Tak Kunjung Diterima Jadi Anggota, Turki Minta Uni Eropa Gunakan Akal Sehat

Rabu, 09 Desember 2020 – 16:13 WIB
Menlu AS Mike Pompeo dan Menlu Turki Mevlut Cavusoglu. Foto: AP

jpnn.com, ANKARA - Turki, Selasa (8/12), mendesak Uni Eropa (EU) agar menggunakan akal sehat untuk mengakhiri perselisihan mengenai eksplorasi gas alam, yang telah memicu sengketa wilayah di Mediterania timur dan menimbulkan ancaman sanksi dari para pemimpin EU.

Ketika berbicara pada konferensi pers dengan mitranya dari Hongaria di Ankara, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menegaskan kembali bahwa Ankara ingin bergabung dengan EU sebagai anggota penuh.

BACA JUGA: Berusaha Gulingkan Erdogan, 337 Warga Turki Dijatuhi Hukuman Penjara Seumur Hidup

Cavusoglu juga mengatakan pernyataan EU, yang menuduh Ankara memicu ketegangan, adalah salah.

Menurut dia, justru Yunani yang terus melanjutkan langkah-langkah provokatif meskipun ada upaya diplomatik Turki.

BACA JUGA: Erdogan Gagal, Turki Terpaksa Lockdown Total

Pada Senin (7/12), para menteri luar negeri EU mengatakan Turki telah gagal membantu mengakhiri perselisihan dengan negara-negara anggota Yunani dan Siprus mengenai potensi sumber daya gas.

Namun, mereka menyerahkan keputusan tentang sanksi pembalasan untuk dibahas pada pertemuan puncak Uni Eropa pada Kamis (10/12).

BACA JUGA: Pesan Solskjaer Buat Pemain Manchester United Jelang Ladeni Jawara Turki

"Mereka harus adil dan jujur di sini. Jika mereka juga berpikir secara strategis dan dengan akal sehat, kita dapat meningkatkan hubungan. Kita hanya bisa menyelesaikan masalah kita melalui dialog dan diplomasi," kata Cavusoglu.

"Kami ingin meningkatkan hubungan dengan EU. Kami tidak mengatakan ini karena ada pertemuan puncak atau karena ada sanksi dan agenda lain," tambahnya. "Kami selalu ingin meningkatkan hubungan kita berdasarkan keanggotaan penuh."

Turki, yang merupakan anggota NATO dan kandidat anggota EU, telah berselisih dengan Yunani dan Siprus atas jangkauan landas kontinen mereka di Mediterania timur. Ketegangan berkobar pada Agustus ketika Turki mengirim kapal survei Oruc Reis ke perairan yang diklaim oleh Yunani.

Setelah menarik Oruc Reis menjelang KTT Uni Eropa sebelumnya pada Oktober, Ankara mengirimkan kembali kapal itu karena menganggap hasil KTT tersebut tidak memuaskan. Turki menarik kapal itu lagi minggu lalu.

Presiden Dewan Eropa Charles Michel memperingatkan Turki untuk tidak bermain kucing-kucingan dengan menarik kapal sebelum KTT Uni Eropa, tatapi kembali meluncurkan kembali operasi setelah KTT.

Prancis memimpin dorongan di kelompok negara-negara Uni Eropa tersebut untuk memberi sanksi kepada Turki.

Namun, Presiden Tayyip Erdogan mengatakan pada Senin bahwa Turki tidak akan "tunduk pada ancaman dan pemerasan", sambil mengulangi seruan untuk dialog.

Cavusoglu dan Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian berbicara melalui telepon pada Selasa, kementerian luar negeri kedua negara mengatakan dalam pernyataan setelah sambungan telepon tersebut.

Le Drien mengatakan kepada Cavusoglu bahwa hubungan konstruktif yang diperbarui dengan EU hanya dapat terjadi jika Ankara mengklarifikasi posisinya pada beberapa subjek.

Tanpa memberikan keterangan lebih lanjut, Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan kedua menlu dalam pembicaraan itu membahas masalah regional dan bilateral.

Sebelumnya, juru bicara Partai AK mengatakan bahwa wacana sanksi terhadap Turki akan sama dengan kemenangan rasis dan fasis di Eropa.

"Menggunakan bahasa (seperti itu) adalah kemunduran dalam berpikir," kata Omer Celik dalam konferensi pers. "Uni Eropa harus bertindak dengan alasan yang kuat." (ant/di/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler