jpnn.com, JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman berang terhadap Parlemen Uni Eropa.
Tak main-main, menteri Amran mengancam akan mengevaluasi eskpor sawit dan biodiesel berbasis sawit ke negara-negara Eropa tersebut.
BACA JUGA: Permen KLHK P.17/2017 Dinilai Hambat Dunia Usaha
“Kalau ada kerjasama yang telah kami tandatangani, kami evaluasi,” tegas Menteri Amran diwawancara di Semarang, Rabu (12/4).
Sebelumnya menurut Parlemen Uni Eropa, sawit di Indonesia dinilai masih menciptakan banyak masalah mulai dari deforestasi, korupsi, pekerja anak-anak, sampai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
BACA JUGA: Parlemen Uni Eropa Berupaya Jatuhkan Harga Sawit
Indonesia oleh parlemen Uni Eropa bahkan dilarang untuk mengekspor sawit dan biodiesel ke negara lain.
Amran menegaskan, pasar sawit Indonesia bukan cuma di Eropa. Karena itu, dia tidak gentar jika negara-negara Uni Eropa sepakat melarang sawit Indonesia beredar di pasar-pasar Eropa.
BACA JUGA: CPO Indonesia-Malaysia Capai 80 Persen Produksi Dunia
Bahkan sebaliknya, Amran akan akan meminta pelaku-pelaku eksportir kelapa sawit menghentikan ekspornya ke Eropa.
"Indonesia jangan mau didikte sama Uni Eropa. Kalau perlu hentikan ekspor sawit kita ke sana," kata menteri Amran.
“Harus diingat, sekarang ini kita konversi ke Biofuel B-20 sebanyak 3,2 juta ton, sementara Eropa mengimpor 7 juta ton. Kami telah minta ke seluruh eksportir jatah yang dikonversi biofuel nggak usah di ekspor kesana. Berikutnya kita masih punya B-30 dan itu kita butuh 13 juta ton. Artinya ekspor kita nanti berkurang karena kita jadikan biodiesel,” tambah Amran.
Untuk itu, Mentan Amran tegaskan, masalah sawit merupakan urusan pertanian dalam negeri. Karena itu, dia mewanti-wanti agar negara-negara Eropa tidak mencampuri kebijakan pertanian Indonesia.
Pasalnya kata menteri asal Sulawesi Selatan itu, Indonesia saat ini telah memiliki standar sertifikasi produk sawit dan turunannya atau yang dikenal Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Selain memiliki ISPO, Indonesia juga telah melakukan kerja sama dalam hal sertifikasi produk sawit dengan Malaysia melalui Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO).
“Indonesia punya standar sendiri, yakni Indonesian Sustainable Palm Oilm (ISPO). Masa (sawit) kita yang punya, dia yang mau buat standarnya. Itu cerita mana,” tegasnya.
Menteri Amran mengaku tidak takut jika harus mengevaluasi beberapa kerjasama dengan negara-negara Eropa khususnya Prancis. Pasalnya Indonesia memiliki posisi yang kuat dalam hal produsen minyak sawit dunia. Bahkam, jika digabung Indonesia dengan Malaysia menguasai 80 produksi CPO dunia.
Indonesia sendiri memiliki kedaulatan terhadap sawit. Karena itu, Indonesia berhak melakukan ekspor sawit ke negara-negara yang memang membutuhkan. Temasuk menghentikan ekspor ke negara-negara Eropa.
"Palm oil Indonesia dan Malaysia gabung itu 80 persen (dari produksi CPO dunia). Negara Eropa kita supply hanya 3,2 juta ton per tahun untuk biodiesel, itu kecil," tegas Mentan Amran.
Lebih lanjut, Mentan Amran menjelaskan, salah satu yang dipermasalahkan Uni Eropa juga yakni adanya perluasan perkebunan sawit akan menyebabkan kerusakan hutan.
Padahal setiap kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia selalu berupaya menjaga kelestarian lingkungan termasuk kesejahteraan manusia di dalamnya.
“Masih ingat, Presiden melakukan moratorium untuk sawit di lahan gambut. Jadi luar biasa perhatian presiden kepada lingkungan,” jelasnya.
Terkait hal ini, Mentan Amran malah balik menuding resolusi terhadap sawit Indonesia ini merupakan upaya kampanye hitam yang bertujuan untuk menjatuhkan harga sawit Indonesia di tingkat Internasional.
Dia pun memastikan akan melakukan perlawanan terhadap kebijakan Uni Eropa tersebut mengingat resolusi ini telah mengancam kelestarian hutan di Indonesia.
“Kalau Negara Eropa selalu melakukan black campaign kepada palm oil Indonesia dan Malaysia ini berbahaya. Sebab secara tidak langsung mereka (Uni Eropa) yang memicu kerusakan hutan. Kenapa? karena ada community dibawah sawit, ada pekerja sawit, kurang lebih ada komunitas sebanyak 11 juta hingga 30 juta jiwa. Kalau harga CPO jatuh, petani pasti cari penghasilan lain. Kalau cari penghasilan lain, pasti pergi babat hutan. Siapa yang bisa tahan itu,” katanya.
Amran mencatat, ada beberapa negara seperti Prancis yang selalu getol melakukan kampanye hitam terhadap sawit Indonesia. Mereka ini mengimpor sawit dalam skala kecil, yakni 200.000 ton. Amran pastikan pihaknya kini tengah melakukan evaluasi kerjasama pertanian terhadap Prancis.
Tidak hanya itu, Amran juga heran terhadap kebijakan Uni Eropa yang seakan-akan menganggap lebih penting menyelamatkan Orang Utan di Kalimantan ketimbang manusia yang hidup di dalamnya.
“Mereka menaruh perhatian pada Orang Utan di Kalimantan, sementara di bawah sawit ini orang benaran. Bukan Orang Utan yang cari hidup. Jadi ingat pendekatan (CPO) bukan hanya environment, tapi kesejahteraan,” pungkasnya.
Oleh karena itu, Mentan Amran menyatakan pemerintah akan mendorong eksportir CPO dalam negeri agar fokus pada pasar besar yang tidak mempersoalkan CPO. Negara yang dimaksud Mentan Amran adalah India, China, Pakistan, Bangladesh, Turki dan negara lainnya.
"Eropa minta macam-macam standar, tapi belinya cuma sedikit. Kita minta ke negara eksportir CPO jangan ekspor ke Eropa lagi. Kami sudah sampaikan, ada community dibawah CPO, ada pedagang, petani, ini jauh lebih penting. Orang utan saja diperhatikan, ini orang asli. Jadi pendekatannya jangan deforestasi, tapi community welfare (kesejahteraan). Ini masalah harga diri bangsa, masalah merah putih, kita jangan mau diatur Eropa,"demikian mentan Amran.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Serahkan Hasil Seleksi CPNS Untuk Penyuluh THL
Redaktur & Reporter : Budi