Tak Boleh Dibiarkan, Kasus PT IBU Mencari Untung di Antara Dua Derita

Senin, 31 Juli 2017 – 13:26 WIB
Menteri Pertanian Amran Sulaiman (memegang mikrofon) dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian (berpeci) usai penggerebekan gudang beras bersubsidi milik PT IBU di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (20/7) malam. Foto: Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Balai Besar Mekanisasi Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Andi Nur Alam Syah menilai praktek yang dijalankan PT Indo Beras Unggul (IBU) merupakan bisnis yang mencari keuntungan besar tanpa keringat di antara dua derita yang dialami petani, selaku produsen dan masyarakat sebagai konsumen.

Padahal, kedua pihak ini merupakan tanggung jawab penuh negara agar sama-sama mendapatkan keuntungan yang beradilan, yakni petani untung dan masyarakat juga terbantu karena harga beli yang terjangkau.

BACA JUGA: Wuiihh! Tanam Rempah-Rempah, Kekayaan Petani Bisa Kalahkan Gaji Menteri

Nur mengungkapkan derita petani Indonesia yakni terlihat seperti yang dialami Mashuri, petani Desa Karangtengah, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, sejak pagi hingga sore kerja di sawah tidak kenal letih, demi padinya berproduksi baik.

Aktivitas ini berlangsung hingga 120 hari, namun tidak sepenuhnya berjalan mulus, karena ada hama yang meluluhlantakan usahanya. Karena itu, jika usaha taninya untung maka uang akan dikantongi, tetapi kalau buntung hutang siap ditanggung.

BACA JUGA: Kadis Kalau Mau Masuk Surga, Harus Berani Kerja Untuk Petani

“Derita petani padi ini tidak banyak diketahui konsumen, mereka hanya melihat padi sudah berubah menjadi beras tanpa mau peduli bagaimana jerih payah petani berjuang demi konsumen. Padahal kalau harga turun drastis petani menderita,” ujar Nur di Jakarta, Senin (31/7).

Sementara itu, derita konsumen yakni jika harga beras melambung tinggi, konsumen menjerit, apalagi tidak semua konsumen berduit.

BACA JUGA: MAPAN Gelar Panen Raya Padi, Semua Pedagang Beli Gabah Di Atas HPP

Perlu dicatat, status ekonomi masyarakat kita sangat beragam, bahkan ada yang dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Kendati mereka miskin, mereka juga harus tetap makan beras.

“Dua pokok masalah ini telah menjadi kunci pemerintah untuk hadir ditengah-tengah petani menjalankan roda birokrasinya. Pemerintah harus mampu melindungi dua masalah itu. Petani menjual dengan harga yang menguntungkan (red.sesuai ketentuan), konsumen membeli beras dengan harga yang wajar (red. juga sesuai dengan ketentuan). Inilah nafas keberpihakan Kementerian Pertanian yang dinahkodai oleh Dr. Andi Amran Sulaiman saat ini,” terang Nur,

Karena itu, melihat terjadinya disparitas harga yang dilakukan oleh sekelompok usaha, Nur sangat menyayangkan perilaku yang dilakukan oleh anak bangsa.

Para pelaku itu tidak terketuk hatinya melihat derita petani dan jeritan konsumen. Padahal, di dalam produksi beras milik petani itu banyak subsidi yang disiapkan pemerintah. Tujuannya, harga yang diterima petani itu menguntungkan dan mampu menopang kesejahteraan petani, serta harga yang diterima konsumen adalah harga yang wajar.

“Karena itu pemerintah mengeluarkan Perpres untuk penetapan dan penyimpanan bahan pokok dan penting. Permendag juga mengatur harga acuan bawah untuk melindungi petani dan harga acuan atas untuk melindungi konsumen. Pemerintah menjaga dua rantai ini dari pihak ketiga, yaitu para makelar” ujarnya.

Menurut Nur, produsen atau petani, dilindungi pemerintah melalui subsidi benih dan pupuk agar petani bisa menurunkan biaya produksinya dan harga jual gabah juga terjangkau. Dengan begitu, maka konsumen pun mampu membelinya. Inilah cara pemerintah menstabilkan harga pangan dalam negeri. Petani untung dan masyarakat juga terbantu oleh harga yang terjangkau.

“Jika skema ini berjalan baik, stabilitas pangan nasional akan tetap terjaga. Namun ada saja pihak yang bisa mengganggu stabilitas pangan nasional. Tiba-tiba para pengusaha membeli semua hasil produksi tadi dengan harga sedikit lebih tinggi dari Bulog tanpa modal produksi apapun. Lalu mengemas dan menjual berasnya ke kalangan menengah atas. Pada posisi ini, petani senang karena dapat untung sedikit lebih besar, tapi mereka tidak paham bahwa disitu ada pihak yang dirugikan,” tegasnya.

Nur menjelaskan, praktek bisnis pengusaha besar seperti PT IBU hanya mengandalkan modal besar untuk membeli gabah dari tangan petani dengan harga yang "sedikit" lebih tinggi dari harga Bulog. Gabah tersebut diproses dan dikemas lalu dijual dengan harga sangat tinggi kepada konsumen.

“Keuntungannya bisa sampai 300 persen tanpa harus bekerja apa-apa, cuma modal duit dan mengontrol pasar. Petani gak kaya-kaya, konsumen tercekik lehernya,” jelasnya.

Karena itu, Nur menegaskan jika kasus beras PT IBU yang terjadi belakangan ini dibiarkan, maka perusahaan sejenis akan berlomba-lomba melakukan hal yang sama. Para pelaku usaha akan membentuk asosiasi dan mengarah menjadi kartel yang mengontrol harga beras di negeri ini.

“Kalau itu terjadi, mereka akan mengendalikan pangan pokok rakyat. Awas jangan main main menciderai rakyat dengan menggangu beras. Pemerintah berkewajiban mengatur persediaan beras dan harga yang terjangkau,” tandas Nur.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kecurigaan ORI di Balik Penggerebekan PT IBU


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Kementan   PT IBU   beras   beras PT IBU  

Terpopuler