Tak Banyak Terekspos, Begini Daya Saing Ekonomi Indonesia Secara Global

Minggu, 10 Oktober 2021 – 20:15 WIB
Peneliti Indef Eisha M. Rachbini membeberkan status daya saing ekonomi Indonesia di kancah global. Ilustrasi industri: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha M. Rachbini membeberkan status daya saing ekonomi Indonesia di kancah global.

Eisha menyampaikan usai krisis ekonomi pada 1997-1998, pertumbuhan ekonomi rata-rata berada pada angka lima secara nasional.

BACA JUGA: Pekerja Migran Punya Andil Besar bagi Ekonomi Indonesia, Ini Buktinya

Namun, jumlah tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan sebelum krisis ekonomi yang pernah menyentuh angka 10.

Dia juga mengatakan, daya saing perekonomian Indonesia secara global competitiveness index mengalami penurunan sejak 2017 dengan rangking 27.

BACA JUGA: Pakar Ekonomi Syariah Sebut Wakaf Bisa Mengentaskan Kemiskinan, Ini Sebabnya

Kemudian anjlok lagi pada menjadi peringkat 45 pada 2018.

"Terus turun menjadi peringkat 50 di tahun 2019 menurut data World Economic Forum," katanya, Sabtu (9/10/2021).

BACA JUGA: Skema Ini Dibidik Jadi Penggerak Ekonomi Surabaya

Menurut Eisha, kondisi tersebut memiliki keterkaitan dengan yang terjadi di sektor industri.

Pada 2019-2020 saat pandemi melanda, indeks produksi turun menjadi dari 148 menjadi 131.

Sementara, Purchasing Manager Index pada pandemi gelombang pertama 2020 turun menjadi 27 dan pandemi gelombang kedua pada Juli 2021 PMI turun menjadi 40.

"Daya saing industri manufaktur Indonesia, rangking Competitiveness Industrial Performance Index 2021 pada 40 di antara 152 negara," terangnya.

Eisha menyebut penurunan itu terjadi lantaran sektor manufaktur sebanyak 44 persennya bergerak di bidang resource based, 25,1 persen low tech, 26 persen medium tech, dan 4,8 persen high tech.

Adapun kinerja industri manufaktur trennya terjadi penurunan produktivitas sejak terjadi krisis akhir 1990-an. Kapasitas utilitas terpasang dari industri manufaktur yang belum dimaksimalkan sebesar 70 persen.

"Pada saat pandemi, kapasitasnya anjlok dari 75,36 persen menjadi 67,60 persen. Kemudian, bisa dilihat juga bagaimana dampak pandemi terhadap industri manufaktur," jelasnya.

Padahal, sektor industri manufaktur memiliki sumbangsih sebesar 20 persen atas Produk Domestik Bruto (PDB). (mcr10/jpnn)


Redaktur : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler