Tak Cover Obat Kanker Payudara, BPJS Kesehatan Dikecam

Senin, 21 Mei 2018 – 17:43 WIB
BPJS Kesehatan. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak lagi menjamin Trastuzumab, salah satu obat untuk pasien kanker payudara sejak 1 April lalu.

Penghentian itu mendapat kecaman dari seluruh pasien BPJS Kesehatan dan organisasi terkait kanker di Indonesia.

BACA JUGA: Dapat Predikat WTM tapi Pelayanan BPJS Kesehatan Kian Ribet

Salah satu pasien kanker payudara stadium 3B dari Manado, Ceisy Wuntu menyesali penghentian obat yang merupakan standar terapi yang diakui di dunia, bahkan masuk dalam daftar obat esensial WHO.

Padahal, penderita kanker payudara jenis HER2+ itu sudah lama menggunakan BPJS Kesehatan sebagai pilihan asuransi kesehatannya.

BACA JUGA: Belum Semua Perusahaan Daftar BPJS Kesehatan   

“Dokter mengatakan bahwa obat terbaik untuk saya itu adalah Trastuzumab. Untuk kemoterapi pertama saya pada 29 Maret bayar pribadi dulu karena rasanya seperti sudah mau meletus. Saya yakin BPJS Kesehatan nanti akan menanggung. Saya kaget dan sangat kecewa, karena saya pikir obat-obat saya akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan, tapi ternyata tidak," kata dia dalam keterangan yang diterima, Senin (21/5).

Ceisy yang merupakan PNS ini dulunya diwajibkan ikut asuransi Akses dan sekarang BPJS Kesehatan dengan tujuan akan menjamin biaya-biaya kesehatan. Lebih tragisnya, kata Ceisy, BPJS Kesehatan tidak pernah mensosialisasikan obat dan perawatan yang mana ditanggung atau tidak.

BACA JUGA: JK Minta BPJS Ketenagakerjaan Bisa Beri Manfaat

Dia menjelaskan, sampai saat ini dia sudah tiga kali menjalani kemoterapi dengan biaya total Rp 29 juta yang harus ditanggung sendiri agar tetap menggunakan Trastuzumab.

"Saat ini baru tiga kali sementara harusnya sampai 18 kali. Karena ingin obat yang bagus, akhirnya saya bayar sendiri dan kemoterapi ini dengan sistem paket, jadi saya tidak lagi menggunakan obat kemoterapi dari BPJS karena dalam pemeriksaan sebelumnya memberikan efek ke jantung saya,” terang Ceisy.

Ceisy sempat datang ke Kantor BPJS Kesehatan di Cempaka Putih, Jakarta Pusat guna bertanya mengenai Trastuzumab itu. Ceisy bercerita juga dia sempat berkirim email ke pimpinan BPJS Kesehatan pada 23 April, tetapi belum ada tanggapan.

Sementara Ketua Umum dan Pendiri Cancer Information and Support Center Aryanthi Baramuli mengatakan, pencabutan Trastuzumab ini sangat merugikan pasien BPJS Kesehatan.

Menurutnya, keputusan itu sangat mengecewakan pasien karena memercayakan kesehatannya pada BPJS Kesehatan, namun ternyata harus mengalami pencabutan obat seperti ini.

“Sebagai organisasi pasien, kami telah menyampaikan permasalahan ini kepada Komisi IX DPR dan Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, bahkan Presiden. Kami mengharapkan bantuan dan perlindungan terhadap pemenuhan hak kesehatan pasien kanker,” jelas Yanthi -sapaan Aryanthi-.

Yanthi sangat mengapresiasi Komisi IX DPR RI yang sudah memberi kesepmapat organisasi pasien yang dipimpinnya menyuarakan aspirasi pada rapat dengar pendapat 9 April lalu.

Namun, BPJS Kesehatan dan DPK yang merekomendasikan penghentian penjaminan Trastuzumab hanya memberikan jawaban normatif, tanpa ada kejelasan solusi untuk pasien yang membutuhkannya.

“Kenapa obat untuk pasien kanker payudara HER2+ ini didiskriminasi sedemikian rupa oleh BPJS Kesehatan padahal setiap warga negara memiliki hak kesehatan yang sama di mata undang-undang? Pasien kanker payudara adalah anak, istri atau ibu dari anak-anak dan merupakan kelompok produktif yang berperan dalam masyarakat," pungkas dia. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gula Jadi Penyebab Kanker Payudara?


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler