereka satu sumpah dan sapta marga. Jika muncul misalnya soal purnawirawan yang saling buat pernyataan seperti Wiranto atau Hendro Priyono serta purnawirawan lainnya, mereka itu sudah tidak aktif di militer sudah jadi warga negara biasa yang punya hak dipilih dan memilih dalam pemilu di Indonesia. Berbeda dengan Tentara aktif mereka memang harus menjadi kenetralan dalam pemilu," papar Salim yang sudah mengamati konflik di internal tentara lebih dari 30 tahun itu.

Sementara itu di tempat yang sama, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indria Samego berpendapat bahwa tidak ada istilah “jenderal hijau (agama) dan nasionalis”.

Menurut dia, istilah itu hanya dibuat oleh media massa pada era orde baru (Orba). “Sekarang tidak ada istilah kelompok jenderal hijau dan nasionalis. Dulu pernah ada, tapi yang buat kalangan wartawan. Bicara insitusi, tentara itu dididik untuk negara,” kata Indria.

Dia menambahkan, sebuah hal yang tak realistis jika istilah itu dimunculkan kembali menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres).

“Kalau sekarang kita mau mengembalikan kategorisasi (jenderal hijau dan nasionalis) pada akhir era orba itu, kelompok mana sekarang yang kita sebut hijau, mana yang nasionalis?” tukasnya. (dms)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggaran Dipotong, Kemenkes Setop Pembangunan RS dan Puskesmas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler