Tak Etis Sahkan RUU Cipta Kerja di Tengah Pandemi Corona

Senin, 06 April 2020 – 23:27 WIB
Koordinator TePI, Jeirry Sumampow. Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow mengatakan, saat ini perhatian publik terhadap isu-isu demokrasi turun drastis, akibat pandemi virus Corona (COViD-19) dalam dua bulan terakhir.

Kondisi ini dinilai kurang baik, dikhawatirkan situasi dimanfaatkan para elite politik dan pemerintah untuk mendorong kebijakan yang tidak sesuai dengan aspirasi dan kepentingan rakyat banyak.

BACA JUGA: Corona Menggila, DPR Tetap Bahas Omnibus Law Cipta Kerja

"Karena itu, kami perwakilan masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan untuk Indonesia yang Adil dan Democratis (GIAD) mengajak masyarakat tetap mengawal jalannya demokrasi agar tak diselewengkan untuk kepentingan tertentu," ujar Jeirry dalam pesan tertulis yang diterima, Senin (6/4).

Menurut Jeirry, GIAD meminta pembuat kebijakan, baik presiden maupun DPR, menahan diri untuk tidak mendorong dan mengambil kebijakan yang membutuhkan keterlibatan publik, sementara waktu. Sebab, diyakini partisipasi publik saat ini akan sangat minim atau bahkan tak ada sama sekali.

BACA JUGA: Bambang Ajak Anggota DPR Merenungkan Kelanjutan RUU Cipta Kerja

"Kami melihat bahwa beberapa waktu terakhir ini muncul banyak rencana kebijakan yang meresahkan rakyat, sehingga menimbulkan kontroversi. Seperti, pemberlakuan darurat sipil untuk penanganan pandemi corona, rencana pembebasan sejumlah narapidana, serta rencana DPR dan pemerintah untuk tetap membahas RUU Omnibus Law Cipta Kerja," ucapnya.

Jeirry lebih lanjut mengatakan, RUU Omnibus Law Cipta Kerja masih menuai kontroversi. Karena itu, sangat tidak etis disahkan di tengah lekhawatiran dan derita rakyat akibat Covid-19.

BACA JUGA: Buruh Muslimin Berharap Omnibus Law Cipta Kerja Membawa Manfaat

"Apalagi kita tahu, RUU ini di waktu muncul mendapatkan penolakan banya pihak. Repotnya, jika tetap dilanjutkan pembahasannya, bisa dipastikan ekspresi penolakan tak akan muncul secara maksimal, mengingat pembatasan-pembatasan yang kini banyak terjadi," ucapnya.

Jeirry juga mengatakan, para pembuat kebijakan tak memiliki kepekaan dan kepedulian sosial serta sense of crisis, jika tetap memaksakan pembahasan. Padahal, solidaritas dan kepedulian sosial saat ini sangat dibutuhkan, agar bangsa ini bisa segera keluar dari situasi darurat kesehatan.

Jeirry menyarankan, para elite politik dan pemerintahan sebaiknya fokus menangani pandemi corona. Karena masih terlihat banyak masalah dan kelemahan dari kebijakan yang diambil pemerintah.

"Komitmen dan kesungguhan penanganan pandemi itu akan teruji dan terlihat dari seberapa efektifnya efek dan akibat dari apa yang dilakukan itu bagi kepentingan rakyat. Makanya , dibutuhkan fokus dan sinergi semua pihak agar hasilnya maksimal," katanya.

Jeirry khawatir, pemaksaan hanya akan berakibat kebijakan yang diambil akan cacat secara prosedural dan substansi. Dengan sendirinya juga akan cacat implementatif. Sebab, keterlibatan publik secara prosedural dan substansi penting sekali dalam proses sebuah regulasi.

"Bukankah sejatinya regulasi itu dibuat untuk kepentingan rakyat banyak? Saya kira kebijakan yang tidak mendapatkan partisipasi publik, akan sulit direalisasikan untuk kepentingan rakyat banyak," pungkas Jeirry. (gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler